Hai kar👋
Jangan lupa vote and komen
TT: devil.of.bullying
Happy Reading guys
***
Pabila semilir angin berhembus, harum mawar semerbak menusuk indra penciuman, membangkitkan rasa tenang, menciptakan posisi nyaman.
Terlihat seorang wanita tengah mengamati kedua anaknya yang asik bermain. Senyum merekah ia tampilkan untuk putra dan putrinya. Canda tawa yang dibuat oleh keduanya berhasil membawa sang mama merasakan kebahagiaan yang tak mampu untuk jabarkan.
"Mainnya hati-hati sayang," ucap wanita itu memperingati kedua anaknya.
Selagi kedua anaknya asik bermain, ia memilih menyiapkan cemilan untuk mereka. Berbagai makanan ringan ia tata dengan telaten di atas selembar kain putih yang menjadi alas mereka duduk.
"El, Reva, udah dulu nak mainnya. Ini cemilannya udah siap."
"Iya ma, sebentar."
Lalu mereka menghampiri sang mama dan ikut duduk bersamanya.
"Reva mau roti ma."
"Aku juga mau roti ma," ucap El, bocah umur 8 tahun.
Mereka kemudian memakan roti tersebut dengan sangat lahap. Sesekali mengobrol dengan diselingi guyonan receh yang tercipta. Ibu dan kedua anak tersebut terlihat sangat bahagia, senyum di wajah ketiganya tak pernah luntur sedikitpun.
Ice krim enak~ ice krim mantap~
"Mama, El mau ice krim."
"El mau ice krim? Bentar ya, mama beliin dulu. Kakak mau beli juga?"
"Iya ma, kakak mau yang rasa coklat."
"Kalau gitu, kakak di sini dulu jagain adek," ucap Syazwa.
"Siap ma," jawab Reva.
Kemudian Syazwa pergi meninggalkan mereka berdua untuk membelikan ice krim.
"Kakak ayo main kesana," ajak El sambil menarik narik sang kakak
"Mau kemana dek?"
"ke sana kak, main bola."
Akhirnya, mau tak mau Reva menuruti permintaan El. Mereka berdua bermain bola bersama sambil menunggu sang mama selesai membelikannya ice krim.
"Kakak tangkap bolanya!" seru El yang sudah dalam posisi menendang bola.
"Yah, bolanya pergi jauh," lesu Reva ketika tidak berhasil menangkap bola yang ditendang oleh adik laki-lakinya.
"Biar aku aja yang ambil kak."
El mulai berlari mendekati bola yang menggelinding ke tengah jalan. "Nah ini dia bolanya."
Namun, saat ia sedang dalam posisi jongkok mengambil bola, terlihat mobil sedan warna hitam melaju ke arahnya dengan kecepatan tinggi.
"El, awas!" teriak Reva.
Brakkk
Benturan keras antara kepala dan aspal mengalihkan atensi orang-orang sekitar, termasuk Syazwa yang sedang membeli ice krim tak jauh dari sana. Mobil tersebut tetap melaju meninggalkan korban yang tergeletak di jalan walaupun sang pengemudi telah menyadari perbuatannya.
Karena penasaran, Syazwa memutuskan untuk mendekat ke tempat kejadian perkara. Ia berusaha membelah kerumunan diantara orang-orang yang berada di sana.
Saat ia telah berhasil melihat korban, detak jantungnya seakan berhenti menyaksikan begitu banyak darah yang mengucur keluar dari kepala anaknya. Kakinya seakan tak mampu untuk menopang dirinya, air mata yang luruh dengan deras membasahi pipinya, tetap tak sebanding dengan derasnya darah yang mengucur di kepala anaknya. Buah hati yang selama ini ia rawat dengan sepenuh hati, kini pergi meninggalkannya tanpa pamit.
"Revaaa!"
"Bangun sayang! Ini mama nak," Syazwa berteriak histeris, tak perduli dengan orang-orang yang mengelilinya. Sekarang ia hanya ingin putrinya bangun dan membalas pelukannya.
"Kakak, bangun!"
"Bangun sayang, jangan tinggalin mama," ucap Syazwa sambil menggoyangkan tubuh putrinya.
"Buka mata kamu nak, lihat mama!" gumamnya tersendu-sendu.
"Kakak, jangan tinggalin El," ujar El yang memangku kepala sang kakak. Kini tubuhnya sudah dipenuhi oleh darah yang keluar dari pelipis Reva.
Di sisi lain, Syazwa masih tetap berusaha untuk menyadarkan Reva. Ia sangat syok dengan kejadian yang menimpa putrinya. Ia menyesal telah meninggalkan kedua anaknya, hal itu membuatnya harus kehilangan sosok putri kecil yang selama ini ia sayangi dengan sepenuh hati. Sepuluh tahun ia menjadi seorang ibu tidak pernah terfikir di benaknya akan kehilangan anak pertamanya. Sungguh, Syazwa menyesal tidak berada di samping Reva, walaupun hanya lima menit ia meninggalkannya.
"Revaaa!"
Langit tersentak dari tidurnya. Nafasnya tersengal-sengal, dengan badan yang gemetar. Peristiwa masa lalu yang begitu ia benci, kini kembali menghadirinya walau sekedar lewat mimpi. Peristiwa yang membuatnya harus kehilangan seorang kakak perempuan yang begitu sayang padanya. Kakak perempuan yang membuatnya merasakan bagaimana rasanya ditreat selayaknya raja. Orang pertama yang akan pasang badan ketika ia dalam bahaya, hal itu dibuktikan dengan peristiwa sepuluh tahun silam.
Sejak saat itu, separuh jiwanya seakan hilang ikut terbawa kematian. Kebahagiaanya sirna meninggalkan kenangan yang indah. Tiada lagi sentuhan hangat keluarga yang menyapa, semua hanya angan yang tak akan menjadi nyata.
***
❤️TO BE CONTINUED❤️Sekarang tau kan alasan El as Langit dibenci sama keluarganya
Kata-kata motivasi buat Langit dong👉
KAMU SEDANG MEMBACA
Devil Of Bullying
Teen Fiction"Berlian tetap berkilau walau dibawah tumpukan sampah"