Malam yang sangat panjang untuk melaut. Burung-burung memberi peringatan bahwa hari sudah pagi. Berteriak hampir kerasnya mengalahkan bibi-bibi penjual makanan memanggil pelanggan. Suara deru dari mesin kapal bergetar, berjalan menuju ke arah dermaga, sama halnya seperti hatiku.
Tangkapan kali ini cukup memenuhi setengah dari kapal motor ini. Tidak hanya tuna, melainkan kepiting, cumi-cumi, dan ikan pari. Dengan mengandalkan jaring, sudah cukup mendapatkan uang untuk kebutuhanku beberapa hari.
Sesampainya di dermaga, Paman Ton memintaku mengangkut ember-ember penuh ikan itu dan membawanya ke Bibi Fon. Dialah orang yang membeli ikan pada kami sebelum ke pasar. Jarak pantai ke pasar memang tidak terlalu jauh, tetapi Bibi Fon membantu kami untuk mengantarkan tangkapan kami ke pasar.
"Halo, Bibi Fon," salamku kepada Bibi. Perawakannya tidak begitu kurus, tetapi tidak gemuk. Wajahnya cukup cantik, hanya saja tertutup dengan wajah galaknya. Satu hal yang tidak diketahui orang-orang adalah sifatnya yang baik hati dan dermawan. Ia sangat baik kepadaku.
"Milk, cepatlah kamu timbang! Aku sudah hampir terlambat ke pasar karena kalian!" teriaknya sampai telingaku berdengung. Sepertinya, suasana hatinya tidak baik.
Aku cepat-cepat mengangkat ember itu dan menggantungkannya pada timbangan. Bibi Fon yang menghitungnya.
"Wah, Milk. Hari ini keberuntunganmu! Aku akan lebihkan sedikit untuk kali ini."
"Terima kasih, Bibi Fon. Bibi sangat baik. Aku melihat raut wajah Bibi tidak senang pagi ini."
"Ah, kamu menyadarinya? Kamu tahu ada penghuni baru di rumah Film? Anak pintar itu memintaku untuk membangunkannya dari luar agar ia bisa berangkat sekolah. Tetapi, penghuni itu tidak menjawab panggilanku!" kesalnya.
Aku heran, mengapa Film memintaku untuk menjaganya, sedangkan ia sendiri sudah meminta Bibi Fon?
"Sudahlah, Bibi. Biarkan aku yang membangunkannya. Tidak perlu melakukan hal itu lagi."
"Benarkah, Milk? Aku merasa tertolong!"
Aku mengangguk, "berikan uangnya, Bibi. Aku akan membagikannya pada Paman Ton."
Bibi menyerahkan beberapa lembar bath kepadaku. Aku pun menghitungnya kembali agar sesuai dengan harga ikannya. Aku tersenyum tipis. Bibi sangat menjaga perkataannya.
"Terima kasih, Bibi. Aku akan mengangkutnya di mobilmu,"
Tidak butuh lama aku membawa ikan-ikan ini ke mobil bak terbuka milik Bibi Fon. Karena sudah selesai, Bibi Fon meninggalkanku sambil melambaikan tangan.
Aku kembali ke dermaga. Paman Ton sibuk merapihkan alat-alat melaut kami.
"Paman! Ini bagianmu. Bibi Fon melebihkannya sedikit karena tangkapan kita cukup banyak."
Paman Ton tersenyum dan mengambil uang dariku. Lelaki tua berkepala enam ini menganggukkan kepala.
"Terima kasih, Milk. Pulanglah, biar Paman membawa ini sendiri. Kamu belum tidur semalaman."
Paman Ton memberikan sebungkus plastik yang isinya beberapa ekor ikan, cumi-cumi, dan ikan pari. Paman Ton sengaja memisahkan sedikit untukku agar dikonsumsi.
"Baiklah kalau begitu. Sampai jumpa, Paman!"
Aku berlari menjauh dari dermaga. Saat aku sudah memasuki kampung, aku melewati rumahku. Matahari semakin tinggi dan beberapa anak sudah berangkat sekolah.
Aku tiba di rumah Film. Rumah itu tampak gelap dari dalam, mungkin gadis itu sudah bangun. Aku langsung masuk ke dalam rumahnya.
Aku memang leluasa keluar masuk ke dalam rumahnya. Kita tumbuh dan besar bersama sejak kecil. Kami hidup tanpa orang tua. Orang tua kami telah meninggal karena dituduh melakukan penangkapan ikan di perairan Nyanmar. Pihak polisi laut mengganggap orang tua kami sebagai penyusup, sehingga mereka menembak orang tua kami.
![](https://img.wattpad.com/cover/378579957-288-k630576.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Laut Bercerita - The Story of Finding Hope
FanfictionLaut menjadi saksi bisu antara dua perempuan yang memiliki kisah hidup yang sulit. Laut pula yang mempertemukan mereka karena dua perempuan itu sama-sama tidak percaya dengan keajaiban. Lalu, apakah itu benar? Trilogi pertama dari 'The Story of Find...