"Untukmu, apapun akan ku berikan. Termasuk duniaku" — Arunika Raespati
Drttt......
Suara dering telepon memecah kesunyian di dalam ruangan yang anggun. Dengan langkah penuh rasa ingin tahu, sang tuan rumah menghampiri perangkat yang bergetar di meja. Ia mengangkat gagang telepon dengan penuh harap.
“Selamat siang,” sapa seorang wanita paruh baya di seberang sana, suaranya lembut namun tegas.
“Selamat siang, Bu. Ini orang tua Arunika Raespati dari kelas 12 IPS?”
“Betul. Saya ibunya.” Wanita itu menegakkan punggungnya, jantungnya berdegup lebih cepat saat mendengar nama anaknya disebut. “Ada apa ya dengan Arunika?”
“Anak ibu, Arunika Raespati, sudah tidak masuk sekolah selama satu minggu ini. Jika boleh tahu, apakah Arunika sakit atau ada izin? Mohon konfirmasinya, Bu.”
Di antara jeda percakapan, perasaan cemas dan harap membalut suasana, menandakan ada sesuatu yang lebih dalam dalam kisah ini.
Delima Reastara, wanita berusia tiga puluh lima tahun, terdiam dalam keheningan ketika mendengar kabar bahwa putrinya, Arunika Raespati, tidak pergi ke sekolah selama satu minggu. Dalam pengetahuannya, Arunika selalu meminta izin untuk berangkat, dan setiap pagi, ia melihat anaknya mengenakan seragam sekolah dengan penuh semangat.
Namun, kini muncul pertanyaan mendalam: mengapa ada guru yang memberi tahu bahwa Arunika tak hadir? Apakah selama ini ia benar-benar tidak sampai ke sekolah?
“Mohon maaf, Bu. Anak saya memang berangkat dari rumah. Dia sering meminta izin untuk ke sekolah. Tapi, kenapa dia tidak ada di sana?” tanya Delima, suara yang penuh cemas.
Telepon sejenak terdiam, menciptakan suasana penuh ketegangan.
“Ah, jadi Arunika berangkat dari rumah, ya, Bu?” suara di seberang sana terdengar kembali, menggugah ketegangan yang merayapi hati Delima.
“Iya, Bu. Dia berangkat,” jawab Delima, anggukan kepalanya mencerminkan kekhawatiran yang mendalam akan keselamatan putri satu-satunya. “Malahan, setiap hari dia berangkat.”
Kepala Delima dipenuhi dengan pikiran tak menentu, berusaha memahami situasi yang mengguncang jiwanya.
"Kalau begitu, Bu, mungkin Arunika bolos sekolah..."
Deg. Jantung Delima seakan terhenti saat itu juga. Dunia yang biasa damai mendadak kelam, diwarnai rasa kecewa mendalam terhadap putrinya yang selama ini ia percayai.
"Bolos?" Delima bertanya, suaranya bergetar.
"Iya, Bu. Ada kemungkinan anak ibu bolos. Mana mungkin dia berangkat dari rumah dengan bilang mau ke sekolah, tetapi di sekolah dia tidak ada sama sekali? Jadi, selain bolos, apa lagi yang bisa dijelaskan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta dan Arunika
Teen FictionSemesta mengira, jika kehidupan nya akan selalu sunya, hampa dan penuh dengan lara. Ia melupakan, Jika bentala itu berputar dan sandyakala itu ada. Ia tidak akan pernah amerta di dalam ke sunyaan, ke hampaan dan juga lara ketika sandyakala menemukan...