38. Mencipta Jarak

137 25 0
                                    

Mata yang sedari tadi tertutup kini mulai terbuka perlahan, sungguh terasa sangat berat. Jimin melihat sekitarnya, ia masih berada di dalam kamar yang cukup redup karena gorden di jendela itu tertutup dan membatasi cahaya dari luar sana. Ia juga mulai menyadari satu hal bahwa pakaian yang dikenakan tadi sudah digantikan oleh pakaian lain. Sudah tak ada lagi bercak darah yang membekas dan mengering di bajunya.

Jimin menoleh melihat ke arah pintu kamar yang sedikit terbuka, cahaya dari luar sana masuk ke dalam kamar yang redup ini. Sepertinya ada seseorang yang tengah berbincang dengan sang suami di luar sana, ia dapat mendengarnya meski samar.

"...tapi, syukurlah kondisi bayi dalam kandungannya baik-baik saja..."

Hanya itu yang tertangkap dalam pendengarannya. Mendengar sang buah hati baik-baik saja, lantas ia mengusap perutnya dengan lembut juga membuat senyuman tercipta di wajah yang sedikit pucat itu. Suara mesin mobil yang pergi menjauh dari halaman rumah terdengar, mungkin seseorang yang ia tebak sebagai dokter, tadi sudah mengangkat kaki dari rumah ini.

Tak berselang lama Jimin menyadari bahwa pintu kamar kini terbuka lebih lebar, rupanya ada putri kecilnya yang tengah berdiri di ambang pintu tersebut. Dagu serta bibir mungil Minji gemetar, kedua matanya juga memanas, ia telah siap menangis menumpahkan air mata yang sudah menggenang itu.

"Hhuuaa~ Papa!!..."

Boneka yang setia dalam genggaman Minji dijatuhkan oleh sang empu seakan sudah bukan barang yang penting lagi ketika ia melihat Jimin sadarkan diri. Minji berlari memasuki kamar dan mencoba memanjat tempat tidur untuk ikut berbaring di samping sang Papa yang terbaring lemas.

"Sssttt— kenapa nangis? Papa baik-baik aja, sayang." Jimin mengusap lembut kepala Minji sementara wajah manis yang sama cantiknya dengan dirinya ini bersembunyi di dadanya.

Suara tangisan Minji yang terdengar sampai keluar kamar membuat Yoongi bergegas masuk ke dalam sana. Ia menghela napas lega melihat Jimin sudah sadarkan diri, tapi juga cemas mendengar Minji menangis sampai sebegitunya, lantas ia pun menghampiri mereka berdua berniat untuk menenangkan putri kecilnya tersebut dan membiarkan Jimin beristirahat lagi.

"Minji..." Tangan Yoongi meraih lengan yang tengah memeluk perut buncit Jimin.

"Minji nggak mau!" Minji segera menepisnya lalu ikut masuk ke dalam selimut yang tengah menghangatkan Papanya, mencoba bersembunyi dari sang Ayah.

Minji terus mengeratkan pelukannya pada raga yang tengah dirinya peluk erat ini. "Minji mau Papa, Ayah~!" rengek tangisan Minji dari dalam selimut yang menutupi seluruh tubuh mungil itu sendiri. Kata-kata itu terus terucap berulang kali bagai mantra untuk mengusir sang Ayah yang hendak menggendong tubuh mungilnya.

Yoongi beralih menatap Jimin yang terlihat enggan untuk melihat dirinya, bahkan tatapan mata indahnya itu mengarah entah ke mana yang pasti tidak akan melirik menatapnya balik. Ia menghela napas sebelum berusaha keras untuk menarik putri kecilnya keluar dari tempat persembunyiannya itu.

"Jangan ganggu Papa, sayang." kata Yoongi setelah berhasil menarik Minji keluar dari dalam selimut dan membawa Minji ke dalam dekapannya, meski tadi kepalan erat tangan mungil Minji tak mau lepas dari jemari Jimin yang tengah sang empu genggam erat.

Tangisan Minji yang semula mereda kini kembali terdengar kencang. Yoongi hanya tidak ingin Jimin terganggu apalagi oleh tangisan putri mereka ini. Minji terus memberontak di dalam gendongan sang Ayah, kakinya menendang di udara, meminta segera diturunkan namun tidak akan Yoongi kabulkan.

"Istirahat lagi ya, sayang..." Tepat saat melihat sang suami mendekat hendak mengecup keningnya, Jimin langsung menarik selimut yang hampir menutupi seluruh tubuhnya. Yoongi terdiam dibuatnya. Tentu ia tahu mengapa Jimin melakukan hal tersebut.

Baby Pumpkin II [Yoonmin] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang