06

46 14 120
                                    

Di kediaman Arven kini tampak sepi, hanya terdapat Luna yang sedang berada di kamarnya. Semua orang nampaknya tengah sibuk dengan urusannya masing-masing di luar sana.

"Apakah papa tidak ada di rumah?" Luna bertanya-tanya, ia sungguh ingin keluar untuk mencari keberadaan Jenan.

"Sepertinya semua orang tidak ada di rumah," tebak Luna, pasalnya ia tak mendengar suara apa pun dari luar kamarnya.

Ia tahu pasalnya para pembantu akan datang saat pagi dan sore saja; ia pernah menanyakan hal tersebut pada Jenan secara langsung.

"Aku ingin keluar, tapi bagaimana caranya aku bisa keluar?" Luna berkali-kali mencoba membuka pintu, tetapi nihil, usahanya tak membuahkan hasil sama sekali.

Ia pun hanya pasrah dan duduk di sebelah lemari, tepat di bawah ventilasi yang sudah ditutup.

Luna duduk meringkuk karena frustrasi, tapi saat meringkuk, ia melihat dari celah lemari terlihat sedikit sinar yang masuk.

Karena penasaran, Luna pun sedikit menyingkirkan lemari tersebut. Dan betapa terkejutnya saat ia bisa melihat dari celah lemari yang ia geser, ternyata terdapat jendela.

Selama ini ia tak tahu jika di balik lemari tersebut terdapat jendela yang ditutupi.

Luna pun dengan semangat menggeser lemari yang menghalangi jendela tersebut. Dengan sekuat tenaga, Luna menyingkirkan lemari tersebut hingga keringatnya bercucuran.

"Tapi bagaimana membukanya? Ini sudah dipaku," lagi dan lagi Luna kebingungan untuk membuka jendela tersebut karena jendela tersebut sudah ditutup sempurna dengan paku dan kayu.

Luna mengedarkan pandangannya untuk mencari sesuatu yang bisa memecahkan kaca jendela tersebut, hingga pandangannya tertuju pada kursi kayu yang selalu ia gunakan saat melukis.

Luna pun mengambil kursi tersebut lalu dipukul-pukul kan pada kaca jendela tersebut hingga kaca tersebut pecah.

Prang...

Kaca tersebut mulai pecah sedikit demi sedikit, Luna pun kembali memukul kaca jendela tersebut hingga seluruh kaca jendela pecah, tak meninggalkan serpihan tajam yang bisa melukainya saat keluar.

"Bagus, Luna," Luna mengapresiasi dirinya sendiri setelah bisa memecahkan kaca tersebut dengan usahanya sendiri.

Karena kegembiraan Luna, tanpa Luna sadari, seseorang sedang menuju ke kamar Luna.

Clek...

Pintu kamar Luna dibuka oleh seseorang, membuat tubuh Luna seakan membeku. Dengan hati-hati, Luna berbalik untuk melihat siapa orang yang telah membuka pintu kamarnya.

"Sudah berani kamu, hah?" orang tersebut adalah Arven. Ia berucap penuh penekanan, menahan emosinya yang meluap-luap.

"Luna ingin mencari kak Jenan, pa," Luna berucap dengan rasa takut yang menguasai dirinya.

Tanpa ada sepatah kata pun, Arven mendekat pada Luna lalu menggenggam lengan Luna dengan erat.

"Ikut papa," ucap Arven penuh penekanan. Arven menyeret paksa Luna ke ruang lain untuk sementara agar Luna tak bisa kabur.

"Kalau kamu sampai kabur, Jenan akan habis di tangan papa," ancam Arven lalu membanting pintu kamarnya dengan keras. Tak lupa, Arven juga mengunci pintu kamarnya.

Brak...
Brak....

"PAPA, LUNA INGIN BERTEMU KAK JENAN!" Luna menggedor-gedor pintu, berharap Arven membuka pintu untuknya.

Tapi nihil, seakan tuli, Arven tak mendengarkan teriakan Luna walau mendengar Luna menangis meraung-raung.

.
.
.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

wingless butterflyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang