6. gua arwah yang nggak tenang?, masa ada sih?

5 1 0
                                    

Gelap banget!, ini gua dimana sih?. Anehnya gue bisa liat lagi, saat tubuhku dijatuhin seseorang dari kelas lamaku. Gue perhatiin ada tali tambang kaya buat orang bunuh diri, di jendela yang memang dekat aku duduk.

Gua ngak bisa berbuat banyak saat aku mulai menyadari, bila Halilintar dan teman sekelasnya masuk ke dimensi para setan melalui sejenis card tarot. 'Who is Screet?, for Werewolf'.

Tulisan yang gua lihat itu, kaya ada santetnya. Soalnya, ada warna hitam di sekeliling tulisan itu.

Sepanjang permainan gua lebih ter - tarik dengan Ice adik kandung dari kak Blizzard, dia itu gerak - geriknya tu aneh. Udah gitu, apa yang dia batin kan gue bisa denger dan gua nggak tau apa maksud dari perkataannya.

Dari dia menutup hidung, seolah - olah dia tau ada gua yang transparan berdarah gini di dekatnya.

Maupun saat dia gigit bibir dan gemetar karena rasa takutnya, seolah - olah dia emang melakukan kejahatan terbesar.

Dibuat terkejut karena persiapan matang seorang Ice, hingga sampai dia mengakhiri bos game ini tanpa ada rasa ragu sedikitpun.

Setelah permainan itu selesai. Aku mengikuti Ice pulang, walaupun dia sering menengok ke belakang.

Sepertinya, dia merasakan di ikuti. Gua jadi kasihan liatnya, dan akhir - nya gue mengawasi dari jauh.

Karena gue ngak dapat informasi yang gue mau, gue saat ini singgah di tempat biasanya Gamma nongkrong. Apalagi?, tentu saja perpustakaan.

Tiba - tiba gua di kejutkan oleh anak perempuan yang menyapaku ceria, hm dia indigo seperti Gamma dan Solar.

"Kakak anak baru ya?, tapi kok baju seragamnya kaya senior yang selalu di pakai oleh kak Gamma?. Itu loh, yang magang jadi dosen selama 1 tahun dan sekarang udah sebulan,". Aku dengan tersenyum sangat tipis, lalu menjawab si adkel yang memakai kerudung dan ada buku paket di tangannya.

"Ada yang harus adik diamkan dari makhluk seperti kakak, pura - puralah ngak lihat dengan menyibukkan dengan buku maupun ponsel," aku menghilang, dan dia berkeringat dingin. Sepertinya dia baru pindah ke tempat banyak hantu yang berbeda dari tempat tinggal lamanya.

Dan aku muncul di luar dinding depan perpustakaan untuk men - dengarkan ucapan mereka berdua.
"Stella, lu ya. Main tinggal - tinggal gue, untungnya lu ngak di ganggu sama setan. Ck, bikin gua takut,".

Dan gue ketawa, saat tau batin Stella
'Udah ketemu kok, gua yang ngajak ngobrol lagi. Untungnya nggak di jumpscare dengan muka rusaknya,'.

"Gue nggak papa, janji deh gua nggak bakal ngulangin,". Dan akhirnya mereka berdua saling minta maaf, dan ketawa bareng.

Sebelum aku menghilang, mataku Ter fokus ke netra coklat dan coklat ke emasan. Tak salah lagi, itu Tanah, Gempa dan bang Kristal.

Aku memutuskan untuk mengikuti Gempa, penasaran dia duduk sama siapa, dan duduk dikelas mana.

Dikelas X11 Bahasa, dekat kelasku yang X11 Ipa. Diperjalanan ngikutin Gempa dari belakang, gue sempet noleh ke belakang karena denger suara bisikkan.

Dan ternyata itu Stella sama temen - nya, yang lagi ngibahin hantu kek gue. Gue sih bodoamat, sekalipun Stella yang menatap gue ketakutan.

Gue berjalan layaknya manusia normal disepanjang koridor sekolah, walaupun gue dulu penakut. Tapi, bila ada hantu yang ganggu Gempa atau manusia yang lain. Gue maju paling depan mencegah mereka semua,

Seperti saat ini, Gempa akan diganggu oleh hantu perempuan. Gue langsung memegang bahu sang hantu, dan hantu itu menatapku marah. Muka dia hancur, tersentak sedikit gua dibuatnya.

"Loh siapa kamu?, anak magang?,".
Hantunya gaul cuy :v.

Gua tampol muka dia, dan ngode buat pergi dengan jariku. Dan dia ngomel gini.

"Nggak laki - laki hantu, ngak laki - laki manusia. Sukanya ngusir perempuan yang ngak bersalah kaya gue,". (Mboh lah mba, bodat).

Karena kursi didepan Gempa kosong, aku duduk dikursi itu sambil memangku dagu guna tangan.
"Kak Rim, tau nggak?. Jika sejak kamu di culik oleh penculik, kami semua kena Teror?,". Gempa meletakkan gelas minum ke mejanya, aku jadi penasaran.

Seakan tau kalau saya nunggu, Gempa pun melanjutkan pembicaraan.
"Terornya guna darahmu kak, dan... Anggota tubuhmu yang lain,".

Ck, membayangkan saja gue ngeri sendiri dibuatnya. Jadi aku memutus kan untuk menghiburnya, tentu dengan memunculkan mawar putih hasil usahaku selama ini.

Reaksi Gempa lucu banget, jadi penasaran gue jika abang Beliung yang kuberikan hadiahnya.
"Eh, bunga mawar putih?. Terima kasih ya kak Rim, walaupun bikin Gempa takut sedikit,". Mata dia ber binar, biasanya dia yang selalu menyangkal jika ada roh yang nggak tenang itu ada.

"Gue seneng, liat lu senyum tulus Gem. Gua bakal jaga selalu senyuman itu,". Dia terkejut, saat tiba - tiba ada tulisan di buku tulisnya yang masih terbuka.

Aku iseng meniup poni dia yang nggak pake topi, biasanya gue lakuin saat Gempa gundah mau cerita sama siapa.

"Uh, ternyata kamu jahil ya kak?,".
Aku hanya diam menunggu curhatan dia.

Hening sejenak, lalu
"Kak Rim, kak Voltra dah di masukkin ke penjara. Atas kasus pembunuhan berencana kak Liung,". Tiba-tiba gue ingin marah dan membuat si bangsat itu mati.

Namun kubatalkan saat ngeliat Gempa yang memegang dadanya sesak, aku hampir aja ngebunuh Gempa dengan auraku.

"Gue tau lu marah banget ke dia kak, tapi gua kasihan sama si Petir yang kaya ngak punya tujuan,".

Gue terdiam, sepertinya sabar gue dah hilang bersamaan dengan jasad ku yang sudah di kubur. Gempa pun melanjutkan

"Kak Beliung lumpuh kak Rim, sementara kasus kakak tidak bisa di tanggani jadi di anggap bunuh diri. Padahal gue yakin, itu tidaklah benar,". Rimba kecewa, tapi Rimba punya cara tersendiri untuk menghukum Voltra dan menghibur Gempa.

"Ini kalung hadiah dari gue buat lu Gem, kalung ini menghindari lu dari segala gangguan setan. Gue tau kebenarannya dan gue tau apa yang bakal gue lakuin, tetap jaga diri lu ya Gem. Gua seneng lu bahagia,". Rimba muncul lin diri di depan Gempa yang shock, namun bingung mau gimana.

"Gue pake in ya dik, terimakasih dan selamat tinggal,". Tubuh Rimba Ter urai bagai debu di bawa angin.

"Iya kak, gua bakal bahagia. Terima kasih hadiahnya, mampirlah ke mimpi Gempa. Nanti kita main bareng lagi,". Gempa tersenyum tulus, walaupun air mata bercucuran di pipi nya.

Membuat Rimba tak tega, jadi dia meniup air mata Gempa yang mem buat Gempa tertawa kecil.

"Kak Beliung pasti merindukanmu kak, apa nggak mau nemuin dia?. Dia sampai salah manggil Angin dengan namamu loh kak,". Dibayangin malah bikin Rimba penasaran.

Rimba memegang bahu Gempa, walaupun tembus. Hawanya pasti di rasa oleh Gempa, akhirnya mereka berdua berencana pulang nanti ke rumah Beliung. Yang tentunya di temani Angin yang homeschooling.

i am RimbaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang