8. Permainan Hati

316 62 25
                                    

Fakta mengenai gadis itu membuatku berpikir panjang. Sambil merebahkan diriku, aku merenungkan setiap perkataan dari Film. Dibalik wajahnya yang cerita dan suasana hatinya yang berubah cepat, kini aku mengerti semuanya.

Itu adalah pertahanan dirinya. Kehidupannya di masa lalu membuatnya seperti itu. Kupikir, keluarga adalah tempat yang paling aman, tetapi tidak dengan gadis itu. Kesedihan menyelimuti hati dan pikiranku. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana ia bertahan hidup sampai ia dibawa sahabatku ke Samut Sakhon.

Ah, semuanya terjawab. Tidak heran mengapa Star, bocah mesum itu, melakukan hal tidak senonoh kepada Love. Sedangkan, Love menerima begitu saja tanpa ada perlawanan. Aku mengira dua hal, antara Love benar-benar terpaksa atau... dia dibayar. Aku akan menghabisi lelaki itu nanti.

Di sisi lain, ada rasa ingin untuk melindunginya. Melindungi dari rasa takutnya. Melindungi dari segala hal yang menyakitinya. Selain itu, aku ingin membuatnya bahagia.

Bahagia? Aku sendiri masih belum tahu bahagia itu seperti apa. Aku masih terjebak dalam masa lalu, tetapi aku dengan gagah berani ingin membahagiakan gadis itu.

Sudah pergantian hari, aku memilih untuk keluar rumah. Berjalan mengelilingi desa yang sudah gelap temaram, berniat untuk mengunjungi sahabatku. Laut.

Aku melewati kafe yang sudah tutup, sengaja lebih awal dari biasanya karena aku memperhatikan kesehatan pegawai Seng. Seng sudah mengarungi samudra dengan abunya dan aku tidak ingin mereka bernasib sama dengannya, terlebih pada usia muda.

Aku memandang malam yang terpantul melalui hamparan laut luas. Bayangan bulan dan ribuan bintang tercetak jelas dan gelombang air laut menambah kesan artistik. Suasana pantai hening, itulah yang kusukai.

Tanpa sadar, aku berhenti dan memandang sosok yang sedang duduk menghadap laut. Gadis itu sedang merenung dengan piyama yang tipis. Aku membuka jaketku dan meletakkannya pada punggung gadis itu. Dia menolehku, dan aku memberikan senyuman tipis.

"Belum tidur, Nong?"

"Aku tidak bisa tidur."

Aku mengangguk pelan dan memilih untuk duduk di sebelahnya. Kami memandang laut lepas yang tenang.

"Aku suka bercerita kepada laut, Nong. Suasana hatiku akan tenang setelah mencurahkan hatiku kepadanya. Mungkin, kamu bisa mencobanya."

Dia menatapku bingung. Aku hanya bisa tersenyum tipis saat melihatnya. Jejak air matanya masih berbekas, matanya sedikit bengkak. Hembusan angin membuat sedikit rambutnya menutupi wajah indahnya. Aku tergerak merapihkan rambutnya.

"Phi Milk... Sudah tahu semuanya dari Film?"

Aku mengangguk pelan. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kamu bersamaku, Nong."

"Aku menjijikan, Phi. Aku tidak tahu harus bagaimana. Aku masih takut dengan masa lalu. Meski Film membawaku kesini, aku takut orang lain mengenalku sebagai pelacur, Phi... Buat apa hidup kalau aku seperti ini?"

Air matanya jatuh perlahan. Ia seperti meminta pertolongan. Tak butuh lama, aku menariknya dalam pelukanku. Mendekapnya dengan hangat. Aku tidak sanggup lagi melihatnya dalam kesedihannya.

"Semuanya sudah berakhir, bukan? Kamu hanya memulai hidup kembali, di tempat kelahiranku. Tinggalkan masa lalumu ya? Hatiku sangat sakit saat kamu menderita seperti ini." Lirihku.

Aku menutup mataku, menahan air mataku. Gadis itu terisak di dadaku. Dia berteriak dalam keputusasaan. Beban hidupnya begitu berat di usianya. Seharusnya, ia sama seperti remaja lainnya, melakukan hal yang menyenangkan dan jatuh cinta. Namun, dunia seakan-akan mengecualikan dirinya.

Ia tidak berharap lagi pada apapun. Tidak ada lagi takdir yang bisa ia percaya. Tidak ada lagi dia percaya pada keajaiban.

Aku terima rasa sakitnya. Aku terima segala lukanya. Di usianya ini, ia tidak pantas menerimanya.

Laut Bercerita - The Story of Finding HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang