𝙃𝙚𝙖𝙫𝙚𝙣-𝖿𝗈𝗎𝗋.

128 18 7
                                    

"Bagaimana dengan Suguru? Sekarang marak potongan rambut man bun, terkesan nakal. Tapi melihat perwakilan siswa yang mana murid teladan pake gaya potongan itu- UHHH!! Aku ngga bisa bohong, ketampanannya luber-luber Ouch!!" Utahime nyaris memasukan ujung sedotan dari gelas jusnya ke lubang hidung. Pembicaraan mengenai salah satu murid paling tenar di SMA Jujutsu kerap bikin lupa segalanya.

"Kami sekelas. Suguru sinting, mata ngantuknya kaya orang rutin mengosumsi marijuana. Engga cuma Suguru, dua lainnya juga sama, ngga waras. Kesampingkan tiga sekawan pengguna teknik kutukan terbaik itu... kau bakal nyesel bilang mereka tampan, " papar Mei-mei. Menyentuh bibir bawahnya dengan jari telunjuk, bergairah. "Nanami pengecualian, otot bisepnya yang besar jelas bikin aku menjerit," lanjutnya.

"Kalian mesum." Shoko akan terus mengelus dada tabah, tanpa bisa mewajarkan sikap dua rubah betina saat membicarakan laki-laki. "Dari pada mereka, bagaimana dengan Satoru? Stabilitas teknik kutukan tuan muda berada diurutan pertama, bahkan selalu," tambahnya antusias.

[ Name ] tercekat begitu Shoko bercerita tentang Satoru, entah dimana dia mendengar nama itu. Ah benar! Megumi bilang.

Lonceng cafe tempat mereka menghabiskan jam istirahat berdenting hampir dua puluh kali, hiruk pikuk pelanggan semakin membuat [ Name ] tak nyaman. Makin ramai, makin ia ingin pulang, baterai sosialnya terkuras. Jika bukan karena ajakan teman-teman barunya, [ Name ] mana sudi meninggalkan kelas. Ia sadar, waktu terbaik tidur siang jam istirahat, bagi si anti sosial sepertinya.

Puppis [ Name ] benci beradaptasi dilingkungan baru, sulit. Apalagi dengan catatan penyakit pikun parah buat [ Name ] terlampau malas berinteraksi dengan mahluk lain dimuka bumi.

Alih-alih menanggapi, fokus [ Name ] teralih pada tiga adam yang ciri-cirinya tengah dibicarakan, hendak keluar cafe. Pada pemilik rambut seputih Salju. Berkaca mata bulat hitam. Bukan main... kulitnya sebening es batu, terbilang jangkung ketika merunduk hendak melewati pintu.

Apa akhirnya [ Name ] akan terjerumus pada pembicaraan terkait laki-laki? Mustahil.

Biarpun wajar dikalangan para gadis, [ Name ] bukan tipe yang gampang melirik seseorang.

Kecuali dia benar-benar berarti, mungkin telah menetap lama dalam hati. Bukan semata-mata karena pahatan wajahnya yang rupawan, bahkan bila laki-laki itu dipuja wanita sejagad, [ Name ] menolak tau jika bukan, anak albino.

Tunggu, kenapa ia jadi kepikiran albino? Apa karena mimpinya akhir-akhir ini?

Albino membalas tatapan [ Name ] dari jauh, menarik ujung bibir tersenyum, melambaikan tangan akrab buat [ Name ] terkesiap munculkan rona tipis. 'Sok dekat'

"Atau kita sekelas yah?"

Utahime mengikut arah pandang [ Name], saat tau siapa yang ditatap gadis itu lamat-lamat nafasnya memburu hebat. "NAH!!!! NAH! SATORU baru diomong muncul, ngga usah umur panjang! Muak liat wajah sombongnya karena peringkat satu tiap tahun diangkatan kita. Ngga ngasih kesempatan murid lain, dasar!"

"Satoru yahh~ kata penggemarnya dia definisi paket lengkap, berbakat, cerdas, peka, lemah lembut. Yang paling penting apa? Visualnya gila, ku akui," oceh Mei-mei diangguki Shoko.

"Siapa yang ngga kesengsem sama dia? Kalian tau? Si sinting Satoru menduduki peringkat satu se'SMA kemampuannya. Hampir semua petinggi klan tunduk sama dia," terang Shoko. Diambilnya tisu untuk menyeka keringat, suhu kian panas saat menceritakan seorang Gojo Satoru.

[ Name ] mengangguk tentang siapa si albino tadi, teman sekelas yang katanya kebanggaan sekolah. Harusnya [ Name ] dapat mengingat info itu dihari ia pindah, ingatan buruknya adalah kelemahan. [ Name ] menghembuskan nafas, dunianya yang hitam putih buat ia kehilangan gairah tentang apapun. Bukan keinginannya, [ Name ] berani bersumpah potong jari telunjuk bahwa rasa bosan ini bukan karena malas.

𝐇 𝐄 𝐀 𝐕 𝐄 𝐍.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang