☀⚡
Solar, yang sudah beberapa hari memperhatikan kakaknya sering melewatkan makan, semakin curiga ketika Halilintar hanya menemani tanpa menyentuh makanan yang biasanya ia suka.
"Kak, kamu kenapa akhir-akhir ini nggak makan? Aku tahu kamu bilang lagi diet, tapi tubuh kamu aja lebih kecil dari aku," tanya Solar sambil menatap Halilintar dengan bingung.
Halilitar yang biasanya keras kepala akhirnya menyerah pada rasa sakit yang sudah beberapa hari mengganggunya. Dia mengalihkan pandangan, wajahnya memerah. Dia tidak bisa lagi menyembunyikan alasannya. "Aku... sakit gigi," jawabnya pelan, malu mengakui hal itu.
Solar, yang biasanya berusaha terlihat cool, tiba-tiba tertawa terbahak-bahak. Melihat kakaknya yang biasanya garang dan keren, ternyata bisa malu hanya karena sakit gigi, membuatnya geli.
"Kak Hali, serius? Kamu bisa bertarung dengan siapa saja, tapi sakit gigi aja nggak kuat?" ledeknya sambil menahan tawa.
Halilintar cemberut, merasa diejek oleh adiknya. "Ya sakit gigi itu beda...," katanya sambil mengusap pipinya yang terasa nyut-nyutan.
Setelah puas meledek, Solar kembali serius.
Meskipun ia suka menggoda Halilintar, Solar tetap peduli dan tak ingin melihat kakaknya menderita. "Oke, Kak. Kalau gitu, besok kita ke dokter gigi, ya? Biar kamu nggak menderita lebih lama. "
Halilintar mengangguk dengan cemberut.
Keesokan harinya, Solar mengajak Halilintar ke dokter gigi. Meskipun Halilintar terlihat sedikit gugup, Solar tetap menemaninya dengan sabar. Di ruang tunggu, Solar kembali meledek kakaknya sedikit, tetapi kali ini dengan nada yang lebih perlahan. "Cokelat memang enak, tapi kalau sampai bikin kamu sakit gigi begini, kamu bakal kapok nyemil cokelat lagi? Sayurnya juga harus dimakan."
Halilintar hanya bisa mendengus kecil. "Cokelat itu tetap enak. Sayur enggak."
Solar hanya mampu menggeleng pasrah dengan keras kepala kakaknya.
______
Terdengar ketukan di pintu rumahnya. Solar, yang sedang menyiapkan teh di dapur, berjalan menuju pintu dengan curiga. Saat membuka pintu, dia mendapati Taufan berdiri dengan senyum lebar, memegang kantong penuh makanan.
"Hey, aku bawa makanan untuk kalian!" kata Taufan dengan nada riang tanpa menunggu jawaban.
Solar langsung mendengus, jelas tidak senang. "Kami nggak butuh makanan dari kamu. Kamu bisa pergi sekarang."
Tapi Taufan tetap bersikap santai, malah melangkah masuk seolah rumah itu miliknya. "Ah, jangan gitu, Solar. Aku cuma mau bantu Halilintar," jawabnya sambil melambai kepada Halilintar yang duduk di sofa. "Apa kabar, Hali? Aku bawain martabak lohh."
Halilintar yang sedang duduk di sofa memandang ke arah Taufan datar sambil menghela nafas lelah. "Terima kasih, Taufan. Tapi, nggak perlu repot-repot."
Taufan mengabaikan protes lembut itu dan langsung masuk ke dapur, menaruh kantong makanannya di meja. "Repot apaan? Aku senang bisa ngurusin kamu," katanya sambil berkedip nakal ke arah Halilintar.
Solar yang berdiri di dekat meja, merasa geram. "Kamu nggak perlu ada di sini. Aku yang jaga Kak Hali. Kamu bisa pergi sekarang."
Taufan, yang tak pernah kehilangan semangat, malah tersenyum lebih lebar. "Oh, aku malah pengen makan malam di sini. Gimana kalau kita masak bareng? Aku juga jago masak, tahu."
"Enggak. Kakakku nggak butuh bantuan kamu," jawab Solar cepat, menahan kesal.
Tapi sebelum dia bisa menolak lebih jauh, Halilintar berkata, "Nggak apa-apa, Solar. Lagian kita juga butuh makan."
Solar hanya bisa mendengus lagi, tapi dia tidak bisa menolak keinginan kakaknya. Dengan hati berat, ia akhirnya membiarkan Taufan membantu di dapur, meskipun dia terus mengawasi setiap gerakannya.
Saat mereka mulai memasak, Taufan terus mencari kesempatan untuk menggoda Halilintar.
"Aku bisa masak sayur ini, tapi kamu kan nggak suka sayur, ya?" goda Taufan sambil berdiri di dekat Halilintar, terlalu dekat menurut Solar. "Gimana kalau kamu bantu aku cicipin rasa sup ini aja?"
Halilintar, "Iya, aku nggak terlalu suka sayur. Tapi Solar suka, jadi aku sering masakin buat dia."
Taufan tertawa kecil sambil menatap Solar dengan tatapan yang sedikit menantang. "Wah, Solar benar-benar beruntung punya kakak kayak kamu. Kalau aku punya kakak kayak kamu, aku bakal minta dimasakin tiap hari."
Solar sudah tak tahan lagi melihat Taufan terus mendekati kakaknya. "Kak Hali, awas! Nanti sup-nya tumpah!" seru Solar tiba-tiba, mencoba mencari alasan untuk menarik perhatian Halilintar dan menjauhkan Taufan.
Namun, Taufan tetap tak gentar. Dia malah semakin berani mendekati Halilintar, tangannya kadang menyenggol lengan Halilintar secara sengaja. "Kamu kelihatan semakin manis aja, Hali."
"Ah, jangan bercanda, Taufan."
Solar yang melihat kakaknya begitu bego dalam menghadapi godaan, semakin gregetan. Bagaimana bisa kakaknya yang biasanya garang dan tegas jadi begitu polos di depan Taufan? Dalam hati, Solar ingin sekali mengusir Taufan saat itu juga, tapi dia menahan diri.
Akhirnya, setelah beberapa menit yang menegangkan bagi Solar, makan malam pun siap. Taufan dengan senang hati membantu menyiapkan meja, masih dengan senyum jahilnya.
Selama makan, Solar terus waspada, memastikan Taufan tidak terlalu dekat dengan Halilintar.
Namun, meskipun Solar terus mencoba menjauhkan Taufan, pria itu selalu menemukan cara untuk mendekat lagi. Taufan benar-benar tahu cara menggoda dan tak mau menyerah begitu saja.
☀⚡
KAMU SEDANG MEMBACA
2 Siblings Chaos
FanfictionHanya kisah manis tentang si Halilintar sebagai kakak dan Solar adiknya ✨ Mostly platonic! SolHali A little bit AllHali