|| prolog ||

24 2 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...

Di atas campervan yang sederhana, kami duduk bersisian, dikelilingi hening malam yang hanya sesekali dipecahkan oleh suara angin yang lembut. Langit malam membentang luas, penuh dengan bintang-bintang yang berkilauan seperti berlian kecil yang terserak di atas gelapnya kanvas. Bulan bersinar terang, seolah-olah ingin menyaksikan kami, dua pria yang saling mencintai tanpa syarat.

"Dan dari bintang manakah kamu turun?" tanyaku, menatap wajah mungil kekasihku yang tersenyum hangat, meski matanya hanya menatap kehampaan. Keindahan malam ini, yang dilihatnya bukan dengan mata, tapi dengan hati-itulah yang membuatnya istimewa.

Aku mengucapkan kata-kata itu dengan sepenuh hati, mencoba menggambarkan betapa berharganya ia bagiku. "Kamu adalah bintang yang mempesona di mataku."

Ia tak berkata apa-apa, hanya mendengarkan dengan senyuman kecil yang tak pernah hilang dari wajahnya. Bagiku, senyuman itu lebih terang dari bintang mana pun yang ada di atas sana. Aku mengecup lembut dahinya, dan ia tertawa kecil, tawa yang terasa seperti melodi yang menenangkan.

"Hei!," katanya, setengah terkejut tapi penuh canda.

Tawa kami bergema di tengah keheningan malam. Dalam momen sederhana itu, aku menyadari bahwa cinta tak membutuhkan sesuatu yang rumit. Kami tak memerlukan kata-kata indah atau hadiah mahal; kehadiran satu sama lain sudah lebih dari cukup.

"Dan dari planet manakah pacar manisku ini berasal?" tanyanya, menggodaku dengan senyuman.

Aku membalas godaannya dengan bisikan lembut, "Dari Pluto."

Ia terkekeh kecil, lalu mengecup pipiku. Aku menariknya ke pelukanku, memeluknya erat seolah ingin memastikan bahwa ia tetap di sisiku, selalu. Kami kembali menatap langit malam, menikmati keindahan yang begitu megah tapi juga begitu sunyi, seperti hati kami yang saling terhubung.

Cinta, seperti perjalanan panjang Pluto mengelilingi Matahari, bukan tentang kecepatan atau jarak. Itu tentang ketahanan, kesetiaan, dan cahaya yang tetap terpancar meski berada di kegelapan yang terjauh sekalipun. Kami adalah dua bintang kecil dalam semesta yang tak terhingga, namun dalam pelukan malam ini, kami adalah pusat dunia kami sendiri.

Langit yang indah malam itu mengajarkanku bahwa cinta sejati adalah tentang melihat keindahan, bahkan ketika itu tak kasat mata. Seperti kekasih mungilku yang hanya bisa merasakan langit melalui hatinya, aku belajar bahwa keindahan sejati terletak pada bagaimana kita memilih untuk merasakannya, bukan sekadar pada apa yang kita lihat.

Dan mungkin, cinta kami memang seperti Pluto-dianggap kecil, jauh, bahkan tak terlihat penting oleh sebagian orang. Tapi bagi kami, cinta ini adalah semesta. Sebuah perjalanan panjang, penuh tantangan, tapi dengan cahaya yang tak pernah padam, selalu ada untuk saling menerangi.

"Benar," pikirku dalam hati, sembari merangkulnya lebih erat.

Kisah kita memang seperti perjalanan Pluto-panjang, sulit, tapi tak tergantikan.

THE BLIND HEART'S REDEMPTION [OFFGUN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang