68. Romance

1K 124 51
                                    

Tidak hanya Loanna yang datang dalam proses tembak mati seorang narapidana, Henry juga ada di sana. Ia tersenyum puas melihat tubuh Nick sudah tidak bernyawa. Tetapi hal lain dirasakan oleh Henry melihat putrinya tersungkur menundukkan kepala.
Loanna terlihat lemas dan belum bisa menerima kenyataan.

"Kau telah melakukan tugasmu dengan baik, Anna." batin Henry menatap sang putri dari kejauhan.

"Bangunlah Anna, anak buah saya akan mengantarmu pulang."

"Tuan Berri, apakah semua wanita yang disandera oleh Nick berhasil diselamatkan?"

"Ya. Mereka semua aman dan saat ini ada di rumah sakit yang sama. Mereka harus melakukan tes kesehatan dan mental."

"Bolehkan saya ke sana?"

"Tentu saja."

"Terima kasih."

Sebelum pergi, Loanna menyempatkan diri melihat Nick untuk terakhir kalinya.

"Beristirahatlah dalam damai Nicholas. Kau tenang saja, aku akan merawat anak ini dengan baik." ucap Loanna dalam hati.

Air mata menetes bersamaan dengan jasad yang mulai ditutup kantong jenazah.

"Oh iya, ada titipan dari tuan Henry untukmu." Berri menyerahkan totebag kecil yang entah apa isinya.

"Terima kasih."

"Sama-sama."

"Mari non Anna silakan." ucap salah satu pihak kepolisian.

Mobil yang mengantar Loanna menuju rumah sakit menggunakan pengawalan ketat. Semua itu atas perintah Berri. Dia ingin menjaga Loanna dan juga bayinya, sebab ada darah daging Nick dalam rahimnya.

Sepanjang jalan, Loanna terus menatap keluar jendela. Memperhatikan gedung bertingkat disisi kanan dan kiri. Ia tidak menyangka semua berakhir dengan cepat sebelum anak dalam kandungannya lahir.

Terlintas dalam pikiran untuk membuka totebag yang tadi diberikan oleh Berri.

"Dadd, kenapa kau tidak memberikannya langsung padaku?" ucapnya dalam hati.

"Apa kau benar-benar membenciku dan cucu kalian?"

Rasanya jika mengingat ucapan Ayahnya, dadanya terasa sesak. Kedua orang tua Loanna benar-benar tidak menginginkan anak yang sedang dikandungnya.

Isi dalam totebag adalah buku diari berwarna hitam. Loanna membolak-balikan buku tersebut sebelum membacanya.

"Kenapa Daddy memberikan ini?"

Saat lembar pertama dibuka, Loanna tahu jika itu bukan tulisan salah satu orang tuanya. Ia terkejut karena ternyata buku diari itu milik George.

Dia telah memiliki rasa padanya saat pertama kali bertemu dalam upacara pemberkatan Solena dan Justin.

"George, malang sekali nasibmu."

Loanna menutup kembali buku diari tersebut dan menyimpannya kedalam totebag.

"Mungkin aku harus mengunjungi makamnya setelah dari sini."

"Non, kita sudah sampai." ucapan polisi itu menggugurkan lamunan.

Kedua mata mengerjap menatap bangunan di depannya. Langkah kaki panjang melalui koridor rumah sakit menuju lantai tiga. Tempat di mana para wanita yang menjadi tahanan Nick melakukan tes kesehatan.

Pintu terbuka, kurang lebih ada lima belas wanita menoleh kearah Loanna. Tak terkecuali Clara dan Barbara. Ada senyum merekah dari bibir Clara melihat Loanna masih hidup. Berbeda dengan Barbara yang memasang wajah menjengkelkan. Bagaimana pun mereka berdua tidak pernah akur karena rasa iri dari salah satunya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

El SalvadorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang