Gracia melangkah memasuki gedung perusahaan Shireen, seperti biasa. Sebagai Brand Ambassador (BA) sekaligus model utama untuk salah satu lini produk unggulan perusahaan, Gracia telah membangun reputasinya sendiri di dunia kerja. Banyak yang mengenalnya bukan hanya sebagai pasangan Shireen, tapi juga sebagai profesional yang cakap dan berbakat di bidangnya. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa bayang-bayang Shireen selalu ada di setiap langkah yang diambilnya.
Di lantai atas, di salah satu studio foto yang sering digunakan perusahaan untuk pemotretan, Gracia bersiap untuk pemotretan baru. Dia mengenakan gaun elegan berwarna merah muda lembut yang kontras dengan rambut panjang hitamnya. Cahaya dari lampu studio berkilauan di kulitnya, menambah kesan anggun yang telah membuatnya populer sebagai model. Namun, di balik wajahnya yang tenang, Gracia merasa ada sesuatu yang mengganggu.
Shireen selalu memastikan bahwa Gracia mendapat perhatian khusus di perusahaan mulai dari proyek yang diberikan hingga cara orang-orang memperlakukannya. Bagi sebagian orang, hal ini menjadi alasan mereka mendekati Gracia dengan hormat, bahkan takut. Tapi di sisi lain, Gracia sering merasa sulit mendapatkan respek sejati atas kemampuan profesionalnya sendiri. Banyak yang menganggap kesuksesannya hanya karena statusnya sebagai pacar CEO.
Hari itu, Gracia harus bekerja sama dengan tim marketing untuk peluncuran kampanye besar. Tim tersebut dipimpin oleh Anton, seorang manajer kreatif yang dikenal teliti dan sering kali tidak memedulikan status pribadi orang. Meski demikian, dia sangat profesional dan Gracia menghargainya karena itu.
“Gracia, kita akan mulai pemotretan dalam lima menit,” kata Anton saat dia berjalan menuju set. “Kampanye ini penting, karena produk terbaru ini akan menjadi flagship kita di tahun depan. Fokus, ya?”
Gracia mengangguk, tersenyum ringan. “Tentu, Anton. Aku siap.”
Pemotretan dimulai dengan lancar. Gracia berpose dengan percaya diri di depan kamera, setiap gerakannya begitu alami dan profesional. Di luar penampilannya yang tenang dan elegan, Gracia menggunakan setiap momen di depan kamera untuk membuktikan bahwa dia bisa berdiri sendiri. Bahwa dia bukan hanya "pacar Shireen", tapi seseorang yang punya bakat dan kerja keras untuk mendapatkan posisinya.
Setelah sesi pemotretan selesai, Gracia kembali ke ruang ganti untuk beristirahat. Di sana, dia membuka ponselnya dan mendapati beberapa pesan dari Shireen yang menanyakan kabarnya. Pesan-pesan itu terlihat biasa, tapi bagi Gracia, pesan-pesan Shireen selalu membawa sedikit tekanan, seolah Shireen terus-menerus memantaunya.
"Gimana kerja hari ini?"
"Udah makan siang belum? Jangan lupa istirahat."
"Aku bisa jemput nanti, kalau kamu mau."Meskipun niat Shireen mungkin baik, Gracia sering merasa seperti hidupnya tidak sepenuhnya miliknya. Shireen selalu ada, mengawasi dan mencoba mengatur setiap hal, bahkan dalam hal sekecil istirahat makan siang. Gracia merasa lelah dengan hal ini, terutama setelah malam-malam panjang di mana mereka berdebat tentang kebebasan dan kepercayaan.
Anton tiba-tiba mengetuk pintu ruang ganti dan masuk. “Gracia, foto-foto tadi bagus banget. Aku yakin kampanye ini akan sukses besar.”
“Terima kasih, Anton,” Gracia tersenyum, mencoba mengalihkan pikirannya dari pesan Shireen. “Aku harap hasilnya bisa sebaik yang kita harapkan.”
“Pasti,” kata Anton, sebelum berhenti sejenak dan menatap Gracia lebih serius. “Tapi aku pengen tanya sesuatu. Kamu tahu, banyak orang di sini menganggap kamu sukses karena Shireen. Apa kamu pernah merasa... berat dengan semua itu? Aku hanya penasaran.”
Pertanyaan itu menghantam Gracia. Selama ini, dia berusaha mengabaikan komentar orang-orang tentang statusnya. Tapi mendengar Anton, yang dia hormati sebagai profesional, menanyakannya secara langsung membuatnya berpikir kembali.
“Kadang-kadang, iya,” jawab Gracia jujur. “Aku tahu apa yang orang-orang katakan di belakangku. Tapi aku selalu berusaha membuktikan bahwa aku bisa melakukan ini sendiri. Aku nggak mau hanya dikenal sebagai ‘pacar Shireen.’”
Anton mengangguk, seolah memahami apa yang dirasakan Gracia. “Aku bisa lihat itu, Gra. Dan jujur, kamu sudah membuktikan kemampuanmu berkali-kali. Jangan biarkan bayang-bayang Shireen terlalu mempengaruhi caramu melihat dirimu sendiri.”
Gracia terdiam sejenak, meresapi kata-kata Anton. Di balik semua tekanan yang dia rasakan, ada sebagian dari dirinya yang merasa bangga bisa bertahan dan terus menunjukkan kualitasnya. Namun, dia juga sadar bahwa selama Shireen tetap mengontrol begitu banyak aspek hidupnya, rasa kebebasan itu akan sulit dicapai.
“Terima kasih, Anton,” katanya akhirnya. “Aku butuh dengar itu.”
Setelah percakapan singkat itu, Gracia merasa sedikit lebih ringan. Namun, pikiran tentang hubungan dengan Shireen terus membayang. Apakah dia bisa terus menjalani hidup ini, di bawah pengawasan Shireen yang ketat? Apakah dia akan selalu merasa seperti ini terperangkap antara cinta dan kebebasan?
Saat malam mulai mendekat, Gracia kembali ke apartemennya, mencoba bersiap untuk percakapan berat yang dia tahu harus dihadapinya dengan Shireen. Hubungan mereka mungkin berjalan di atas garis tipis antara cinta yang mendalam dan kontrol yang mencekik. Dan Gracia tahu, cepat atau lambat, dia harus memilih antara mengikuti kontrol Shireen, atau memperjuangkan ruangnya sendiri.
---
Jangan lupa vote,like,and follow ya guyss🙏🔥
Next >>>>
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsess with you_(Greshan)
Short Story⚠️Peringatan⚠️ Cerita ini mengandung tema dan adegan yang bersifat emosional dan intens, yang mungkin tidak cocok untuk semua pembaca. Harap membaca dengan bijaksana. Beberapa konten mungkin mencerminkan hubungan dewasa dan situasi kompleks yang mem...