3. Rasa Sama

2.7K 12 0
                                    

Salam Boyaheh
[Warning!! Just for 21+ DOSA TANGGUNG SENDIRI]

"Lo masih mau disini Ay?" Veasta Juendra Kilern, teman kampret yang tadi sempat menghubunginya.

"Mau dimana lagi? Gue terlunta-lunta ini, lo mau nampung?"

"Rumah lo segede gaban itu masih kurang Ay?" dengus Veasta yang memang belum mengetahui fakta dari sahabatnya ini.

"Lo ngiranya gue masih tinggal di rumah ya?"

"Hah? Apa maksud lo?" Veasta mendadak dungu tidak paham.

"Gue udah pindah Ve. Gue ngungsi di rumah uncle." Veasta mengangguk ringan. Ia belum sadar akan apa yang diucapkan temannya itu.

"Heh! Apa kata lo? Si kampret! Lo tinggal di rumah uncle Arlen maksudnya?" Ayra mengangguk lesu. Ia seperti tidak memiliki gairah untuk pulang. Sekedar berjalan saja ia sudah malas.

"Wait wait! Gimana bisa lo tinggal di sono? Jangan bilang kalau lo masih belum ikhlas dan pengen merjuangin tuh om om!" Ayra langsung membekap mulut Veasta dirasa gadis itu terlalu banyak berbicara omong kosong.

"Itu udah tujuh tahun yang lalu Ve. Udah lupa gue." Ayra mendengus tidak suka.

"Ya siapa tau Ay. Tapi kan lo udah ada tuh painjul."

"Painjul?" kening Ayra berkerut mencoba menelisik apa yang diucapkan Veasta.

"Ah elah cowok lo, si Wesman." Ayra mengangguk paham.

"Nah itu lo tau."

"Lha terus sedari tadi lo ngapain kagak pulang kalau begini ceritanye?" Ayra menggaruk pelipisnya yang tidak gatal.

Entah ia sendiri juga bingung. Ia terlalu malas untuk kembali pulang ke rumah sang paman. Meski dua mata kuliahnya telah usai di hari menjelang sore, tak membuat Ayra segera beranjak meninggalkan kampus.

Justru gadis ini sedang berpikir keras agar bisa terhindar dari Arlen. Ayra terlalu malas jika harus bertemu, bertatap muka dan mengobrol bersama pria itu.

"Udah gih pulang aja sono!" Veasta menarik Ayra supaya berdiri dan segera pergi meninggalkan taman kampus yang mulai sepi.

Tentu saja. Lagian siapa pula yang mau bertahan di tempat itu seharian, yang ada malah semakin pusing melihat pemandangan kampus. Lebih baik tidur mengistirahatkan diri di rumah.

"Gue nginep di rumah lo ya Ve," Ayra seperti mendapatkan semangatnya kembali. Ia merangkul tangan mungil temannya, bergelayut seperti monyet.

"Gue mau pulang kampung." Ayra cemberut.

Sungguh waktu yang tidak tepat. Besok adalah wekend, tentu saja temannya ini akan kembali pulang ke kediaman orang tuanya yang berada di luar kota.

"Udah nikmatin aja di rumah uncle Arlen."

Sepertinya Ayra tidak bisa mengelak lagi. Meski enggan, pada akhirnya ia tetap memesan sebuah taxi online untuk membawanya pulang kembali ke kediaman sang paman.

"Aku harus apa nanti?" batinnya bergejolak bingung.

Bahkan di sepanjang perjalanan, Ayra tidak berhenti untuk mendengus lesu. Ia bingung akan dirinya sendiri. Namun dirinya juga harus bisa membangun benteng yang kuat.

"Terimakasih Pak," Ayra telah tiba di rumah yang tidak berkompleks.

Sebuah pagar menjulang menyambut kedatangannya. Setelah memastikan hatinya siap, Ayra perlahan membuka gerbang tersebut menggunakan sandi yang sebelumnya sudah diberikan oleh sang bibi.

MY UNCLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang