GIAW-7

2.3K 574 483
                                    

Sejauh ini semuanya baik-baik saja.

Karena itu Raden Kacaya merasa khawatir setengah mati. Sudah seminggu ini Raden Kacaya menjabat sebagai Panglima Pusat Kota, menempati kantor barunya dengan segala rutinitas yang bisa dibilang menjadi pengalaman baru juga untuknya.

Anehnya, semua berlalu kelewat mulus dan baik-baik saja.

Kalau mau bicara soal pengalaman, ketika Mas Harjuna menjabat di bagian yang sama ini—Raden Kacaya ingat bagaimana Mas Harjuna mengeluhkan tugasnya yang kelewat banyak. Mengurus ini-itu, belum bertemu langsung dengan masyarakat Daher Reu, menemani Pangeran Martaka melakukan kunjungan ke sana-sini—semuanya berbeda dengan apa yang dirasakan dan dikerjakan Raden Kacaya sekarang.

Seminggu ini, dia hanya berada di Gedung Kebesaran dan mendatangi rapat bersama Dewan Kerajaan saja.

Bukannya Raden Kacaya tidak mencium keanehan itu, tapi dia lebih berpikir kalau hal itu adalah sebuah keuntungan yang besar untuknya.

"Semuanya sudah benar. Sudah seharusnya begitu."

Kedua alis Raden Kacaya terangkat tinggi saat melihat Sasmita kelihatan berdiri menguping di sela lorong yang memisahkan antara ruangan Raden Kacaya dan ruang Pangeran Martaka.

Ia buru-buru meletakkan telunjuknya di depan bibir waktu Dani kelihatan panik ingin menghampiri Sasmita yang masih fokus dengan apa yang dilakukannya dan tidak menyadari kedatangan Raden Kacaya.

"Selama Pangeran Martaka tidak tahu, saya pikir semuanya aman."

"Pangeran Martaka tidak akan tahu karena kita membuat seakan dia dilindungi dengan berada di sini. Saya juga memikirkan hal yang sama, kalaupun itu anak selir—hanya Mas Harjuna yang pantas berada di sisi Pangeran Martaka."

"Bukannya suara mereka terlalu keras untuk ukuran orang-orang yang ingin menyembunyikan semuanya dari Pangeran Martaka?" Raden Kacaya berbisik pelan, memastikan hanya Sasmita yang bisa mendengarnya setelah dia memutuskan untuk ikut menguping di sebelah adik sahabatnya itu.

Sasmita mengangguk, "Makanya... Bukannya aneh sekali—"

Senyum Raden Kacaya terulas geli waktu matanya bertaut dengan kedua mata Sasmita yang membelalak lebar. "Aneh memang," komentar Raden Kacaya, ikut menganggukan kepalanya.

Sasmita meringis singkat sebelum menjauhkan tubuhnya dari Raden Kacaya, berdiri tegak bak pengawal Kerajaan yang mengikuti Raden Kacaya pergi kemanapun.

"M... maaf..." Sasmita menyahut dengan terbata-bata, kepalanya tertunduk dalam seakan melakukan kesalahan besar.

"Instead of listening to such things, it is best to prepare, as our working hours are about to end." Raden Kacaya mengulas senyumnya, berusaha menunjukkan ke Sasmita kalau yang barusan terjadi bukan masalah besar untuknya.

Meski begitu, Sasmita masih kelihatan merasa bersalah. Kepala wanita muda itu tetap tertunduk dalam dengan jari-jari tangannya yang saling bertautan, menunjukkan kegugupannya.

Melihat hal itu Raden Kacaya menghela napasnya panjang, dia agak menyesali keputusannya untuk menjaili Sasmita yang ternyata sedang mendengarkan orang-orang Gedung Kebesaran tengah membicarakan tentangnya.

"Bisa ikut saya sebentar, Sasmita?"

Sasmita dengan cepat mengangkat kepalanya dan mengangguk pasrah, mengikuti langkah Raden Kacaya masuk ke dalam ruang kerjanya.

Sepanjang langkah, suara helaan napas berat Sasmita bisa didengar Raden Kacaya dengan jelas. Sudah bisa Raden Kacaya pastikan kalau Sasmita membayangkan hal yang tidak-tidak, semacam hukuman yang dia dapatkan karena ulahnya tadi dan sebagainya.

GIVE IT A WHIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang