GIAW-8

2K 518 448
                                    



"Handjoko pasti marah nanti."

Di belakang kemudi, Sasmita menggelengkan kepala dengan raut wajah yang kelihatan sangat yakin. "Nggak akan." Tatapan wanita muda itu mengarah ke jalanan Pusat Kota yang lengang.

"Aku maksudnya yang kena marah Handjoko," imbuh Raden Kacaya, setengah mendengkus geli.

Sasmita menahan senyumnya, "Sekarang gantian Abang yang ngelindungin aku. Kan, biasanya aku yang ngelindungin Abang..."

Mendengar ucapannya sendiri, Sasmita hampir tidak bisa menahan tawanya barusan.

Secara tidak langsung, apa yang dikatakan Sasmita memang benar adanya. Selain pengawal Kerajaan, orang terdekat yang paling bisa melindungi Raden Kacaya selama satu minggu ini menjabat sebagai Panglima Pusat kota adalah Sasmita.

Napas Sasmita mendadak terhela berat ketika ia mengingat kembali tugas dan pekerjaannya selama bekerja dengan Raden Kacaya.

Wanita itu sebenarnya sudah menduga ketimpangan yang akan terjadi setelah Raden Kacaya menggantikan peran Mas Harjuna di Gedung Kebesaran, tapi dia sama sekali tidak menyangka kalau perbedaannya akan sebesar ini.

Bayangkan saja, selama satu minggu ini Sasmita hanya diam di Gedung Kebesaran. Ini menjadi sesuatu yang mustahil karena dari apa yang dilihatnya selama ini dan apa yang dipelajari Sasmita akhir-akhir ini, pekerjaan Panglima Pusat Kota seharusnya berfokus di luar Gedung Kebesaran.

Sasmita masih ingat keluhan Mas Harjuna yang mengatakan kalau menjadi Panglima Pusat Kota adalah pekerjaan terberat, bahkan lebih berat dari posisi yang diemban Pangeran Martaka. Pria itu selalu bepergian ke wilayah-wilayah lain di Daher Reu, menghadiri berbagai macam acara di kota lain bahkan sampai ke luar negeri—istilahnya, tidak ada waktu yang dihabiskan Mas Harjuna di Gedung Kebesaran kecuali jika dia memang butuh untuk bertemu dengan Pangeran Martaka atau karena urusan lain.

Sementara itu, Raden Kacaya hanya menghabiskan seluruh waktunya—selama satu minggu ini—di Gedung Kebesaran dengan berbagai macam dokumen yang harus diperiksa dan ditandatanganinya—yang baru saja disadari Sasmita kalau itu bukan pekerjaan Raden Kacaya sebagai Panglima Pusat Kota.



"Kenapa ini ada di meja saya?" Sasmita meletakkan setumpuk dokumen yang dibagi ke dalam 3 map ke meja yang ditempati salah satu penasehat Dewan Kerajaan.

Wanita bernama Luka—si penasehat Dewan Kerajaan—agak terkejut sebelum kembali memasang raut wajah datarnya di depan Sasmita. "Itu tugas yang harus dikerjakan Raden Kacaya."

Are they joking right now?

Oke, ini memang kecerobohan Sasmita karena sebelumnya tidak memeriksa dokumen-dokumen yang diberikan penasehat Dewan Kerajaan yang mengatasnamakan tugas wajib Raden Kacaya. Tapi, apa semua ini tidak keterlaluan saat tadi Sasmita—iseng—memeriksa dokumen yang akan diberikannya ke Raden Kacaya dan menemukan kalau dokumen-dokumen itu tidak seharusnya dikerjakan oleh Raden Kacaya?

Bayangkan, selama satu minggu ini Sasmita memberikan tugas yang seharusnya tidak dikerjakan oleh Raden Kacaya.

"Tapi, ini bukan pekerjaan yang harus dikerjakan Raden Kacaya."

Luka mengerutkan keningnya, menatap seakan tidak memahami apa yang Sasmita katakan. "Itu tugas yang sama seperti kemarin."

Sasmita menghela napasnya panjang, "Carilah orang lain yang bisa kamu bodohi," ucapnya, mengabaikan teriakan Luka sembari dia berjalan keluar dari ruangan penasehat Dewan Kerajaan.

Dan Sasmita tahu kalau Raden Kacaya selama ini menyadarinya, tapi kenapa pria itu diam saja dan lebih memilih untuk menyelesaikan semuanya?

Pertanyaan semacam itu terus-terusan membayangi benak Sasmita seharian ini sampai akhirnya dia bicara dengan Raden Kacaya sebelum mereka memutuskan untuk pergi mencari makan malam bersama.

GIVE IT A WHIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang