Sudah lebih dari beberapa hari yang pada waktu itu diminta oleh si nimfa kayu.
Namun, alih-alih terusik atas kehadiran sang dewi. Sebaliknya, Qin Shi Huang menyukai dan menghargai kehadiran sang dewi di sisinya. Siapa yang menyangka, selain pandai menari dan bernyanyi; (Name) juga mahir dalam mengurus urusan negara?
Di minggu pertama, (Name) diperlakukan seperti tamu. Para pelayan dan penjara istana Qin sudah diberitahu bahwasannya sang dewi harus diperlakukan dengan hormat dan baik.
Di minggu kedua, (Name) mulai betah. Sesekali, ia menampilkan tarian dan nyanyiannya di hadapan publik. Semua orang menyukai dia.
Di minggu ketiga, (Name) mulai membantu Qin Shi Huang dalam urusan politik dan diplomasinya. Meski terlihat lugu, sang dewi nampaknya memiliki karisma unik dan mampu meyakinkan orang lain.
Minggu demi minggu berlalu, dan tanpa sadar, tahu-tahu sudah setahun lamanya (Name) membaur di antara para manusia.
Apakah sang dewi betah? Sangat. Di Tiongkok ini, (Name) dibebaskan melakukan apapun. Makan sepuasnya, tidur secukupnya, lalu ketika matahari turun membawa senja; ia akan datang ke singgasana sang Raja, bernyanyi dan menari dengan hati gembira.
Sebagai dewi, sudah sepantasnya ia mendapat perlakuan dan penghormatan paling layak dari para manusia. Akan tetapi, (Name) sadar diri kalau manusia itu sudah baik hati memberi tempat untuknya berteduh di negeri orang. Makanya, sebisa mungkin ia melakukan segala hal yang ia bisa untuk membantu sang Raja.
Seperti biasa, Qin Shi Huang mengamati sosok dewi yang menari dan bersenandung di hadapannya. Ia bertepuk tangan, tiada seharipun ia merasa bosan melihat keelokan sang dewi.
Bahkan jika harus dibilang ... sang Raja sudah jatuh hati.
"Qin Shi Huang." Sang dewi memanggil, senyuman lembut terpampang di wajahnya yang rupawan. "Mau coba menari denganku?"
"Aku tidak pandai menari," balas Qin Shi Huang. Akan tetapi, ia bangkit berdiri, beranjak turun dari singgasana berlapis emas dan kemudian berdiri tepat di hadapan (Name). "Rasanya 'kan tidak etis kalau aku menginjak kakimu nanti."
"Mou mantai," kata sang dewi dengan senyum yang tidak kunjung hilang. "Aku ajari."
"Lagipula, bukankah menari adalah salah satu hal yang harus bisa dikuasai oleh Raja? Kamu tidak mau belajar?" Lalu sang dewi meraih tangan kanan sang Raja, ia genggam erat-erat. "Bawa dirimu untuk menari, Rajaku. Aku akan bernyanyi. Untuk kita."
"Oh! Jangan remehkan aku!" Kini Qin Shi Huang yang menaruh telapak tangannya di pinggang sang dewi. "Bernyanyilah untuk kita, Nona (Name). Aku cepat belajar, kok."
"Benar, harus seperti itu. Percayalah pada dirimu sendiri."
Setelahnya, sang dewi menyanyikan satu senandung yang paling disukai sang Raja. Tubuhnya bergerak dengan bebas, pun sang Raja dengan kikuk mengikuti gerakan dewinya. Agak mirip seperti dansa yang dahulu pernah Qin Shi Huang lihat dilakukan oleh (Name) dengan salah satu tamunya dari negeri jauh.
Meski canggung--karena dia tidak terbiasa menggerakkan tubuhnya untuk menari seperti itu--sang Raja tampak menikmati. Di balik penutup matanya, ia tetap dapat melihat keindahan dan kecantikan paras sang dewi. Ia ikuti arahan sang nimfa kayu.
Semburat merah tipis terlukis di wajah mulus Qin Shi Huang.
Cinta, kah?
Iya. Sepertinya memang cinta.
"Kau memang hebat, semua orang mampu kau pikat." Satu kalimat itu diucapkan oleh sang Raja. Ia rangkul pinggul dewinya, lalu tubuh mereka ia putar seiring dengan nyanyiannya nyaris mencapai penghujung lagu. "Aku jadi yakin untuk memilih jatuh cinta padamu, Nona (Name)."
"Terima kasih." (Name) tertawa kecil sebagai jawaban ketika lagunya selesai ia nyanyikan. "Karena aku berhasil membuat Rajaku jatuh cinta, bolehkah aku memerintah atas Tiongkok?"
"Memang itu maksudku." Ia tidak melepaskan (Name) dari rengkuhan, tetap ia bawa untuk berdansa tanpa lagu; hanya diiringi percakapan intens antara keduanya. "Ayo, pimpin daratan Tiongkok bersamaku."
Ah. Akhirnya Qin Shi Huang berani menyiratkan pernyataan cinta.
Berbeda. Qin Shi Huang tidak seperti ayahandanya yang jatuh cinta hanya pada kecantikan ibundanya, yang pandai menari dan menyanyi dan mudah untuk ia tinggalkan. Sang Raja menilai sang dewi JAUH lebih dari itu.
Ia menyukai senyuman (Name), lalu gelak tawa yang lolos ketika Qin Shi Huang melempar canda, juga bagaimana ketika kedua alis sang dewi bertaut saat Ia mengerjainya.
Sang dewi tertegun sejenak. Candaan semata, kah? Atau, benarkah Qin Shi Huang sedang melamarnya? Sang dewi tidak yakin, makanya ia menjawab, "Memangnya boleh seorang nimfa kayu bersanding dengan Raja di mana semuanya bermula?"
"Dari mana kau mengetahui julukan itu?" Qin Shi Huang terkekeh, ia acak-acak pucuk kepala sang dewi. Langkahnya pun terhenti. Ia genggam erat kedua tangan sang dewi.
"Dari rintik hujan, juga daun-daun yang sekali lagi berguguran." Jawaban yang diberikan sang dewi memiliki makna dalam; mengingat sekali lagi daun berguguran yang mana artinya ia sudah ada di sana selama setahun.
Setahun ... bersama Qin Shi Huang. (Name) sampai lupa untuk pulang ke Olympus.
Sepasang netra itu kembali ditetapkan pada sang Raja. Ia buka penutup mata rajanya, kini keduanya saling bertatapan. "Aku serius, Ying Zheng." Nama aslinya dia sebut.
"Aku juga serius, (Name)." Untuk pertama kalinya dalam sepanjang tahun. Qin Shi Huang memanggilnya dengan nama saja. Tanpa embel-embel nona, atau Dewi. Senyumannya terlihat tulus, telapak tangan kanannya mengusap lembut pipi sang dewi. "Jadilah permaisuriku."
"Tapi. Aku bukan manusia." Jawaban itu menyiratkan keraguan.
Qin Shi Huang tetap tenang. Ia tatap lekat-lekat dewi dalam rengkuhannya. "Pernikahan antara manusia dan dewa bukanlah hal yang tabu."
"Atau kau tidak menyukaiku?"
"Aku suka kamu, tanpa keraguan."
Ujung bibir Qin Shi Huang terangkat. Kepercayaan dirinya naik pesat. "Itu sudah lebih dari cukup. Kalau begitu, terimalah aku."
"...." Sang dewi mengalihkan pandangan. Semburat merah pun sudah mulai terlihat jelas di wajah sang dewi.
"Ayo menikah." Sekali lagi, Qin Shi Huang menyatakan cinta yang langsung ia bungkus dalam ajakan pernikahan.
"Menikah?"
"Iya, menikah. Aku, Qin Shi--bukan, Ying Zheng. Melamarmu, nimfa kayu putri Dewa Apollo, (Name)."
Setelahnya sang Raja turunkan satu lututnya untuk menyentuh tanah, berlutut di bawah sang dewi. Ia tatap wajah dewinya yang selalu ia dambakan tiap hari. "Bersediakah kau menjadi permaisuriku?"
"Aku bersedia."
Qin Shi Huang tersenyum puas. Ia kecup punggung tangan sang dewi. "Aku akan menjadikanmu wanita paling bahagia di dunia ini, permaisuriku."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Autumn's Whistle « Qin Shi Huang x Reader » (Record of Ragnarok)
Fanfiction"Namaku ... (Name), putri Dewa Apollo. Aku turun dari Valhalla--tepatnya Olympus--untuk mampir ke Yunani, tetapi pendaratanku meleset dan aku terdampar di sini." Qin Shi Huang menganga lebar, seraya berusaha mencerna penjelasan sang dewi yang (menur...