Bara terus menenangkan Nara yang bergetar ketakutan. Tak di pungkiri, situasi beberapa saat lalu itu bahkan berhasil membuat istrinya menangis sesenggukan hingga kini.
"Udah, Sayang. Tenang ya, udah aman."
"Den, sebaiknya kita bawa Non pulang."
Bara mengangguk mengiyakan usulan Pak Usman. Beruntung pria baya itu datang tepat waktu.
Galah panjang yang dibawa Pak Usman berhasil menyelamatkan Nara dari serangan ular mematikan itu.
"Bapak tahu dari mana saya di sini?"
"Den Bara lupa? Rumah bapak kan ada di ujung. Tadi, bapak lihat mobil aden lewat depan rumah."
"Bapak mau ke mana?"
"Bapak mau ambil layang-layang anak bapak tadi. Makanya bawa galah. Lain kali hati-hati ya, Den. Banyak binatang berbisa di sini."
"Terima kasih, Pak. Sudah membantu istri saya."
"Sama-sama, Den. Itu kan sudah kewajiban bapak."
"Sayang, kita pulang ya." Bara menangkup wajah pucat istrinya, Nara.
Nara hanya mengangguk pasrah, menoleh sebentar pada Pak Usman yang menunduk hormat.
"Terima kasih, Pak."
"Sama-sama, Non."
Bara merangkul Nara memasuki mobil lalu membawanya pulang ke Villa.
"Kamu mau ambil apa sih, Sayang?" Bara mengusap lembut kepala Nara yang bersandar di bahu nya.
"Aku mau ambil bunga."
"Kamu tahu nggak kalau itu bahaya? Kalaupun nggak ada ular, kalau kamu tergelincir gimana? Tempatnya curam, Sayang. Lagian kalau kamu mau bunga, kita tinggal beli. Bunga yang dari aku masih kurang?"
"Nggak gitu, Bara."
"Ya terus gimana? Kamu tuh suka banget ya bahayain diri sendiri. Kamu bisa kok panggil aku."
"Tadi kamu lagi telepon. Masa mau aku ganggu."
"Ya kan kamu bisa nunggu. Kalau kamu kenapa-kenapa gimana?"
Mendengar suara Bara sedikit meninggi, Nara kesal. Lekas-lekas ia menjauhkan diri dari Bara, menatap keluar jendela mengabaikan sang suami.
"Sayang, aku cuma nggak mau kamu--"
"Iya tahu." Nara menepis tangan Bara yang hendak menyentuhnya.
Beberapa menit berlalu, mereka kini sampai di Villa. Nara turun dar mobil tanpa sedikit pun berucap. Wanita itu berjalan cepat masuk Villa dan langsung menuju kamar.
Bara sadar, Nara tipe yang tak bisa di bentak. Sesekali lelaki itu memijit pangkal hidung bangir nya. Menyadari jika ia telah salah bicara pada wanitanya.
"Nara, buka pintunya sayang." Bara beberapa kali mencoba membuka pintu tapi gagal. Karena Nara menguncinya dari dalam.
"Sayang, maafin aku. Aku nggak berniat bentak kamu, aku cuma khawatir."
Bara mengembuskan napas berat, berjalan menuju sofa lalu merebahkan diri di sana.
"Permisi, Den." Suara lembut seorang gadis membuat Bara terhenyak.
Cepat-cepat ia memasang kembali dua kancing kemejanya yang sengaja ia buka karena gerah.
"Siapa Lo?!" Tanya nya dingin.
"Maaf. Saya Lia, putri Pak Usman. Saya di tugaskan untuk membersihkan Villa. Bapak sedang pergi hari ini."
"Ooh, oke. Lo lakuin aja tugas Lo. Tapi ingat, jangan masuk kamar Gue sama istri Gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
MISTERI CINTA
General FictionBagaimana pasangan pengantin baru, Bara Samudera dan Nara Farzana menghadapi teror demi teror dari orang misterius yang entah menginginkan salah satunya atau hanya karena tak menyukai pernikahan keduanya. "Jika melepasmu adalah jalan terbaik, aku r...