[13] Saling Merindukan

44 3 0
                                    

Baca lebih cepat nggak pake nunggu sampe lumutan, di Karyakarsa-nya Qeynov ya, Pemirsah. Udah ada banyak chapter loh disana. Kuy didukung. Only 2000-2500 aja kok per-chapternya. 

*

*

Huft!

Rupanya menganggur ditengah belitan masalah itu rasanya sangat tidak nyaman. Ia jadi tidak mempunyai kesibukan disaat isi kepalanya sedang ramai-ramainya.

Mungkin ini lah alasan mengapa beberapa perusahaan menerbitkan adanya larangan berpacaran untuk karyawannya, khususnya pada karyawan didalam satu divisi yang sama—jawabannya pasti agar tidak terjadi penurunan kualitas kerja karena adanya masalah pribadi karyawannya.

Seperti dirinya..

"Hee?! Gue sama Mas Adnan kan nggak pacaran tapinya! Goblok lo, Cin!!" Makinya mandiri lalu membenturkan keningnya pada permukaan ranjang.

Ranjangnya yang empuk pun membuat kepalanya memantul. Alhasil, Cinta mengerang karena merasakan sakit pada batang lehernya.

"Cuman mikirin dia aja leher gue kecengkak! Wah, bawa sial nih Mas Adnan!"

Cinta kemudian merubah posisi tidurnya, yang semula tengkurap menjadi telentang. Ia mengangkat telapak tangannya. Merekahkan kelima jarinya sembari mengintip langit-langit kamar.

"Tapi kalau boleh jujur, gue sebenernya kangen.." Monolog Cinta, sendu.

Sebelum hatinya mengakui kekejaman sang atasan, tak peduli weekend sekali pun, hampir setiap hari ia dapat mengobati rasa rindunya pada pria itu.

Jangan tanya mengapa ia bisa bertemu Adnan meski dalam keadaan libur kerja! Sebagai calon menantu pilihan, pintu rumah pria itu selalu terbuka untuknya.

Walau terkadang mereka hanya berpapasan muka, bagi Cinta pribadi, perjumpaan sesaat itu sudah lebih dari cukup untuk mengobati rasa rindunya.

Namun sekarang.. Cinta teramat gengsi. Harga dirinya yang sudah hancur berkeping-keping, kini melarang keras dirinya untuk mengobral perasaan.

"Kenapa sih Mas Adnan harus sejahat itu?! Cinta kan jadi harus pura-pura kuat buat jauhan, huhuhu.."

"Argh!! Cinta sadar!! Taubat, please! Mas Adnan udah jahat! Nggak boleh dikangenin ya, Cin.."

"Huweeee..."

Andai tembok kamar Cinta dapat bersuara, mereka pasti akan mengutuk sikap labil si pemilik ruangan. Beruntungnya, penilaian tersebut tersampaikan oleh mulut Nirmala.

"Nggak jelas! Untung Bunda kepikiran buat ngecek kamu, Cin. Kalau nggak se-jam lagi kamu pasti udah jadi penghuni rumah sakit jiwa."

"Bunda.. Cinta loh lagi berjuang."

"Berjuang apaan kamu?" tanya Nirmala sembari membawakan makan siang untuk putrinya yang tengah dilanda patah hati, season ke yang tak terhingga.

"Berjuang buat nggak lari nyamperin Mas Adnan di kantor."

Nirmala pun memutar bola matanya.

Sulit, sulit!

Namanya juga cinta mati. Mulutnya saja berkata akan move on, ujung-ujungnya juga mentalnya mudah melemah.

"Orang kok nyari susahnya sendiri sih, Cin. Ada kesempatan emas tuh disabet. Duduk cepet.. Makan dulu. Anak semata wayang kayak kamu mati, nyari kemana coba gantinya yang kelakuannya percis kamu!"

Mas, Kawin Yuk?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang