BAB 5 - Pelangi

108 20 0
                                    

Hujan baru saja mereda, meninggalkan aroma tanah basah yang menyeruak ke udara. Dua orang itu duduk berdampingan di bangku kayu yang terletak di pinggir jalan dengan tubuh yang masih basah karena hujan.

"Lo kenapa ngikutin gue sih?" Nada melontarkan pertanyaan dengan nada masam, menatap laki-laki di sebelahnya dengan mata menyipit. Juan membawa jaket baru yang dia pinjam dari staff penyelenggara konser, memberikan jaket itu pada Nada. Nada menerimanya dengan senang hati, cuaca terlalu dingin untuk menolak sebuah jaket hangat.

Nada sudah bilang akan pulang, namun Juan malah mengikutinya hingga keluar gedung. "Katanya leluhur gue nih," ucapnya, dengan ekspresi sok serius sambil mendekatkan wajah ke arah Nada. "Perempuan nggak boleh jalan sendirian malem-malem. Nanti ada makhluk lain yang ngikutin,"

"Lo makhluknya!" ujar Nada ketus.

"Di bilangin nggak percaya!"

"Di Milan mana ada setan kecuali lo?" Nada menanggapi ucapan konyol Juan dengan ketus.

"Lo kira Milan dunia lain apa? Milan sama aja kaya Indonesia,"

"Iyain biar cepet," Nada membuang muka kesal. Tidak ingin menanggapi Juan, dia berdiri sambil celingukan mencari taksi di jalanan yang sepi. Nada semakin menjauh dari bangku kayu, mendekati jalan raya untuk menunggu taksi agar lebih cepat.

Namun bukannya menemukan taksi, Nada hanya menemukan semilir angin malam yang semakin menusuk kulitnya. Malam telah mengundang sepi. Lampu-lampu kedai sepanjang jalan, satu persatu mulai dipadamkan. Beberapa cafe menutup rolling doornya membuat suara aneh dari besi yang berderit. Jalanan yang basah dan becek memantulkan cahaya lampu jalan yang temaram, menciptakan bayangan samar yang bergerak-gerak di antara genangan.

"Di sini ada hantu yang terkenal nggak ada mukanya," Juan bersuara sedikit lebih keras, memastikan Nada yang kini berdiri agak jauh masih bisa mendengarnya.

Nada langsung memutar tubuh dan berlari kecil kembali ke bangku, duduk di sebelah Juan seperti semula. Wajahnya tegang, tapi dia berusaha menutupi rasa takutnya. "Tadi ada serangga, makanya gue balik," kilahnya cepat, meski jantungnya sudah berdebar kencang membayangkan sosok bayangan gelap yang mungkin sedang mengintai dari sudut-sudut jalan.

"Penakut," Juan tersenyum tipis sambil menyenderkan bahunya di senderan bangku.

"Orang tadi ada serangga!" Nada tetap ngotot.

"Orang-orang sering sebut dia L'Uomo Nero, dia sering muncul ngikutin orang yang jalan sendirian. Bentuknya hitam kaya bayangan, gue pernah liat kemarin di ujung sana," Juan menunjuk gang gelap di seberang jalan menghiraukan Nada yang membela diri.

"Beneran?" Nada mulai terpengaruh, meski masih mencoba bersikap skeptis.

Juan mengangguk pelan, matanya mengernyit mengenang pengalaman mengerikan. "Iya. Gue pernah liat dia kemarin, pas lewat gang itu. Awalnya cuma kayak ada bayangan di sudut mata gue. Pikir gue itu cuma halusinasi, tapi perasaan nggak nyaman itu nggak hilang-hilang."

"Terus?" bisik Nada penasaran.

"Gue udah ngerasa dia ngikutin, tapi gue nggak berani noleh. Sampe akhirnya gue jalan ke area yang lebih terang." Juan menghentikan ceritanya sejenak, memandang Nada dengan ekspresi serius, seakan benar-benar ingin memastikan Nada tertarik. "Akhirnya gue beraniin diri buat noleh ke belakang..."

Nada menunggu dengan napas tertahan.

"AAAH!" Juan berteriak tiba-tiba, membuat Nada melompat kaget dan menjerit.

"AAAH!" Nada refleks berteriak, menutup wajah dengan kedua tangan.

Juan bangkit dari bangku dan tiba-tiba berlari, membuat Nada juga berlari panik mengikuti di belakangnya. Di tengah jalan Juan berhenti sambil memegangi lututnya, bukan karena lelah berlari tapi lelah tertawa. Dia tertawa puas hingga terbahak-bahak. "Kalau ada orang kasih permen di jalan, jangan diterima ya, Nad!" godanya di tengah tawanya yang tak terkendali.

JUAN : LATE NIGHT CONCERT (JAY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang