Right For Me (29)

86 28 26
                                    

sebelum baca, wajib vote!🤟







Jaehan memperhatikan kendaraan berlalu lalang di depannya dengan acuh. Setiap kali lonceng Kafe itu terdengar menandakan seseorang membuka pintu, matanya langsung mengarah kesana, dan mendesah saat seseorang itu bukanlah yang di tunggunya.

Menumpukan satu tangan di atas meja kaca berbentuk bulat, Jaehan mengetukkan jarinya disana. Sangat salah memutuskan pergi tanpa membawa tablet nya. Biasanya, jika bosan, ia lebih memilih untuk memikirkan berbagai macam hal dan menorehkannya di atas tablet. Baik yang terarah maupun hanya sekedar coretan. Jadi saat panggilan masuk satu jam lalu, dengan penuh tanda tanya, ia mengiyakan setelah satu menit lamanya, mengatakan bahwa ia akan segera menuju kesana. Juga, menolak saat seseorang disana menawarkan untuk menjemput.

Vanila late di meja nya sudah dingin, setelah setengah jam lamanya ia menunggu, tanpa berniat untuk menghabiskannya. Tiba-tiba saja, perasaan cemas itu datang. Bagaimana jika seseorang itu mengalami hal-hal yang tidak baik dan tidak dalam keadaan bisa menghubunginya untuk sekedar membatalkan?

Perasaannya tiba-tiba saja terusik.

Jaehan menggigit bibir bawahnya, dengan ketukan jari diatas meja yang semakin gencar. Menyebabkan beberapa pasang mata menatapnya dari berbagai meja, dan Jaehan sadar beberapa menit kemudian dan membungkuk meminta maaf.

Tapi ketukannya di atas meja tak juga berhenti, alih-alih waktu sudah berlalu sepuluh menit.

Jaehan mengeluarkan ponsel di sakunya, membuka aplikasi chat dimana kontak paling atas di isi oleh seseorang yang sedang di tunggunya.

Menekan salah satu tombol disana, Jaehan mendekatkan benda pipih itu ke telinganya. Mendengarkan nada yang nyambung, namun tak juga di angkat.

Setelah mencoba tiga kali, akhirnya Jaehan menyerah.

Panggilan itu tak juga tersambung, alih-alih selalu operator yang mengambil alih.

Menebalkan wajahnya, Jaehan mencari satu kontak yang dulu selalu menghiasi hari-harinya. Dengan amat sangat terpaksa.

Di detik pertama, suara di sebrang sana terdengar. Dan Jaehan menahan napas untuk waktu yang lama.

"Jaehanie? Ada apa? Kau baik-baik saja?"

Dan Jaehan bersumpah serapah karena suara itu... masih menghantui mimpi-mimpinya setiap malam.






right for me•

"Apa?" suara itu menggema di ruangan besar yang saat ini tertutup. Rahang seseorang di hadapannya mengeras dengan dasi yang ia longgarkan dengan kasar. "Apa maksudnya? Hangyeom menyukai Hyuk? Yang benar saja!"

Yang Jongin, pria kepala empat itu menatap Baekhyun, suami dari Song Chanyeol, orang tua dari mantan tunangan keponakannya, yang sayangnya, ia kenal baik dan tak pernah terjadi apapun bahkan setelah pertunangan Jaehan dan Hangyeom yang gagal.

"Sebentar," Jongin memundurkan kursinya. Lantas berdiri, dengan tangan berkacak pinggang, ia membuka gorden di belakangnya dan menatap gedung-gedung tinggi didepannya. "Aku tidak mengerti. Kau kesini bersama siapa, Hyung?"

Baekhyun, lawan bicaranya, menatap Jongin dengan kedua matanya yang kosong. Tangannya ia genggam satu sama lain di atas paha. Sejak perusahaan mereka berkomitmen untuk bekerja sama, Baekhyun dan Jongin belum pernah bertemu lagi. Dan satu fakta yang di beberkan Baekhyun tanpa banyak kata itu membuat Jongin sedikit limbung.

"Jongin-ah, bagaimana jika selama ini Hangyeom justru menyukai Hyuk dan bukan Jaehan?"

Adalah pertanyaan Baekhyun sepuluh menit lalu setelah kehadirannya di ruangan ini sekitar dua puluh menit lalu. Wajahnya yang memerah dengan bibir pucat itu membuat Jongin berdiri dari duduknya dan menghampiri. Tidak pernah terpikir olehnya bahwa Baekhyun mendatangi Perusahaan Yang pada sore hari. Tanpa memberi kabar sama sekali.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Right For MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang