5. Berbicara Melalui Tindakan

233 54 6
                                    

Perkataan Pine membuatku berpikir beberapa hari ini. Getaran hati yang dimaksud Pine seringkali terjadi saat aku bersama gadis itu. Apa karena sering memberikan atensi untuknya? Tidak, aku hanya menjalankan tugasku sebagai pengganti Film. Apapun yang terjadi pada gadis itu, aku memutuskan untuk tidak ikut campur lagi.

Aku tidak perlu lagi melibatkan diriku pada dunianya. Bagiku, semestanya berbeda denganku. Aku membiakan dia hidup bebas karena ia masih remaja yang ingin mencari jati dirinya. Dia bebas melakukan apapun, kecuali hal-hal yang dilarang dalam perkampungan ini. Sedangkan aku, hanya melanjutkan hidup sebagai nelayan dan pembersih kapal.

Sudah beberapa hari ini, aku memilih untuk acuh dan menghindari gadis itu. Tidak ada lagi kegiatan memasak dan mengantarnya ke sekolah selama dua bulan ini. Tetapi, gadis itu selalu menemuiku dan ingin berbicara denganku. Namun, aku bersikap acuh dan tidak peduli.

Di sisi lain, Pine sudah kembali bertugas. Film juga tidak bisa dihubungi. Aku sendiri yang masih disini, sebagai penghuni asli salah satu desa di Samut Sakhon. Apakah aku kesepian? Tidak, Laut yang menemaniku. Selalu dia yang hadir untuk menenangkanku. Pada akhirnya, kesendirian adalah hal terakhir yang kurasakan.

Deburan ombak sore ini benar-benar cukup keras. Menabrak karang yang menjulang tinggi, hingga karang memecah air bah. Terpaan angin laut yang berhembus menambah efek percikan air yang membasuh wajahku. Aku menikmatinya.

Laut, aku memilih untuk menjauh dari gadis itu. Aku merasa cukup dengan memperhatikannya dari jauh. Dia bisa mengurus dirinya sendiri, bukan? Setiap aku berdekatan dengan dia, aku merasakan perasaan yang sama seperti yang kurasakan dulu. Aku tidak ingin jatuh hati dengan gadis itu, Laut. Aku acuh dengannya sebagai cara untuk menetralkan hatiku. Aku tidak ingin merasakan debaran hati yang indah itu lagi. Aku tidak memiliki harapan untuk itu.

Aku memandang laut luas untuk merapikan isi hatiku. Aku mengusir rasa yang tak asing dalam hidupku. Alasannya sederhana, karena aku tidak ingin mencintai seseorang lagi.

Ponselku berdering. Saat aku memeriksanya, nama Film muncul di layarku. 

"Film, mengapa kamu sulit sekali dihubungi?! Aku pikir kuliah itu tidak sesibuk anak sekolahan. Kamu benar-benar ingin mengalahkan kesibukan seorang raja kah?"

[Maafkan aku, Milk. Aku punya kesibukan lain selain kuliah. Beasiswa tidak menutup semua biaya hidupku disini, jadi aku bekerja paruh waktu. Omong-omong, bagaimana keadaan Love? Sudahkah kamu mengenal dia lebih dalam?]

"Aku cuma menjaganya, Film. Aku tidak ingin tahu tentang hidupnya. Sekarang, aku tidak mengurusnya lagi, Film."

[Kenapa, Milk? Apakah dia melakukan sesuatu yang buruk?]

"Dia bukan anak kecil lagi, Film. Dia anak remaja yang punya kehidupannya sendiri. Dia sudah punya uang untuk hidup."

[Kalau begitu, kamu cukup mengawasinya dari jauh. Aku memindahkan Love ke Samut Sakhon karena ada sesuatu. Tolong, lakukanlah untukku, Milk.]

Aku dapat mendengar suara melas dari Film. Film bukanlah orang yang seperti ini. 

"Memangnya ada apa dengan Love, Film? Aku bisa membantu kalau terjadi sesuatu."

[Aku belum bisa memberitahumu. Dua bulan lagi, aku akan pulang. Sabar dulu ya? Yang penting, aku mohon untuk mengawasi Love. Aku matikan dulu.]

Pembicaraan terputus begitu saja. Film sangat misterius kali ini. Ini baru pertama kalinya Film menyembunyikan sesuatu darinya. Apapun itu, aku tetap melakukan apa yang diminta sahabatnya.

Aku dikejutkan oleh seseorang dari belakang. Ternyata, Love yang membuyarkan lamunanku.

"Phi, apa yang kamu lakukan disini?"

Laut Bercerita - The Story of Finding HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang