Chapter 5

10 2 5
                                    

DISCLAIMER

The characters, places, and events appearing in this work are fictitious. Any resemblance to real persons, living or dead, is purely coincidental.

 Any resemblance to real persons, living or dead, is purely coincidental

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Play the BGM for the better experience!]
BGM by kowco

Giaccarini Franco © FIRSTYRN

.
.
.
.

CHAPTER 5

Empat hari berturut-turut, siang hari di Leiden terasa seperti malam. Matahari mungkin mengambil jatah liburnya. Langit selalu mendung seak pagi buta, kemudian derasnya hujan akan mengguyur seisi kota sejak waktu makan siang hingga sore hari. Ruang-ruang kelas yang selalu temaram membuat siapa pun ingin meringkuk di bawah selimut sambil mendengarkan suara gemuruh langit, tak terkecuali Tere Munez. Satu hal yang dapat dipastikan Giaccarini, saat semua orang masih bermimpi, lelaki itu biasanya sudah menampilkan kesan sempurna di pagi hari, lengkap dengan setelan jasnya yang selalu bersih. Namun, dua hari terakhir Tere Munez bangun lebih lambat dari beberapa orang.

Siang ini kelas berakhir lebih cepat. Dulu Tere Munez akan selalu memintanya itu mengikuti lelaki itu ke mana-mana, tetapi tidak setelah Giaccarini memuntahi ujung pantofelnya. Tidak hanya kutu busuk, Tere Munez kini melihatnya sebagai mahasiswa jorok sampai enggan berdiri berdekatan dengannya sejak hari itu, seakan Giaccarini siap kapan saja untuk memuntahinya. Lelaki itu memang masih bertanggungjawab atas dirinya. Setidaknya menurut Tere Munez, lelaki itu harus mengawasinya paling tidak sampai Giaccarini menyelesaikan separuh semesternya dengan tenang. Namun, lelaki itu melakukannya dengan seminimalis mungkin dengan memberikan jarak tak kasat mata setiap mengajaknya berbicara, seperti kali ini.

"Kau belum memutuskan ingin mengikuti klub atau organisasi tertentu?" Tere Munez bertanya. Suaranya nyaris teredam tetes hujan yang berjatuhan dengan derasnya di luar sana. Ditambah, kericuhan beberapa mahasiswa yang berlalu lalang hingga berlari menerobos hujan demi menjemput makan siang masing-masing, turut menindih suara Tere Munez.

Giaccarini memasukkan buku catatannya ke balik jas. "Maaf, aku masih mencoba memikirkannya," jawabnya.

Bohong, tetapi tidak juga.

Sebenarnya Giaccarini tidak mencoba memikirkannya sama sekali. Ia tidak berniat mengikuti klub atau kegiatan lain di luar kelas yang bisa dilakukan untuk memperkaya isi kepalanya, tetapi ia tahu bahwa cepat atau lambat akademi ini akan merekomendasikannya untuk mengikuti sesuatu, alih-alih berbaring di ranjang ketika orang-orang sibuk. "Aku akan memikirkannya," ulang Giaccarini.

Tere Munez mengamati wajah murungnya selama beberapa saat-atau mungkin bintik-bintik di sepanjang garis pipinya. "Aku ingin mengajakmu masuk ke lab kami, tapi sepertinya kau belum membutuhkannya. Bergabunglah dengan klub belajar Stejah. Itu akan membantumu mengerti silabus wajib. Mirip seperti kelas tambahan."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GIACCARINI FRANCOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang