Aku bangun lebih awal dari biasanya. Untungnya aku sempat belajar masak dengan Mama. Entahlah rasanya gimana yang penting aku mencobanya daripada tidak sama sekali.
"Loh kok udah bangun?" tegur Ibu
"Iya Bu, mau masak buat ibu sama Mas Bima"
"Bima itu gampang kok makannya. Asal ada nasi sama sambel pasti lahap. Yang nyaman ya Nak disini. Ibu juga ibu kamu. Kalau ada apa - apa cerita sama Ibu, jangan sungkan"
Ibu membantu ku membuat sarapan.
Setelah selesai sarapan, kami pamit pada Ibu untuk keluar. Entahlah Mas Bima akan mengajakku kemana.
Siapa sangka Mas Bima mengajakku ke salon. Ia sendiri yang reservasi buatku. Katanya biar aku me time. Badanku biar nggak capek.
"Mas tapi ini lama loh. Mas nggak jenuh apa nungguin aku?" tanyaku
"Nggak, sudah masuk aja. Mas tunggu disini"
Setelah tiga jam berlalu. Aku keluar mendapati Mas Bima sedang menerima telpon. Ku bayar terlebih dulu.
"Siapa Mas?" tanyaku begitu Mas Bima menutup telponnya.
"Adek minta dijemput di stasiun"
"Adeknya Mas Bima mau pulang? Kok Ibu nggak ngomong apa - apa"
"Ya begitulah. Anak itu memang seenaknya sendiri"
"Bentar ya Mas bayar dulu"
"Sudah aku bayar Mas. Ayo ke stasiun kasian adeknya nungguin lama"
Mas Bima melajukan mobilnya ke Stasiun.
"Aku tunggu disini aja ya Mas"
Mas Bima mencium keningku sebelum turun dari mobil. Karena gerah aku keluar dan membeli es teller.
Dari kejauhan terlihat Mas Bima sudah kembali bersama adeknya. Begitu melihatku ia langsung menyusul ku.
"Bentar ya Mas masih antri"
Melihatku yang kepanasan, Mas Bima memintaku ke mobil. Ia yang akan menunggu pesananku.
"Aduh" keluhku kala pintu mobil Mas Bima menghantam badanku
Adek Mas Bima sepertinya memiliki sifat yang berbanding terbalik dengannya.
"Sorry Sorry nggak lihat"
Tiba tiba saja bahuku di pegang dengan kedua tangannya.
"Diana?! Kemana aja kamu Di"
Mataku terbelalak ketika melihat sosok yang berdiri di hadapanku. Aku terdiam tidak bisa mengungkapkan sepatah katapun.
"Arga"
Ia langsung melepaskan kedua tangannya.
"Nih es, katanya haus" Mas Bima menyodorkan kantong plastik padanya
"Udah kenalan belum? Diana, istri Mas" sambung Mas Bima
Arga mengulurkan tangannya. Akupun menjabat tangannya.
"Mas pulang yuk, tiba - tiba kepalaku pusing" ajakku
Arga menyodorkan cup es padaku. Aku menggeleng kepala untuk menolaknya.
"Tadi bilangnya haus?" tanya Mas Bima sambil mengemudi
"Sini Ga, Mas satu"
Baru sekali minum, ku rebut cup dari tangan Mas Bima.
Mas Bima tertawa melihatku.
"Untungnya wisuda kamu Mas belum berangkat, jadi formasi keluarga kita lengkap Ga" ungkap Mas Bima
KAMU SEDANG MEMBACA
Pilihan Hati
Short StoryAku memilihmu sebagai tambatan hatiku. Karena kamu yang mampu mengisi kekosongan ku. Karena kamu yang bisa mengobati luka ku. Terimakasih telah memilih ku untuk menjadi tujuan hidupmu. -Diana Widya Putri- Sebuah cerita tentang Lika Liku perjalanan h...