Jaemin tidak menjawab pertanyaan kembarannya. Jari-jarinya mengelus pipi Jisung yang pucat, merasakan suhu tubuhnya yang dingin, seolah semua hangatnya telah menguap bersama rasa aman yang dia miliki. Berkeringat dingin, Jisung bergetar, dan Jaemin tahu itu semua akibat teror mengerikan dari stalker-nya, Minjae yang merupakan kembarannya.
"Menurutmu apa yang harus kita lakukan pada, 'si cantik' ini?" Tanya Jaemin dengan suara serak, dia sengaja melemparkan pertanyaan pada Minjae.
Minjae terdiam, tatapannya terpaku pada Jisung yang terbaring tak berdaya. Dalam pandangan Minjae, Jisung adalah mahakarya yang tak terjangkau, wajahnya bersemu, bibirnya merah seperti delima, seolah menggoda untuk dicicipi. Matanya, yang seharusnya memancarkan kehidupan, kini terpejam, menutupi cahaya indah yang pernah ada. Kepribadiannya yang lembut dan penuh perhatian seolah menghipnotis Minjae, membangkitkan dorongan untuk memiliki sepenuhnya sebuah obsesi yang merasuki setiap sudut pikirannya.
Desakan yang tidak tertahankan membuat Minjae ingin merantai Jisung, mengurungnya dalam kegelapan, agar tidak bisa melihat dunia luar. "Kurung dia. Jangan biarkan dia melihat dunia luar. Bukankah ini kesempatan kita?" tanya Minjae, senyumnya yang mengerikan seakan membentuk bayangan gelap di sudut ruangan. Di benaknya, dia membayangkan Jisung terkurung, terisolasi, hanya bisa menatap mereka dengan tatapan putus asa. Menurut Minjae itu adalah sebuah kemenangan yang menyakitkan bagi Jisung.
Jaemin menghela napas dalam-dalam, matanya melirik sekilas kepada Minjae sebelum menggelengkan kepala. "Tidak, itu tidak akan berhasil. Jika kita bertindak se-impulsif itu, Jisung akan melarikan diri." Raut wajah Jisung yang ketakutan, pucat pasi dan tubuhnya yang bergetar terbayang di benak Jaemin. Dia tahu, mengingat saat Jisung berusaha mengeluarkan suara di tengah ketakutannya. Seolah kata-kata itu terjebak di tenggorokannya. Sepertinya, Jisung telah mengalami panic attack, dan jika mereka bertindak lebih kasar, dia mungkin akan memilih untuk mengakhiri hidupnya.
Kalau Jisung mati lalu apa gunanya usaha mereka ini? Jaemin tidak ingin kehilangan orang yang dia cintai, Jisung tidak boleh mati tapi dia juga tidak boleh bebas dari mereka. Jisung harus berada di dalam kendali mereka.
Hanya mereka lah yang benar-benar sayang dan mencintai Jisung dengan tulus, sampai-sampai mereka tidak bisa berpikir jernih dan melakukan tindakan-tindakan buruk seperti meneror, menjadi stalker, membuat Jisung dijauhi oleh seluruh orang.
"Jika kita mengurung Jisung maka hasilnya tidak akan bagus, bagaimana jika dia memutuskan untuk membunuh dirinya sendiri?" Tanya Jaemin, dia menarik tubuh Jisung yang tidak berdaya dari pelukan Minjae.
Jaemin memeluk Jisung, dia mengendus-endus area leher Jisung. Jaemin memejamkan matanya menikmati aroma alami tubuh Jisung yang berbau mawar. Wangi itu benar-benar memikat membuat candu untuk dirinya dan kembarannya.
"Lalu apa yang harus kita lakukan?" Tanya Minjae, dia mengertakkan giginya. Sungguh dia sudah tidak sabar untuk mengurung Jisung agar dia menjadi milik mereka seutuhnya.
Pikiran Minjae itu pendek sedangkan Jaemin adalah tipe pemikir yang memikirkan seluruh hal sampai ke hal-hal yang tidak mungkin terjadi. Karenanya Minjae selalu berperan sebagai seorang eksekutor sedangkan Jaemin adalah sang pemberi ide, keduanya sangat cocok saat bersama dalam menjalankan rencana-rencana aneh mereka.
"Kau tahu, Minjae? Hal yang terburu-buru tidak akan pernah memberikan hasil yang baik, karenanya kita harus bersabar." Ungkap Jaemin dengan tenang, dia akan membawa Jisung ke rumah sakit guna merawat Jisung.
Jaemin ingin membawa Jisung ke rumahnya dalam keadaan sehat sehingga dia bisa bebas melakukan apapun pada Jisung.
"Sabar! Sabar! Dan selalu sabar! Aku sudah muak dengan segala kesabaran yang kau bicarakan!" Teriak Minjae penuh amarah, wajahnya memerah, matanya menatap Jaemin dengan tajam. Entah mengapa Minjae merasa kembarannya ini seakan-akan mengulur waktu padahal kesempatan sudah ada di depan mata.
Jaemin menatap Minjae dengan tatapan malas, kembarannya itu memang selalu marah-marah sungguh tidak bisa mengendalikan emosi di dalam dirinya. Jaemin menatap Jisung, dia mengelus leher Jisung yang terdapat bekas kemerahan hasil dari cekikan Minjae. Jaemin mengelus dengan lembut seolah-olah berharap bekas itu menghilang saat dia memberikan setiap sentuhan.
"Jika kita membawa Jisung sekarang maka polisi akan curiga. Jisung telah melaporkan segala teror yang dia dapat dari stalker ke polisi dan mereka melakukan penyelidikan, jadi jika kamu menculiknya sekarang maka polisi akan menyelamatkannya dan menangkap kita." Jelas Jaemin dengan tenang.
"Jadi apa yang harus kita lakukan sekarang?"
"Bawa sicantik ini ke rumah sakit, lalu teror dia di rumah sakit itu. Buat seakan-akan Jisung hanya berhalusinasi sehingga polisi hanya menebak bahwa Jisung mengalami halusinasi parah sehingga kasusnya di hentikan, lalu ketika orang-orang mengira Jisung hanya seorang yang tidak bisa membedakan halusinasi dengan kenyataan, kita akan membawanya pergi dengan alasan Jisung akan kita bawa ke rumah sakit jiwa padahal kita membawanya ke rumah kita dan mengurungnya untuk kita berdua,"
Minjae tersenyum sumringah saat mendengar ide Jaemin. Sungguh itu adalah ide yang brilian, Minjae menyukai ini.
"Kalau begitu ayo lakukan itu sekarang," ucap Minjae tidak sabaran.