Arc 5 Chapter 19 : Eksperimen

123 35 6
                                    

[Arwyn PoV]

Pandangan mata Ayah terkunci ke arah pintu kamar, aku menahan nafas dan berharap sesuatu yang ingin kuhindari tidak terjadi. Tetapi, jika aku memberitahu yang sebenarnya, mungkin dia akan menutup mata dalam masalah ini.

"Lalu, apa alasanmu membawa seorang manusia ke kediaman kita, Arwyn?" Pandangan mata Ayah kini terarah padaku. "Apalagi bahwa pria itu adalah seorang manusia."

"Ayah, Cait telah kembali," ungkapku padanya.

"Begitu, kah?" gumamnya pelan dengan ekspresi yang biasa saja.

Mengapa Ayah tidak merasa senang dengan kembalinya Cait-Putrinya sendiri? Padahal dia yang paling menggebu-gebu saat membicarakan tentang penculikan para elf di rapat para Dewan bulan lalu.

Ada apa dengannya?

"Kau terlihat kebingungan, Arwyn," kata Ayah yang kemudian membalikan badan. "Apa kau terkejut aku tidak menunjukan sebuah ekspresi senang tentang kembalinya Cait?"

"Kau benar, Ayah."

Mendengar jawabanku, dia kemudian mulai berjalan dan sepertinya sudah tidak mempedulikan masalah bahwa aku menyembunyikan seorang manusia di kamarku.

"Ikuti aku."

Aku kemudian mulai berjalan di belakang mengikutinya.

Kami menaiki anak tangga, sepertinya ayah hendak membawaku ke atap dari kediaman Darkshade.

Setibanya di sana, angin malam menerpa wajahku, pemandangan Ibukota Athelion bisa terpampang jelas dari atas sini. Ketika masih kecil, aku sering naik untuk menikmati pemandangan kota yang indah dipenuhi oleh kunang-kunang dan aktivitas warga kota.

Akan tetapi, sekarang sangat berbeda. Pemandangan ibukota sunyi sepi bagaikan kota mati. Ini dikarenakan aturan jam malam yang diberlakukan satu tahun lalu.

"Bagaimana perasaanmu melihat negeri tercinta kita menjadi seperti ini?" tanya Ayah. Dia juga sedang memandangi kota sama sepertiku tadi. "Kota yang dulunya ramai dan penuh kehidupan sekarang menjadi redup bagaikan tidak dihuni sama sekali."

Benar sekali.

Seharusnya, saat jam-jam seperti ini para warga tidak mengunci diri di dalam rumah melainkan di luar saling berinteraksi dengan elf lainnya. Anak-anak juga bermain, berlari di sekitaran kota menikmati keindahan dan kemeriahan Athelion.

"Bagaimana perasaanmu saat para elf mengurung diri mereka karena rasa takut akan bahaya yang mengintai di luar sana, kebebasan mereka terenggut dan hari-hari bahagia yang selalu kita idam-idamkan menghilang?"

Aku tahu apa yang ingin disampaikan oleh Ayah. Karena meningkatnya kasus penculikan akhir-akhir ini, mau tidak mau kami harus membatasi aktivitas para elf, setidaknya sampai para manusia itu menyerah untuk mendapatkan salah satu dari kami ketika menyusup kemari.

"Para manusia itu tidak akan lelah untuk mengejar keserakahan mereka, Arwyn," kata Ayah dengan nada suara yang dingin. "Kita yang diam hanya memberi mereka pesan bahwa kita lemah. Seseorang akan terus mencari emas di sebuah tambang walaupun ada resiko kematian dalam pekerjaan mereka. Tetapi, mereka akan berhenti mencari saat mengetahui ada seekor hewan buas yang aktif memangsa mereka di dalam tambang itu."

"Tapi Ayah, bukankah para penambang itu akan membawa pasukan untuk memberantas monster yang ada di tambang itu?" tanyaku Ayah, mengerti maksud dari analogi yang ia berikan.

"Semakin banyak mereka yang datang, maka para elf dari generasi muda tersadar akan ancaman manusia." Ayah menjawab pertanyaanku. "Karena mereka menganggap jumlah manusia yang menyusup ke pulau ini masih sedikit, para elf generasi muda berpikir bisa mencegah manusia itu dengan memperketat keamanan. Mereka sangat naif, tidak tahu apapun tentang para manusia bedebah itu."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 7 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I'm a Villain in My Own Game? [Season 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang