04

73 16 201
                                    

Pukul sebelas malam dikediaman Arven terdengar suara tangisan dari Luna, ia sedari tadi mencari keberadaan Jenan yang tak kunjung datang untuk sekedar menemani nya melukis seperti biasanya.

"Sayang kamu jangan nangis, nanti papa jemput kak Jenan" Arven sedari tadi mencoba menenangkan Luna yang terus menerus menangis.

"Tapi kak Jenan, dia udah janji mau nemenin Luna melukis" Luna menyeka air matanya, ia mengadu pada sang papa akan janji Jenan yang tak ditepati.

"Iya, besok kak Jenan nemenin Luna melukis" Arven mengusak rambut Luna untuk memberikan ketenangan.

"Janji" Luna mengulurkan jari kelingking nya untuk mengikat janji pada sang papa, ia tak mau jika janjinya akan diingkari lagi.

"Iya janji, sekarang kamu tidur" Arven juga mengulurkan jari kelingking sebagai tanda jika perjanjian nya akan ditepati.

Setelah Luna tenang, Arven pun menemani Luna untuk tertidur, ia mengusap usap surai panjang Luna untuk memberikan ketenangan. Saat dirasa Luna sudah tertidur, dengan hati hati Arven meninggal kamar Luna.

Arven sekarang mencari keberadaan Devi untuk mengetahui keberadaan Jenan sekarang, ia harus menemui Jenan apapun caranya demi Luna.

Brak...

Arven membuka ruang kerja Devi, ia menghampiri Devi dengan marah.

"Kenapa lagi tuan Arven, saya sudah muak dengan emosi anda" Devi berdiri dari kursi kerjanya, ia menghampiri Arven yang berdiri dengan penuh amarah.

"Kamu pasti tau kan dimana keberadaan Jenan?, cepet suruh dia pulang atau saya akan buat Jenan menerima akibatnya!" Ucap Arven penuh penekanan, ia sungguh tidak berani membentak atau marah pada Devi yang selalu mengancam akan membuat nya bangkrut dalam hitungan detik saja.

"Saya muak dengan anda yang membedakan bedakan kasih sayang, apa anda tidak tau Jenan menderita karena anda, begitu pun dengan Luna yang terkekang. Anda terlalu menekan ego anda sendiri" ucap Devi yang sudah lelah memendam semua unek unek nya yang terpendam belasan tahun.

Devi juga sering menggunakan bahasa formal pada Arven dan menganggap hanya rekan bisnis saja untuk memendam rasa cintanya sendiri yang sudah berlebihan hingga, selama ini ia hanya diam saja melihat perlakuan Arven pada kedua anaknya.

"Gak ada yang salah, yang saya lakukan sudah benar" jawab Arven dengan penuh keyakinan.

"Dulu saya sangat mencintai anda karena kasih sayang dan kepribadian anda yang sangat baik. Sekarang lihat lah anda, anda tak ada bedanya dengan seorang bajingan dengan amarah yang meluap luap" Devi menatap Arven dengan matanya yang berkaca-kaca, ia sangat mengingat betul dengan kepribadian Arven yang sangat penyayang dan tulus pada semua orang.

"Seharusnya kamu sadar, aku melakukan ini demi kita semua" lagi dan lagi Arven selalu menjawab dengan alasan yang sama, ia selalu beralasan melakukan ini semua demi keluarga nya.

"Apa anda bilang?, demi kita semua?. Anda tidak bisa melihat jika kita semua menderita. Lihat Jenan, tubuh nya banyak sekali luka luka yang kamu berikan. lihat Luna dia selalu kesepian, dan saya..." Mata Devi yang sedari tadi membendung air matanya kini tak lagi bisa dibendung, air matanya menetes begitu saja tanpa seijin nya.

"Saya sudah lama kehilangan rasa cinta saya pada anda. orang yang saya cintai kini sudah tiada dan kini... Kini orang itu tergantikan oleh orang lain yang sangat kejam" suara Devi bergetar, pertahanan nya runtuh. Ia tak lagi bisa berpura pura kuat saat mengingat tentang Arven yang sangat berubah.

"Terserah kamu mau ngomong apa, yang pasti aku sangat yakin jika sikap ku yang sekarang demi kebaikan kalian semua" ucap Arven lalu meninggalkan Devi.

Devi menangis sesenggukan setelah Arven pergi, ia sungguh putus asa menjelaskan semuanya pada Arven yang sangat keras kepala dan sangat yakin dengan sikap nya selama ini adalah benar.

wingless butterflyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang