2. 𝐆𝐄𝐋𝐎𝐎𝐅 𝐍𝐈𝐄𝐓

36 1 0
                                    

"Papa, boleh Kaluna bicara?"

"Saya bukan papa kamu. Berhenti memanggil saya papa, saya membenci kamu."

Kaluna terdiam, ia masih diselimuti rasa kebingungan dengan Semuanya. Apa yang membuat papanya sangat membenci dirinya dan apa yang membuat papanya ikut membenci mamanya. Tidak ada sedikitpun masa lalu yang Kaluna tau, sejak ia kecil ia hidup dengan kesunyian bersama sang Nenek yang sekarang sudah tiada.

Haruskah ia mencari tahu semuanya sendiri? Tapi, dengan apa. Kaluna benar-benar butuh Neneknya saat ini.

"Apa alasan papa benci Kaluna? Apa yang sudah Kaluna buat di masa lalu sehingga membuat papa membenci Kaluna?"

Bryan mengalihkan pandanganya dari laptop, ia menatap Kaluna yang terdiam dengan tangan membawa secangkir teh untuk dirinya. Inilah rutinitas Kaluna setiap hari, ia akan membuatkan papanya teh hangat. Diterima atau tidaknya Kaluna tetap melakukan hal itu setiap harinya.

"Kamu tidak perlu tau mengenai masa lalu, yang jelas saya tidak suka kamu hadir di kehidupan saya. Seharusnya kamu yang pergi bukan dia."

"Tolong beritahu Kaluna siapa dia yang papa maksud. Kaluna tidak paham apa yang papa ucapakan."

"Sekarang kamu pergi atau saya seret keluar? Saya tidak suka di tanya-tanya!"

"Tapi pah-"

Bryan menggebrak meja kerjanya dengan kuat sehingga beberapa barang terjatuh. Seketika Kaluna terkejut dengan perbuatan Bryan.

"SAYA BILANG KELUAR KALUNA! JANGAN SAMPAI SAYA MAIN TANGAN SAAT INI JUGA."

"Kamu dengar baik-baik ucapan saya, jangan pernah beraninya kamu bertanya masa lalu kepada saya ataupun Leona. MENGERTI KALUNA?!"

"I-iya pah, Kaluna mengerti. Kaluna pamit, jangan lupa diminum teh hangat nya."

Setelah meletakkan teh hangat di meja, Kaluna segera pergi dari hadapan Bryan yang terlihat marah. Menutup pintu dengan rapat kembali, dibalik pintu Kaluna terdiam sejenak memikirkan apa yang akan terjadi kedepannya nanti.

Semuanya terasa sangat berat bagi Kaluna untuk menjalankan hidup yang terus menghantamnya dengan masalah yang terus-menerus berdatangan. Untuk saat ini ia berharap kehidupannya menjadi normal dengan keluarga yang harmonis tanpa adanya keributan disetiap harinya.

"Kamu belum tidur, Kaluna?"

Leona menepuk pundak Kaluna pelan. Kaluna menoleh saat sang mama menatapnya dengan tatapan bertanya. "Belum ma, tadi Kaluna antarkan teh untuk papa."

Leona mengangguk mengerti. "Ada apa dengan papamu? Dia berbuat kasar?"

Kaluna menggeleng pelan, Leona mengajak Kaluna untuk ikut bersamanya. Leona membawa Kaluna ke ruang tamu lalu menyuruh Kaluna untuk duduk disampingnya.

"Mau cerita sama mama? Hari ini gimana disekolah?" Leona mengusap surai panjang milik Kaluna yang tergerai indah.

Kaluna menatap mamanya dengan senyuman yang selalu menghiasi wajahnya. "Sekolah Kaluna baik-baik aja ma, tapi hari ini Kaluna capek."

"Capek? Karena apa? Sini cerita sama mama apa yang membuat anak kesayangan mama capek hari ini."

Kaluna mengalihkan pandanganya ke arah lain, ia menahan sesuatu agar tak keluar. Sungguh ia membenci dirinya yang mudah menangis jika bersama Leona. Dunianya hancur, kehidupannya berisik oleh caci-maki dari sang papa, tetapi Tuhan memberikannya seseorang yang sangat berarti di hidupnya. Leona, mama yang sangat berarti bagi Kaluna, tidak ada yang bisa menggantikan mama di kehidupannya.

"Sayang? Nangis aja gapapa, nangis di depan mama ya biar mama bisa merasakan apa yang Kaluna rasakan saat ini. Bagi kesedihan Kaluna pada mama, mama juga ingin merasakannya bersama Kaluna."

𝐆𝐄𝐋𝐎𝐎𝐅 𝐍𝐈𝐄𝐓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang