Malam ini Hana sengaja hendak menunggu kembang wijaya Kusuma berbunga. Merekah indah. Menyemarakkan malam yang konon akan susah diulang.
Bunga wijaya kusuma yang tumbuh banyak di daerah ini dikenal pula dengan nama kembang malam. Keberadaannya seringkali dianggap misterius. Kenapa misterius? Soalnya, bunga ini mekar hanya di malam hari. Dan, ketika ditunggu dari kuncupnya menuju mekar, kerap yang menunggu akan terlewat. Biasanya tiba-tiba tertidur sejenak sementara bunga mulai merekah. Saat bangun, bunga itu sudah mekar dan tak lama.
Tapi, bukan karena penasaran atau ingin melihat mekarnya bunga indah itu saja. Hana membelai-belai semalam ini matanya dipaksa melek. Melihat bunga wijaya kusuma sebenarnya sudah sering ia lihat sejak masih kecil lalu. Namun, kali ini ada harapan lain yang menyelip seiring mekarnya bunga itu.
Dielus-elusnya perut buncit yang sudah berusia sembilan bulan sepuluh hari. Waktu lebih untuk melahirkan sang jabang bayi yang ada di dalamnya.
Ada keinginan dari dalam hati untuk mengikuti saran Mbah Buyutnya dahulu supaya menunggui bunga wijaya itu mekar lalu saat itu bebarengan menghaturkan doa kepada Sang Kuasa untuk keselamatan sang jabang bayi. Terutama untuk kelahirannya yang mestinya sudah terjadi.
"Kalau ndak keluar juga bayimu besok, Na....kamu harus brobos kebo," ujar ibunya serius begitu melihat Hana tak menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan sejak beberapa hari lalu.
Hana kaget.
"Brobos kebo, Bu?" Mata Hana melotot menandakan kekagetannya.
"Iyo...kata mbah-mbah kita dulu, brobos kebo itu sebagai syarat supaya bayinya dikasih jalan supaya mau keluar dari perut ibunya."
Mata Hana beralih ke perutnya. Dia mengelus-elus perut buncit itu.
Tak terbayangkan anaikata ia benar harus mengikuti saran ibunya itu. Dengan perut sebesar ini harus brobos atau melewati bawah hewan besar yang biasa di sawah itu? Aduh...kok ada-ada saja ya..
Saat itulah, Hana ingat cerita Mbah Buyutnya tentang mukjizat bunga wijaya kusuma. Daripada suruh brobos kebo, mending dia niatkan melek untuk melihat saat mekarnya bunga putih indah itu. Tak peduli ketika suaminya mulai cerewet karena ia sudah terlalu lama berada di luar.
Mata yang sudah sesekali mengatup tiba-tiba, ia tahan lagi. Sesekali ia berjalan-jalan pelan untuk menghilangkan pegal.
Hingga ketika jam dinding menunjukkan tepat pukul 00.00, Hana terjaga lagi. Harapannya ia tidak terlewat melihat bunga wijaya itu merekah. Kata Mbah Buyut sekitar j segitu bunga itu akan terlihat mulai merekah.
Sedikit kecewa menyeruk benak Hana, bunga putih menjuntai sedikit warna oranye muda itu tidak juga terlihat tanda-tanda akan merekah sesuai harapan. Sejenak ia menarik napas berat. Mata juga sudah tak kuat jika harus terlalu lama bertahan.
Belum lama napasnya tertarik, ujung matanya menangkap ada pergerakan dari kuncupnya sang bunga sedari tadi. Hana langsung sigap. Matanya mendadak terang benderang melihat yang terjadi. Kekaguman menyeruak dari dirinya.
Proses mekarnya bunga wijaya kusuma yang pelan, namun pasti itu membuat Hana kian kagum. Matanya yang semula sudah nyaris tak sanggup menatap lama kini seolah terang benderang melihat keajaiban sebuah bentuk baru kehidupan.
Sontak Hana teringat sesuatu.
Ia pun kini tengah menghadapi sebuah mukjizat kehidupan di depan mata.
Tangannya menyentuh perut buncit berisi bakal penerus keturunan hidupnya. Segera ia menarik bangku yang memang sejak tadi ada di dekat situ.
Tangannya pun mulai membuat tanda salib, hendak berdoa. Ia mau bersyukur boleh melihat keindahan mekarnya wijaya kusuma malam ini dan mohon berkat agar bisa secepatnya sang jabang bayi yang ditunggu-tunggu ini bisa segera dilahirkan serta menyemarakan hari-hari keluarga kecilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruka untuk Rita (RuPha)
HumorMatangi Pharita Parabawa, gadis cantik yang hidup dalam lingkungan keluarga keras. Ia mempunyai Bapak bernama Liam, Bapaknya sangat ambis dan keras dalam mendidik dirinya Hana, sang Ibu yang selalu mendukung dirinya, berbeda dengan sang Bapak, Ibuny...