IV

111 18 4
                                    

Setalah pertemuan tak terduga di taman saat itu. Kini Rora menjadi lebih bersemangat untuk bekerja, entah mengapa dirinya selalu saja merasa bahagia ketika shift nya dan Pharita kerap sekali bareng.

Seperti saat ini...

"Ri, sepetinya ada rambut disini, sebentar, jangan bergerak," pinta Rora yang sedang merapikan rambut Pharita yang sedikit berantakan.

"E-eh," Pharita sedikit kaget karena perlakuan Rora barusan, tapi gadis itu tetap bersikap tenang, Pharita membiarkan Rora melakukan apapun yang ia inginkan.

"Sudah, jadi tak ada lagi rambut yang menutupi wajah cantikmu ini," ucap Rora sambil tersenyum.

"Kalau mau gombal jangan ke aku, salah orang kamu. Haha," Pharita tak akan luluh semudah itu. Dia bisa mencintai seorang pria secara ugal-ugalan jika ia duluan yang suka, bukan seperti ini.

"Yah, gagal deh," ucap Rora dengan wajah sedih yang di buat-buat.

"Jangan memasang wajah seperti itu, aku sedikit geli," gelak tawa Pharita terdengar, sementara Rora hanya cemberut di tengah tawa gadis itu yang menggelegar.

"Apakah itu lucu menurutmu? selera humor mu receh sekali," cibir Rora.

"Siapa bilang? aku hanya tertawa karena mengejek mu, dan kau sebenarnya tidak lucu sama sekali," Pharita buru-buru menghentikan tawanya, ia memasang wajah datar seperti semula.

"Kau cantik bila tertawa, teruslah tertawa seperti itu." gumam Rora.

"Sudahlah, kita harus mengurus pasien, tidak baik jika kita terus bermain-main seperti ini,"

"Tumben pintar,"

"Aku memang sudah pintar dari lahir, tidak seperti kau, Tuan Rajendra Arora Adigupta,"

"Beraninya kau," Rora sedikit memicingkan matanya, ia seolah menahan amarahnya. Itu membuat Pharita ingin sekali tertawa keras, wajah Rora membuat dirinya ingin tertawa setiap waktu.

.....

"Apa jadwal ku hari ini?" tanya Ruka yang sedang memainkan pulpen di tangannya.

"Hanya meeting saja, setelah itu tidak ada lagi. Apakah Tuan Ruka ingin langsung pulang?" Ruka menggeleng.

"Rasanya saya ingin ke bar, hanya sebentar saja," jelas Ruka.

"Saya rasa itu tidak masalah Tuan, akankah kita pergi sekarang?" Ruka mengangguk.

"Jangan beritahu Ibu ku," ingat Ruka.

"Baik tuan, saya mengerti," jawab Jackson.

"Saya rasa besok kita harus menghampiri Nona Pharita lagi," ucap Jackson sembari menyetir.

"Untuk apa? bukankah Pharita sudah datang ke rumah dan memeriksa kakek?" tanya Ruka bingung.

"Bukan soal itu Tuan. Tuan besar ingin Nona Pharita menemuinya, saya tidak tau karena apa," jelas Jackson.

"Kakek belakangan ini sangat aneh. Bahkan saya hampir saja di minta untuk kencan buta,"

"Sepetinya saya tahu mengapa Tuan besar meminta Nona Pharita datang,"

"Apa itu? kenapa kakek sepetinya sangat bersemangat karena Pharita?"

"Saya tidak yakin itu benar, tapi mungkin saja Tuan akan di jodohkan dengan Nona Pharita,"

"Jangan ngawur kamu Jac, selera Pharita bukan saya. Lagipula saya hanya ingin berfokus pada pekerjaan, tidak ingin menikah muda,"

"Saya hanya berpendapat Tuan,"

"Akhirnya, aku sudah lama tidak pergi ke tempat ini." ucap Ruka yang baru saja memasuki bar.

"Apa kabar mu bro Ruka? semakin sukses saja saya lihat-lihat," ucap seorang bartender.

Ruka untuk Rita (RuPha)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang