Nada terus tersenyum, meski tubuhnya masih terasa lemas akibat demam yang belum sepenuhnya reda. Dia bersandar pada bantal di sofa dekat jendela kamarnya, menatap layar ponsel yang menunjukkan foto Juan disana. Sebelumnya Nada mengetik nama Juan Bimantara di kolom pencarian. Dengan hanya dengan sekali klik, akunnya langsung muncul di urutan pertama.
Gampang banget, padahal dulu instagramnya kosongan. Pikir Nada sambil tersenyum puas. Ya, dulu Nada sudah mencari foto-foto Juan di instagram tidak pernah ketemu. Nada bahkan sudah stalking hingga akun teman sampai guru tapi hasilnya zonk. Untung sekarang dia menemukannya, rasa penasarannya terobati.
Nada sedikit terkejut melihat jumlah pengikut Juan yang sudah mencapai ratusan ribu dan hampir menyentuh angka jutaan. Berbanding terbalik dengan miliknya yang hanya memiliki seribu pengikut.
Di akun milik Juan saat ini hanya ada tiga unggahan. Foto pertama memperlihatkan Juan duduk di tengah cafe bersama teman-temannya, mengangkat jempolnya ke arah kamera. Foto kedua menampilkan Juan bersama keluarganya yaitu ayah, ibu, dan adik perempuannya.
Foto ketiga baru diunggah kemarin malam dan menjadi foto yang paling menarik perhatian Nada. Juan tampak berfoto dengan piala di tangannya, mengenakan seragam pembalap lengkap dengan logo sponsor di dadanya. Juan tersenyum lebar menampakkan sederet gigi putih rapinya. Nada memperbesar piala yang di bawa Juan, logo F1 sangat besar diukir disana.
Juan pembalap F1? Keren juga nih orang. Batin Nada sedikit keheranan.
Bukannya mengejek, namun sikap tengil Juan benar-benar tidak merepresentasikan wibawa seorang pembalap yang menjuarai F1. Apalagi semua orang tahu sendiri bahwa F1 adalah ajang balap mobil paling bergengsi di seluruh dunia. Dan seorang Juan Bimantara yang baru menginjak 18 tahun sudah memenangkan kejuaraan ini? Bukankah pengalaman ini menjadikannya pemenang grand prix F1 termuda selain max verstappen?
Dalam unggahan ketiga dan masih dalam slide yang sama, terdapat foto lain. Foto di mana Juan hendak menaiki mobil balapnya lengkap dengan helm yang sudah terpasang. Seragam balapnya berwarna merah dengan logo ferarri di bagian kiri atasannya.
Dengan prestasi setinggi ini bukannya Juan seharusnya sedang sibuk sekarang? Tidak mungkin para wartawan dan acara televisi bergengsi tidak mengganggu kehidupannya bukan? Lalu kenapa gue ketemu dia lagi jadi seorang barista? Terus di konser kemarin dia ngapain juga? Batin Nada.
Semua pertanyaan melayang di kepalanya hanya tentang Juan. Kini hujan turun di luar jendela kamarnya. Rintik air di kaca seakan memutar ulang harinya saat bersama Juan. Nada menggigit bibirnya pelan, tenggelam dalam lamunan tentang Juan. Entah mengapa saat ini dia penasaran sekali dengan sosok satu ini.
"Nada, cara mia, ini sup hangat dan teh untukmu," suara Nonno terdengar lembut di belakangnya, membuyarkan lamunannya. Lelaki tua itu datang membawa nampan berisi semangkuk sup dan teh herbal hangat untuk cucu kesayangannya. Nada tersenyum tipis, berusaha terlihat lebih baik di depan kakeknya.
"Grazie, Nonno," jawab Nada pelan, lalu mulai menyendok sesuap. Mata Nada mendelik, karena sup itu benar-benar tidak enak. Sepertinya Nonno membuatnya sendiri meski beliau tidak bisa memasak. Namun Nada masih berusaha tersenyum, meski sup itu sama sekali sulit di telan.
Nonno mengusap puncak kepala Nada dengan lembut sebelum berbalik meninggalkannya. Setelah pria tua itu pergi, Nada meletakkan sendoknya lalu buru-buru meminum teh hingga tersisa setengah gelas. Namun tindakannya yang ceroboh membuat tangannya menyenggol ponsel hingga terjatuh. Saat mengambil ponsel, betapa terkejutnya dia karena tidak sengaja menekan like pada foto Juan.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUAN : LATE NIGHT CONCERT (JAY)
RomansMilan, kota yang menjadi saksi pertemuan pertama Nada dengan Juan Bimantara seorang pembalap F1. Dalam tiga hari yang singkat, Juan memperkenalkan Nada pada dunia baru yang belum pernah Nada rasakan. Namun, waktu mereka terbatas. Nada harus kembali...