GIAW-6

2.8K 616 431
                                    

Palm & Pine Restaurant, Daher Reu.





"You're fine, right?"

"Did something go wrong?"

"Apa hari pertamamu sesulit itu?" Suara berisik yang saling bersahutan itu tidak mampu membuat Sasmita ikut menimpali obrolan antara sahabat-sahabatnya itu seperti biasa. "After all, I told you that working with Raden Kacaya is like giving up your entire future to something uncertain—"

"Kenapa?" Dan setelah satu jam berkumpul di Palm & Pine untuk menghabiskan waktu makan malam bersama, untuk pertama kalinya Sasmita menyahut.

Kelima sahabatnya langsung terdiam, sebelum salah satunya—yang sejak tadi sibuk mengoceh—menatap ke arah Sasmita sambil menumpu dagu dengan kedua tangannya. "Kalau itu Mas Harjuna dan Pangeran Martaka, percayalah kalau kami mendukung keputusanmu untuk bekerja di Gedung Kebesaran. Tapi, Raden Kacaya..." Wanita berpotongan bob itu menggelengkan kepalanya yang diangguki kedua sahabatnya yang lain.

Mendadak emosi yang sudah Sasmita coba tahan seharian ini kembali menyeruak ketika mendengar perkataan salah satu sahabatnya itu. "Ya, kenapa? Alasannya apa?"

Sudah 2 kali—hari ini—Sasmita mendengar kalimat yang kurang lebih sama, bahkan dari bibir Raden Kacaya sendiri yang membuatnya menahan perasaan marah, sedih, dan kecewa seharian ini.

"Are you asking because you don't know, atau hanya ingin mendengarkan realita itu sekali lagi dari bibirku sekarang?" Wanita itu berdecak saat Sasmita hanya terdiam—tidak memberikan respons apa-apa. "We all know that Raden Kacaya will never get the title as the legitimate heir. Dia sebenarnya bukan siapa-siapa di dalam Kerajaan juga, kan? Semua orang tahu kalau dia mendapatkan posisinya sebagai Head of Public Relation karena usahanya sendiri. See? Dia tidak punya power bahkan untuk mendapatkan pekerjaan di dalam Kerajaan.

"Posisinya di dalam Kerajaan jadi sangat ambigu. Selain ini—" Tangan wanita itu menunjuk ke arah wajahnya, merujuk ke wajah Raden Kacaya. "—aku pikir dia tidak memiliki hal lain yang bisa dipertimbangkan."

Sahabat Sasmita yang lain ikut menimpali, "Selain itu, dia juga tidak kelihatan menonjol. Maksudku dalam hal pendidikan, karir dan sebagainya—banyak orang yang berpikiran kalau dia tidak sepandai Pangeran Martaka dan Mas Harjuna."

"Masih ingat sebutan Raden Kacaya sebelum dia bergabung dengan A-List, kan?"

Kedua sahabat Sasmita mengangguk-anggukan kepala mereka bersamaan, "Orang Kerajaan yang tidak berguna."

"Dan, parahnya orang tidak berguna itu adalah orang yang harus kamu layani." Kedua mata Sasmita membelalak lebar. "Dari banyaknya pilihan anggota kerajaan, kamu tentu bisa memilih yang lebih baik dari Raden Kacaya, kan?"

"Kalian keterlaluan."

Sasmita kembali menutup mulutnya saat salah satu sahabatnya yang lain—yang sejak tadi diam saja—mendadak buka suara.

"Yang kalian kata-katai itu masih keturunan Raja, dan bisa-bisanya kalian mengatakan hal tidak masuk akal semacam itu di tempat umum seperti ini?"

Padahal, baru saja Sasmita memikirkan apa yang bisa saja terjadi kalau dia kehilangan kendali karena ucapan sahabat-sahabatnya ternyata berhasil memancing emosinya dan sekarang dia harus menenangkan sahabatnya—Keshwari—yang sedang mengomel panjang lebar sampai membuat beberapa tamu di Palm & Pine mengarahkan pandangannya ke meja yang mereka tempati.

"Udah, Ri. Please, jangan bertengkar di sini." Sasmita ikut berdiri dari kursinya, memegangi lengan Keshwari agar bisa membuat sahabatnya itu duduk lagi.

GIVE IT A WHIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang