4. Es Krim dan Klarifikasi

188 44 8
                                    

Laut, kehadiran gadis itu membuatku takut untuk menaruh hati. Sedangkan, aku tak pernah berharap lagi untuk merasakannya.

===

Mataku tidak dapat beralih dari pasangan sejoli ini. Aku bersandar pada sebuah bangku kayu yang usang, sedangkan sosok di hadapanku adalah Love dan laki-laki yang tidak ku kenali.

"Bisa jelaskan kepadaku, Love?"

Mereka memandangku dengan gugup. Mereka seperti tertangkap basah mencuri sesuatu. Benar, mencuri kesempatan untuk melakukan lebih jauh dari sekadar ciuman.

"Aku...." gumam Love.

"Aku minta maaf karena sudah melakukan itu. Bisakah biarkan kami pergi? Kami sudah hampir terlambat." Ucap lelaki itu dengan berani.

Aku menatap tajam pada lelaki ini. Love pun menoleh ke arah laki-laki ini, tetapi wajah paniknya dapat tergambar jelas di mataku.

"Aku jamin kalian tidak akan terlambat. Berani sekali kamu berbicara mewakili gadis ini. Siapa namamu, dimana kamu tinggal?"

"Namaku Star, senior Love di sekolah. Aku tinggal di desa sebelah." Jawabnya.

Aku menghela napas. Aku tidak tahu berkata apa-apa lagi. Semua emosiku sirna begitu saja. Aku memaklumi karena mereka sedang di fase remaja yang sedang merasakan jatuh cinta, tetapi mereka belum pantas untuk berbuat tidak senonoh itu.

"Baiklah, Nong. Kamu berangkat duluan, biar aku saja yang mengantarkan Love."

"Tapi..."

Aku mengangkat tanganku, memintanya berhenti bicara. "Aku tidak akan memarahi pa-car-mu itu, Star. Aku tidak menerima penolakan."

Laki-laki itu mengangguk dan bergegas pergi. Tinggal aku dan gadis ini saja yang berada di ruangan ini. Aku menatap gadis itu dengan emosi yang tertahan.

"Jangan membawa laki-laki itu kesini. Tetangga melihat kalian bermesraan di luar rumah. Kalau mau berpacaran, carilah tempat lain. Aku tidak ingin kalian dihajar warga karena ulah kalian sendiri."

"Kenapa kamu selalu mencampuri urusanku lagi, phi?!" ketusnya.

Otak gadis ini memang bersumbu pendek. Kalau bukan karena Paman Ton yang menegurku, aku lebih baik pulang dan bersantai. Namun, aku menurunkan egoku dan berbicara dengan intonasi yang rendah.

"Nong, aku masih berbaik hati padamu. Maaf karena aku terlalu ikut campur, tetapi Film menitipkanmu padaku. Jadi, aku bertanggung jawab terhadapmu. Aku meminta pengertianmu, Love."

Ini pertama kalinya aku menurunkan semua egoku hanya untuk gadis ini yang entah kehidupannya seperti apa. Yang biasanya aku irit bicara dengan orang lain, kini aku berbicara panjang lebar hanya kepada gadis ini.

Love menatapku terdiam, tidak tahu apa yang ia pikirkan. Aku melihat jam dinding. Sebentar lagi, jam pelajaran akan dimulai.

Aku menarik lengan gadis itu keluar. Aku mengajaknya ke rumahku untuk mengambil motor kesayanganku.

Aku sudah menyalakan motorku, tetapi gadis ini masih terdiam.

"Ayo naik! Aku akan mengantarmu." Titahku.

Dia menaiki motorku dengan ragu. Saat aku melihat dia sudah siap, aku menarik gas dengan kecepatan sedang. Ia hampir terjungkal sampai ia memeluk pinggangku.

Hatiku berdesir, perasaan ini tidak asing bagiku. Sesuatu yang pernah hadir sebelumnya. Tidak sampai sepuluh menit, kami sudah sampai di sekolah Love. Love turun dengan hati-hati.

"Terima kasih, phi." Lirihnya.

Aku mengangguk kepala sambil tersenyum tipis. "Belajarlah dengan rajin, Nong. Jagalah sikapmu di sekolah."

Laut Bercerita - The Story of Finding HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang