5

631 151 6
                                    

_SD_

Jep ajep ajep~ ajep ajep~ ajep ajep~

Suara dentuman musik diskotik terdengar di bar yang tengah Leoze singgahi. Dengan segelas minuman beralkohol yang dia genggam, matanya menatap malas banyaknya manusia yang tengah bersenang-senang malam ini. Sesekali Leoze memeriksa jam di tangannya. Bukan semata-mata dirinya datang kemari tanpa alasan, dia kali ini menunggu seseorang. Dia telah memiliki janji untuk bertemu. Dengan sekali tegukan minuman di gelas Leoze habis, bertepatan dengan seseorang yang Leoze tunggu datang.

"Malam, maaf aku datang terlambat. Aku harus menidurkan anakku terlebih dahulu. Apa kabar saudaraku?"

"Aku baik Dito," jawab Leoze. Mereka berpelukan sejenak sebelum kembali duduk.

Dito adalah saudaranya, anak dari Kakak, Ibu Leoze. Mereka sudah lama tak berjumpa sebab Dito yang telah menikah dan tinggal di Belanda, karena dia juga mendapat pekerjaan di sana. Dito datang kemari karna tengah berlibur, menuruti keinginan anaknya yang sudag menginjak umur enam tahun.

"Lama sekali kita tidak berjumpa dan kau sudah bertambah tinggi," kata Dito.

"Aku sedari dulu selalu lebih tinggi darimu jika kau lupa," balas Leoze yang membuat Dito terkekeh karena merasa benar dengan apa yang Leoze katakan.

Dito mengangkat tangannya ingin memesan minum, setelah pelayan datang dia menyebutkan pesananya, kemudian dia menyandarkan tubuhnya pada sofa empuk, sementara pelayan menjauhi mereka untuk menyiapkan pesanan.

"Jadi apa saja yang sudah terjadi setelah kejadian itu?" tanya Dito pada Leoze.

"Dia menjadi lelaki gila jalang dan aku sangat membencinya," jawan Leoze.

"Aku pun tak menyangka dia akan menjadi seperti itu. Oh iya, tentang kematian ibumu apa sudah ada titik terang?" tanya Dito kini terlihat serius.

"Belum, aku masih berusaha. Aku pasti akan berhasil menjebloskan dia ke penjara dan juga memberikan hukuman yang setimpal! Aku bersumpah!" Geram Leoze.

Tentang kematian ibunya bukanlah pure kecelakaan, tapi seperti ada yang sudah merencanakan, karena saat itu rem mobil yang dikendarai ibunya blong dan ada bekas potongan di sana, dan juga kejanggalan lain pada mobil.
Setelah lama menguliknya, akhirnya Leoze tau siapa dalang dari kematian ibunya. Awalnya Leoze tak percaya bahwa orang yang ada di dalam hidupnya justru telah melakukan hal jahat.

"Kau yakin, kau tega menghukum orang yang cukup berarti dalam hidupmu?"

"Mengapa tidak? Seberarti apa pun dia, kalau sudah menyakiti ibuku maka dia akan berurusan denganku. Kalau bisa, nyawa dibayar dengan nyawa," jawab Leoze dengan yakin.

"Jangan sungkan kalau kau butuh bantuanku. Aku juga harus ikut andil memberikan dia hukuman. Karena ibumu sudah seperti ibuku sendiri," kata Dito sambil menepuk sekilas bahu Leoze.

"Ya. Aku sudah menyusun rencana. Aku akan menghubungimu di waktu yang tepat."

Dito mengangguk samar lalu meneguk minumannya yang sudah dihidangkan padanya. "Bagaimana dengan ayahmu? Bukankah dia menikah dengan kekasihmu?" tanya Dito disusul dengan kekehan ringan. Dia tau cerita itu, tapi dirinya tak hadir di pernikahan yang berlasung kala itu. Karena menurutnya sangat tidak menguntungkan baginya.

Dengan sedikit kasar Leoze meletakkan gelasnya setelah kembali meneguk alkohol. "Aku benci dengannya! Dia lelaki bajingan yang tak punya hati! Sudahlah dia tak terlalu memperhatikan mommy dan sekarang mengambil kekasihku!"

"Aku juga tak menyangka dengan apa yang dia lakukan, entah apa yang dia pikirkan. Aku jadi menyesal dulu menyetujuinya dan mendukung untuk menikahi ibumu. Janjinya janji palsu!"

"Kalau saja aku tau kapan waktu itu ibuku akan menikah dengannya aku akan membatalkannya!" kata Leoze yang mulai melantur.

"Hahaha... ada-ada saja kau ini," tawa Dito. Dia memperhatikan saudaranya yang nampak muram, tidak seperti saudaranya yang dia kenal biasanya. "Kau bisa mencari pengganti kekasihmu, Zee. Kau masih muda," saran Dito.

"Susah. Aku saja tak tau apa aku bisa. Namun, dalam hati aku seperti belum ada niat untuk menghapus namanya meskipun aku merasa membencinya karena bersanding dengan ayahku," ungkap Leoze. Dia secinta itu dengan Shani, susah untuk menghilangkannya.

"Kau saat ini single Zee, kau bebas memilih perempuan mana pun. Manfaatkan ketampananmu itu," kata Dito. Dia bermaksud untuk mengurangi rasa sedih Leoze yang ditinggal oleh cintanya. Namun, Leoze hanya menggeleng menanggapi, seolah tak bisa melakukan hal itu.

"Sepertinya kau butuh liburan. Hidupmu selalu tentang bekerja dan saat ini galau karena cinta. Kau harus meluangkan waktu untuk mendingankan otak. Kapan-kapan datanglah menemui Kakek, dia sudah tua. Tak bisa jika berlama-lama naik pesawat pergi kemari menemuimu. Kaulah yang harus berkunjung," kata Dito.

"Akan aku usahakan," jawab Leoze seadanya. Memang dia sudah lama tidak mengunjungi kakeknya yang tinggal di Belanda. Kesibukannya bekerja dan juga jarak yang tak bisa dikatakan dekat, membuat Leoze jarang mengunjungi kakeknya yang berbeda negara dengannya itu. Mungkin benar, dia harus meluangkan waktu untuk mengunjungi kakeknya di lain waktu.

"Hem pastikan kau datang sendiri. Karena di sana banyak perempuan cantik," kata Dito dengan senyum nakalnya. Dia sudah cukup tua dan memiliki anak, tapi matanya ini masih saja seperti anak muda, yang setiap ada wanita cantik pasti dia lirik.














Jep ajep ajep~ ayo disko siapa tau dilirik Leoze.

Dah maap buat typo.

SEBUAH DRAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang