8

577 160 20
                                    

_SD_

Malam hari, Leoze berdiri di balkon kamar menatapi langit malam yang banyak akan bintang yang menghiasi. Pikirannya agak kacau, dirinya selalu menatap langit untuk mengurangi rasa gelisahnya. Leoze baru saja selesai menerima telpon dari sang kakek dari ayahnya. Lelaki tua yang sudah hampir menginjak kepala 7 itu akhir-akhir ini selalu menuntutnya untuk segera berkunjung dengan membawa calon.

Sedari dulu Leoze selalu tak suka dengan keluarga dari sang ayah yang menurutnya itu keras kepala, suka menuntut, tak mau kalah dan juga angkuh. Berbeda dengan keluarga dari sang ibu yang terkesan damai dan mengayomi. Makanya Leoze selalu tak betah jika harus berkumpul keluarga dengan keluarga ayahnya.

"Mengapa semua orang menyebalkan? Tidak bisakah mereka membiarkanku hidup tenang? Tak bisakah mereka membiarkanku mencari kebahagiaan sendiri? Mengapa selalu aku dan aku?" Leoze memegang erat pegangan pagar balkon dengan perasaan kesal.

Merasakan lapar Leoze ingin pergi ke meja makan. Melihat jam di dinding kamarnya memastikan jika biasanya jam sekarang keluarganya sudah selesai makan malam. Leoze mengayunkan kakinya keluar kamar dan menuju meja makan. Tidak sesuai yang diharapkan, ternyata masih ada yang menempati dapur, Shani. Perempuan itu tengah berkutat dengan air panas, menuangkannya ke dalam gelas.

"Hai, kamu lapar?" tanya Shani sambil meneruskan aktivitasnya.

"Bukan urusanmu," jawab Leoze yang masih terdiam di tempat.

"Aku juga lapar dan belum makan. Mari makan bersama setelah aku selesai memberikan susu hangat kepada ayahmu," kata Shani.

"Tidak perlu aku akan makan sendiri dan jangan menggangguku," jawab Leoze.

"Tapi aku suka mengganggumu. Mari makan di luar jika kamu takut Ayahmu tau kita makan berdua. Aku akan pastikan Ayahmu tidak akan marah." Shani membawa segelas susu hangat ke kamar Gracio.

Leoze tak menganggap serius apa yang Shani katakan. Dia membuka tudung saji mendapati makanan yang masih cukup untuk dia makan. Leoze mulai mengisi piringnya sendiri dan duduk manis di kursi menikmati makanannya dalam keheningan. Baru beberapa suap makanan yang masuk ke dalam mulutnya, sebuah tangan menarik piringnya menjauh.

"Hei! Aku sedang makan!" tegur Leoze saat tau pelakunya adalah Shani.

"Bukankah aku sudah bilang kalau kita akan makan malam di luar berdua?"

"Aku tidak menjawabi 'iya' jadi kembalikan piringku!" Shani tak membiarkan piring itu diambil alih oleh Leoze.
"Tapi aku memaksa, masuk kamarmu dan segeralah berganti baju!" Perintah Shani dengan wajah yang galak.

"Kau gila? Bagaimana jika suamimu tau?!"

"Dia sudah tertidur! Dan kita aman. Segeralah. Berganti. Baju!" kata Shani penuh penekanan. Leoze berdecak kesal, tapi entah mengapa dia tetap menurut. Dia kembali ke kamarnya dengan sedikit mengomel karena acara makannya harus terpotong, padahal perutnya belum cukup merasa kenyang.

_SD_

Mobil Leoze melaju di jalan bersama mobil yang lain. Di dalam dia mengemudi dengan Shani yang bergayut tanpa ragu di lengan Leoze, dia nampak menikmati itu. Namun, sepertinya tidak dengan Leoze, dia hanya menampilkan wajah datarnya saja.

"Ah aku sangat merindukan hal ini. Berjalan berdua bersamamu lagi," ungkap Shani. Leoze menggerakkan lengannya berharap tangan Shani tak lagi bertengger. "Lepaskan Shan, jangan seperti ini. Ingat Gracio," kata Leoze.

"Gracio? Kamu hanya memanggil nama, bukankah dia ayahmu? Dimana panggilan Daddy itu menghilang?"

"Jangan mulai... ingat aku sekarang membencinya." Leoze meremas kemudi dengan perasaan kesal.

"Yahh, aku tau Zee. Tapi sampai kapan? Aku lelah melihat kalian terus saja beradu dan tak lagi akur."

"Sampai kapan pun, aku tak akan berhenti jika dia belum mendapatkan karmanya. Kamu kira aku akan merasa senang setelah tau dia mencintaimu dan ingin menikahimu? Kalau saja kamu tau sebenarnya aku ingin membunuhnya dengan tanganku sendiri disaat pernikahan tidak jelas itu terlaksana," kata Leoze dengan menggebu-gebu. Disaat dia mengingat sikap Ayahnya yang keterlaluan ingin sekali dia membunuh ayahnya sendiri.

"Huh, dan kamu juga pasti tau kalau aku tidak ingin masuk ke dalam drama pernikahan itu dan sekarang malah terjebak sebagai istri ayah mu. Kamu taukan kalau aku hanya mencintaimu? Tak bisakah kamu bersikap lembut kepadaku seperti dulu? Aku merasa... sakit saat kamu bersikap dingin. Aku butuh perhatianmu," ungkap Shani. Dadanya terasa sakit saat menjelaskan karena sikap-sikap Leoze yang kasar.

"Kamu sudah mendapatkan perhatian dari lelaki tua itu, tidakkah cukup?"

"Aku hanya ingin kamu, bukan dia! Kamu seharusnya tau itu! Jangan berlagak kalau aku menerima pernikahan itu dengan suka rela! Mengapa kamu jadi menyebalkan?!" Melampiaskan rasa kesalnya, Shani memukul-mukul lengan Leoze.

"Hei jangan seperti ini! Jangan sampai kita kecelakaan karena ulahmu!" peringat Leoze.

"Aku tak peduli. Aku akan dengan suka rela kecelakaan dan mati berdua denganmu. Daripada melihat kamu bersikap dingin dan mencari wanita lain!" jawab Shani.

"Wanita gila!" Desis Leoze.

Setelah menghabiskan beberapa menit dalam perjalanan, mobil Leoze berhenti di parkiran sebuah restaurant. Leoze mematikan mesin disaat mobilnya sudah terparkir rapi. "Jangan lupa bukakan pintu untukku," celetuk Shani sambil menambahkan olesan lisptik di bibirnya.

"Bibirmu terlalu merah," ucap Leoze melihat betapa merahnya bibir Shani, sudah seperti habis makan darah.

"Sengaja. Tujuannya agar aku bisa meninggalkan cap ditubuhmu dengan tebal. Haruskah kita bercinta saja di sini? Lupakan saja makan malam itu, makan saja aku," kata Shani menggoda.

"Ck, bercinta saja dengan kursimu itu," balas Leoze, lalu dia keluar dari mobil. Dia memutar dan membukakan pintu penumpang untuk Shani keluar. "Terima kasih sayang," ucap Shani sambil mengusap lembut wajah Leoze.

Mereka berjalan beriringan memauski restaurant dan mencari meja kosong. Tak lupa mereka juga memanggil pelayan untuk memesan. "Oke mari kita lihat, makanan pedas apa yang bisa kita pesan."

"Jangan pesan makanan pedas, kamu tak mungkin lupa kalau tak bisa makan pedas," peringat Leoze. Shani tersenyum mendengarnya, dia tak menyangka kalau Leoze masih memperhatikannya. "Ah ternyata kamu masih ingat. Oke, aku tidak akan memesan yang pedas," putus Shani. Dia mencari makanan lain untuk dipesan.

Leoze menghembuskan napas malas, menyenderkan punggungnya pada senderan dan bersedekap dada. Dia memilih memperhatikan sekitar yang cukup ramai.












Inpo selanjutnya part khusus, ada ninuninu.

Dah maap buat typo.

SEBUAH DRAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang