Bab 4.

1.2K 378 44
                                    

Jairo melirik Galen sekilas kemudian memandang kakak ketiganya. Memerhatikan penampilan Dito dari atas hingga bawah, sebelum akhirnya mendorong tubuh Dito secara kasar ke hadapan Galen.

Galen menukikkan alis tajam, memegang kedua baju Dito agar tak terjatuh, dia menatap kepergian Jairo. "Jario sialan!" umpatnya dengan suara tinggi. Jario membalas dengan gedikan bahu.

Dalam hati, Dito sudah merapalkan doa. Mengabaikan cengkraman Galen yang menguat di bahunya. Mengapa anak-anak muda ini menakutkan, batinnya dalam hati.

Galen pun berdecih melihat tubuh bergetar orang didepannya. Sedikit mendorong kasar tubuh Dito hingga lelaki itu berada di depan Galen.

Dito tak mengerti, dia berbalik untuk menanyakan maksud Galen menempatkan dirinya di depan.

"Kau bodoh? Perutmu berbunyi sejak tadi!" sarkas Galen. Mendengus sembari melipat tangan. Dia pun beranjak menatap respon lambat adiknya.

Dito pun memegang perutnya. Ah iya, dia ke bawah untuk makan, salahkan saja kedua orang menakutkan ini karena membuatnya tak sadar perutnya berbunyi.

Menunduk pelan, tiba-tiba dia merasa malu. Apakah Galen dan Jairo mendengar bunyi perutnya. Sial, ini memalukan. Dito pun menyusul Galen.

Di meja makan semuanya sudah hadir. Keluarga Winata telah berkumpul kecuali Varro. Tiga pasang mata menatap kedatangan Dito. Rasanya, Dito ditelanjangi saat itu juga.

Dito memilih duduk si sebelah Galen yang berjarak dua kursi. Tak mungkin dia duduk di dekat Jairo mengingat perilaku pemuda itu. Meskipun di dekat Jairo pun dia akan mengambil jarak lebih banyak dari sekarang.

Sikap Dito menimbulkan kernyitan dahi bagi mereka. Tak biasanya anak tengah itu tenang tanpa drama yang biasa dilakukan.

"Apa kepalamu terbentur sesuatu?" Tanya Galen sebelum Liam memulai sarapan. Seluruh tatapan masih ke arah Dito yang mendongak menatap Galen.

"Tidak." Dito menjawab seadanya. Bukan karena dia cuek, tapi ketakutan yang dia rasakan. Hey, siapa yang tidak akan takut di pandang oleh sekawanan serigala.

"Atau kau akhirnya sadar kalau tingkahmu itu menganggu."

Sial bagi Dito harus mendengar ucapan pedas Galen hari ini. Apakah lelaki itu tidak bisa mengontrol ucapannya. Galen berkata langsung apa yang ada di ujung bibirnya.

"T-tidak." Astaga, Dito hanya ingin makan di meja makan, di rumah ralat Mansion bukan hutan. Tetapi mengapa rasanya Dito makan di antara binatang buas.

Galen memutar bola mata malas. Dia beranjak dari duduknya dan mendekati Dito. Menarik tangan anak itu supaya duduk lebih dekat dengannya. Bersamaan dengan Jairo yang memegang tangan satunya.

"Jairo? Apa yang kau lakukan. Duduk di tempatmu, " tegur Galen memandang Jairo tak suka.

Jairo membalas tatapan tajam Galen. "Harusnya kau yang duduk. Tidakkah kau ingin memperlihatkan tata krama di meja makan kakak?" Balas Jairo dengan senyuman manisnya.

Galen berdecih, dia lebih menarik tangan Dito.  "Kau bajingan! Aku tidak butuh nasehatmu! Dasar adik kurang ajar!" umpat Galen.

Jairo pun juga lebih menarik Dito hingga lelaki itu lebih mendekat ke arahnya. "Dia lebih cocok duduk di sampingku. Jadi lepaskan dia, " ucap Jairo menekan setiap katanya.

Galen tidak tinggal diam, dia menarik Dito secara kasar. "Dia lebih butuh bimbinganku dari pada bocah ingusan sepertimu!"

"Kau tidak pantas mengatakan itu!"

Sret!!

Sebuah garpu melesat melewati mereka. Varro yang baru saja datang segera menarik Dito di dekatnya. Galen dan Jairo melirik Liam yang tengah anteng memakan sarapan tanpa garpu. Karena garpunya lebih dulu melayang ke arah mereka.

Kakak beradik itu hanya bisa berdecih dan kembali ke tempat duduk mereka. Membiarkan Dito bersama saudara sulung mereka.

*

Dito tidak tau harus berucap apa, yang terpenting, dia ingin segera menenggelamkan diri kedalam lautan dalam. Kenapa dia harus berada satu mobil dengan Varro.

Kenapa pula dia harus nurut saat Varro menyeretnya pergi bersama lelaki menyeramkan itu.

"Tuhan, lindungi aku dari beruang besar ini."

Varro terbatuk pelan mendengar perkataan Dito yang mengatakan dirinya beruang besar. Melirik Dito yang menautkan tangan merapalkan doa seolah lelaki itu benar-benar bersama beruang yang siap menerkam kapan saja.

"Helaan nafasnya saja sudah seperti angin salju yang dingin."

Varro menaikkan sudut bibir mendengarnya. Pemuda konyol di sampingnya ini memang sesuatu sejak berubah.

"Apakah ini akhirnya? Dia tersenyum jahat."

Selama perjalanan itu, Varro ditemani oleh ocehan Dito uang diucapkan dalam hati. Entah mengapa, dia merasa senang setelah sekian lama memiliki kemampuan mendengar ucapan dalam hati seseorang.

Hingga mobilnya memasuki sebuah tempat luas yang menurut Dito simple namun terkesan misterius. Dito kagum akan tempat tersebut. Dia mengikuti Varro dari belakang takut-takut dia tersesat.

Sepanjang ia berjalan, mulutnya menganga karena kagum. Dito melewati beberapa pintu dengan keamanan ketat. Pria berpakaian hitam dan memiliki wajah serius.

Di setiap dindingnya terdapat lukisan rumit serta beberapa senjata dipajang di dinding-dinding. Ada pula kepala hewan seperti, kepala rusa, kambing, sapi bahkan yang dia injak sekarang adalah seekor beruang besar.

Tapi tunggu, apa maksud Varro membawanya kesini. "Apakah dia akan dijual!!"

Varro yang sedang memulai percakapan dengan patnernya Lando di buat berbalik menatap Dito setelah mendengar ucapan konyolnya.

Menggeleng kepala pelan sebelum kembali  fokus pada ucapannya. "Tuan Soviet telah memesan pedang panjang yang diukir dengan lambang perusahaannya."

"Berapa pedang yang dia butuhkan?"

"Mungkin sekitar 100 pedang. Mengingat bahwa tuan Soviet juga mulai terjun ke dunia bawah."

"Berapa biaya yang dia kirim."

"Seperempat dari harga, tuan. Saya juga telah mencantumkan harga dua kali lipat dari harga biasanya. Tuan Soviet tidak akan berpikir dua kali tentang harga yang saya naikkan. Karena beliau akan royal demi memastikan kelompoknya aman setelah menceburkan diri kedalam dunia bawah."

Varro mengangguk puas, tidak salah dia mengangkat Lando sebagai ketua dari markas Crown miliknya ini. Lando sangat cekatan dan pintar mengambil keputusan.

Dito yang mendengarkan pun mendadak tertarik. Dia tau, bahwa dibalik pekerjaan remixnya, Winata bekerja sebagai penjual senjata legal maupun non ilegal.

Dia tetap mendengarkan obrolan kedua pria dewasa di hadapannya. Sampai dia melirik sebuah kasur kecil yang terlihat empuk. Dia beranjak menunjuk kasur itu dan merebahkan tubuh di sana.

Nyaman.

Hari ini dia ldr begitu lama dengan kasurnya. Apalagi drama yang tiba-tiba saja terjadi membuat pertemuannya dengan kasur tertunda. Biarkan saja Varro mengobrol sampai puas, dia akan tidur dulu.

Perlahan kedua mata itu tertutup rapat. Tidak peduli dimana Dito tidur dan ruangan apa yang dia tempati. Dito malah terlihat nyaman dan begitu nyenyak.

"Aku serahkan semuanta padamu, Lando."

Lando menjawab dan mengangguk. Dia segera pergi setelah pamit pada tuannya. Dirinya harus bekerja karena tugasnya kali ini begitu banyak.

Melihat jam tangan, ia pun segera bergegas untuk pergi. Menghela nafas pelan melihat Dito sudah sangat nyenyak dalam tidurnya.

Varro mengangkat tubuh Dito alih-alih membangunkannya. Entahlah, Varro hanya ingin saja.






Tbc.

DitoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang