Bab 7.

786 301 17
                                    

Untuk marah saja, Dito lelah. Dia pasrah dan menggunakan kembali seragam basah yang sudah dia cuci. Sudah berjam-jam lamanya dia menunggu dari dalam bilik, tapi tak ada satupun seseorang membukakan pintunya.

Meski dia meminta tolong setiap ada orang masuk, mereka memilih acuh dan menganggap bahwa permintaannya hanyalah angin semata.

Jujur saja Dito tidak tau mengapa Ito harus mendapatkan perlakuan seperti ini. Tapi jelas Dito tau siapa dalang dibalik perundungan ini terjadi.

Siapa lagi kalau bukan Jairo.

"Mampus aja si Ito. Bener-bener nyusahin!" gerundel Dito. Dia duduk di closet. Mengangkat kaki dan menekuknya. Salah satu kebiasaan dirinya saat sedih dan bingung. Menenggelamkan wahah di antara tekukan lutut.

Bagaimana dia harus pulang sekarang. Hari pertama sekolah, dia sama sekali tidak mengikuti pelajaran, melainkan perundungan, herannya tidak ada yang mencari dirinya, dari pihak guru maupun kepala sekolah.

"Ayah." Dito tidak memiliki kebiasaan menangis. Dia adalah lelaki tangguh dan tidak cengeng. Hanya ketika dia gelisah ataupun bingung, Dito akan memanggil ayahnya.

"Kalau ayah diposisi ini, ayah akan melakukan apa?" Tanyanya entah pada siapa. Dia menatap plafon atas. Dirinya lapar dan haus. Dito juga sudah lelah dan ingin lekas pulang.

Dito menginginkan hidup damainya. Bagaimana cara agar dia bisa kembali? Dito selalu mengutuk Ito yang telah melemparnya kedalam tempat berisi binatang buas.

Lelaki itu menjadi orang egois dan merebut kehidupan orang lain demi hidupnya sendiri. Walaupun yang menjalankan dirinya, sementara Ito harus menjalani resiko karena menarik paksa jiwanya.

Tapi tetap saja, Dito tidak menginginkan ini. Menjadi Dito Winata, seolah kemalasannya akan segera terenggut. Firasatnya mengatakan bahwa hidupnya tak akan tenang.

Terlebih dia melewati dua kejadian dalam 24 jam. Atau sedari dia bangun dan menjadi Dito Winata, hidupnya telah berubah total.

Oh sial bagi dirinya. Dito merindukan masakan neneknya. Dia ingin cepat pulang. Tetapi mengeluh bukanlah gayanya. Dito lebih suka menjalaninya sembari mencari jalan keluar terbaik dalam setiap masalahnya.

Dito hanya tidak siap dengan sesuatu baru ketika menjadi Ito. Lelaki lemah itu memiliki banyak masalah sehingga menyulitkan dirinya. Dalam benak berpikir, jika Ito ingin seseorang menggantikan dirinya, tidakkah Dito lebih dulu memperkuat diri.

Ito malah menambah beban pundak Dito.

Jika seperti ini keadaannya. Dito malah setuju pada keluaga Winata yang berkata bahwa Ito memang bodoh dan memalukan.

"Dingin banget." Dito memeluk dirinya sendiri.  Sudah lama sekali dia berada dalam toilet sendirian, sampai-sampai Dito merasa bahwa hari sudah malam.

Dia tidak mendengar suara seseorang, atau setidaknya langkah kaki, udara pun terasa dingin. Meyakinkan Dito jika matahari sudah tergantikan.

Tak ada satupun orang yang datang padanya. Dia tidak bisa mengharapkan pertolongan dari siapapun ketika menjadi Ito. Pemuda ini terlalu lemah dan penakut sehingga mudah dirundung dan di benci.

Tak ada yang peduli.

Dito tidak menyalahkan orang lain. Dito sepenuhnya menyalahkan Ito. Karena penyebab dirinya mengalami kemalangan sekarang adalah ulah bocah itu.

Dito melirik kebawah, lantai marmer dingin menjadi tempat yang menarik sekarang. Dia pun turun dari closet dan mulai membaringkan diri di lantai itu.

Dingin dia rasakan menembus kulit. Untung saja seragamnya sudah tidak terlalu basah. Jika masih basah, Dito tidak tau lagi sampai mana dia harus merasakan kedinginan.

Dito mulai meringkuk layaknya janin. Memeluk diri sendiri berharap mendapatkan kehangatan. Memaksakan diri untuk tidur karena dia sangat mengantuk.

Semoga saja, kemalangan ini lekas berakhir. Dito berharap jika terbangun nanti, suara neneknya lah yang menyapa lebih dulu.

Dia berharap dengan sungguh-sungguh.


*


Ctas!

"Ugh!"

Ctas!

Sebisa mungkin Jairo meredam desisannya. Lebih fokus pada apa yang dia lakukan agar dia cepat keluar dari hukuman Varro yang telah disetujui oleh Liam.

Jairo diberi hukuman melakukan 100 kali push up dengan beban 50kg di atas punggungnya tanpa jeda. Jika Jairo menjeda atau terdengar mendesis, maka penjaga yang sudah siaga akan mencambuknya.

Ini bukan pertama kali Jairo mendapatkan hukuman. Akan tetapi penyebab dirinya di hukumlah yang tidak bisa dia duga. Jairo melewati hukuman berat ini karena ketahuan memimpin banyak murid di sekolah untuk merundung Dito.

Setelah ini, dia harus berlari dengan menyeret rantai seberat 40kg di masing-masing kakinya tanpa boleh berhenti. Karena dia akan mendapatkan resiko lebih besar kalau melakukannya.

"Cepatlah Jairo. Kau memakan waktuku, " ujar Varro tak sabar. Sejak tadi dia menyaksikan adik bungsunya menjalankan hukuman. Sembari melihat jam di tangan.

Rasanya Jairo ingin berteriak memaki Varro. Cepat? Tidakkah saudaranya tau bahwa dia tersiksa, bajingan.

"Tuan." Seseorang datang dari belakang Varro. Berbisik kecil di dekat telinga Varro kemudian mundur beberapa langkah.

Varro yang awalnya duduk pun segera berdiri. Merapikan pakaiannya dan menatap Jairo. "Selesaikan hukuman ini dalam 2 jam. Jika tidak, aku akan menambah hukumanmu, Jairo. " Varro pun pergi dari ruangan gelap itu.

Varro tidak mengerti ada apa dengannya. Jelas sekali dia sangat marah karena adik keduanya dikabarkan dengan kabar buruk. Hal ini benar-benar baru untuknya. Dia yang sering acuh dan enggan menatap Ito, kini mulai tertarik dengan Ito yang terisi jiwa Dito.

Varro akui bahwa dia sedikit tertarik akan perubahan adiknya. Dia ingin melihat, seberapa jauh adik keduanya itu berubah.

"Hubungi Cayne dan suruh dia untuk membawa peralatan lengkap secepatnya. Dito mungkin akan demam mengingat dia kedinginan sangat lama, " titah Varro pada sosok yang sejak tadi setia mengikuti.

"Baik tuan."

"Katakan pada Vee. Masakan orang sakit harus tersedia ketika Dito bangun."

"Beri dia selimut tambahan, bergeraklah dengan cepat. Esok hari dia harus baik-baik saja. Karena jika Dito masih demam, tidak hanya Jairo ... Kalian semua akan aku hukum dengan keras karena tidak becus melindungi tuan kalian!"

Varro memberikan instruksi tentang apa yang harus mereka lakukan. Pria dingin itu memberi perintah sembari mengancam hingga semua pekerja bekerja dengan cekatan.

Tidak ingin pewaris utama Winata itu marah dan berakhir buruk bagi mereka.








Tbc.

DitoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang