Pertemuan Yang Tak Terduga

8 0 0
                                    

Pagi itu, cuaca terasa berbeda. Langit biru tanpa awan, sinar matahari yang menyinari kota membuat hari terasa lebih cerah dari biasanya. Andi, yang sudah terbiasa dengan kebisingan jalanan, merasakan sebuah dorongan optimisme yang tak biasa. Setelah merapikan motor dan membuka aplikasi ojek online, Andi menatap layar ponselnya, berharap hari ini berjalan lancar. Namun, entah kenapa, ada firasat lain yang membuatnya merasa hari ini akan membawa sesuatu yang lebih dari sekadar rutinitas.

Setelah beberapa jam bekerja, membawa penumpang dari satu tempat ke tempat lainnya, Andi memutuskan untuk istirahat sejenak di sebuah taman kecil di tengah kota. Taman itu tidak besar, namun memiliki pohon-pohon rindang yang memberi keteduhan bagi orang-orang yang lelah. Andi duduk di bangku kayu di bawah pohon besar, membiarkan embusan angin menerpa wajahnya yang lelah.

Tiba-tiba, bunyi notifikasi pesanan terdengar dari ponselnya. Andi mengeluarkan ponselnya, dan seketika jantungnya berdegup kencang. Nama yang muncul di layar terasa sangat familiar-Sari. Nama itu membuatnya tertegun sejenak, tidak percaya bahwa wanita yang selama ini mengisi pikirannya mungkin akan duduk lagi di boncengan motornya.

"Apa mungkin ini Sari yang sama?" pikir Andi, berharap bahwa firasatnya benar. Tanpa berpikir panjang, Andi segera menerima pesanan itu dan melaju menuju lokasi penjemputan. Degup jantungnya semakin cepat, dan ia mencoba menenangkan diri, meski hatinya berkata bahwa pertemuan ini tak sekadar kebetulan.

Saat Andi sampai di depan gedung perkantoran, ia merasa gugup seperti orang yang akan menjalani wawancara kerja. Pemandangan gedung-gedung tinggi di sekelilingnya memperkuat perasaan asing dalam dirinya. Andi menunggu dengan sabar, meski pikirannya penuh dengan spekulasi.

Pintu otomatis di depan gedung terbuka, dan di antara kerumunan orang-orang berpakaian formal, muncullah sosok yang membuat hati Andi berdetak lebih kencang. Sari, dengan langkah anggun, mengenakan blazer putih dan rok hitam, berjalan dengan percaya diri menuju arah Andi. Wanita itu tampak lebih cantik daripada terakhir kali ia lihat, dengan rambut hitam yang terurai rapi dan sepatu hak tinggi yang berkilauan di bawah sinar matahari.

Saat mata mereka bertemu, Sari tersenyum, dan jantung Andi seperti berhenti berdetak sejenak. "Andi, kan?" suara lembut Sari memecah keheningan di tengah keramaian.

Andi tersenyum kaku dan mengangguk. "Iya, Mbak Sari. Siap antar lagi," jawab Andi, meski di dalam hatinya, kata-kata itu terasa tak cukup untuk menggambarkan kegembiraannya.

Ketika Sari menaiki motor, Andi merasa jantungnya semakin berdebar. Sari kali ini memegang erat jaket Andi, berbeda dengan sebelumnya. Sentuhan itu membuat Andi sedikit gemetar, tetapi ia berusaha untuk tetap fokus pada jalan di depannya. Di tengah perjalanan, Andi terus berusaha mengabaikan debaran hatinya, meski setiap kali angin membawa aroma parfum Sari, ia tak bisa menahan perasaan yang semakin tumbuh.

Tak lama kemudian, mereka sampai di sebuah kafe kecil di pinggiran kota. Kafe itu memiliki suasana tenang, jauh dari hiruk-pikuk jalanan. Dengan desain interior kayu yang sederhana namun elegan, kafe ini seolah menjadi tempat pelarian dari kesibukan kota besar.

"Makasih ya, Andi," Sari turun dari motor dan tersenyum lagi, lalu tiba-tiba berkata, "Kamu mau masuk? Aku traktir kopi."

Andi tertegun. Tawaran itu tak pernah ia bayangkan. "Apa benar dia ingin aku ikut? Atau sekadar basa-basi?" pikir Andi. Namun, rasa ingin tahu yang besar tentang Sari membuatnya mengangguk. "Boleh, Mbak."

Di dalam kafe, mereka duduk di meja dekat jendela besar yang menghadap ke taman. Sari memesan dua cangkir kopi, sementara Andi masih merasa canggung. Matahari yang masuk melalui jendela memberikan kehangatan, tetapi suasana di antara mereka masih terasa sedikit formal.

Sari memulai percakapan, "Kamu udah lama kerja jadi driver ojek online?"

Andi tersenyum tipis, "Udah lumayan lama, Mbak. Lumayan buat nyambung hidup, tapi ya nggak selalu gampang." Ia bercerita tentang rutinitasnya, tentang bagaimana setiap hari adalah perjuangan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sari mendengarkan dengan seksama, sesekali mengangguk, matanya penuh perhatian.

Sari kemudian menatap jendela sejenak, seperti sedang berpikir, sebelum berkata pelan, "Kamu pernah ngerasa nggak, Di... kalau hidup ini kayak berjalan tanpa arah? Kadang aku ngerasa gitu."

Andi menatap Sari dengan sedikit bingung, "Maksud Mbak?"

Sari tersenyum, tapi kali ini senyumnya tampak sedikit getir. "Ya... kayak kerja terus, sibuk, tapi kadang nggak tahu buat apa. Kadang aku mikir, apa yang aku cari di hidup ini."

Andi terdiam. Kata-kata Sari seolah menggambarkan perasaannya sendiri. Sebagai pengemudi ojek yang hidup dari satu pesanan ke pesanan lain, ia juga sering merasa bahwa hidupnya berjalan begitu saja tanpa arah yang jelas. Namun, mendengarnya dari Sari, wanita sukses yang tampak memiliki segalanya, membuat Andi merasa ada sesuatu yang lebih di balik semua kesempurnaan itu.

Sejak pertemuan itu, Andi merasakan sesuatu yang berbeda setiap kali ia melihat nama Sari di ponselnya. Pertemuan-pertemuan mereka tidak lagi sekadar antar-jemput. Setiap kali Andi mengantarkan Sari, percakapan mereka semakin dalam. Sari mulai bercerita tentang masa kecilnya, tentang bagaimana ia tumbuh di keluarga yang menekankan kesuksesan dan prestasi, membuatnya selalu merasa harus mencapai lebih. Andi mendengarkan dengan perhatian penuh, meski dalam hati ia merasa semakin kecil di hadapan Sari.

Namun, perasaan itu tak bisa Andi elakkan. Setiap kali mereka berbicara, setiap senyuman yang Sari berikan, membuat hati Andi bergetar. Andi tahu bahwa jarak di antara mereka terlalu besar-bukan hanya soal status sosial, tetapi juga impian dan realita yang berbeda. Sari adalah wanita karier sukses dengan masa depan yang cerah, sedangkan Andi hanya seorang pengemudi ojek yang hidup dari hari ke hari.

Meskipun begitu, Andi tak bisa menahan perasaannya. Meskipun ia tahu bahwa cintanya mungkin tak akan pernah terbalas, ia tak bisa menghindari kenyataan bahwa setiap pertemuan dengan Sari semakin memperdalam perasaannya. Senyum Sari, cara ia berbicara, bahkan tatapan matanya yang kadang tampak begitu penuh rahasia, semuanya membuat Andi semakin terjebak dalam perasaan yang ia sendiri tak tahu harus bagaimana menghadapinya.

Takdir di Jalanan KotaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang