6

74 10 0
                                    

Upper West Side diguyur hujan rintik-rintik malam ini, udaranya pun bertambah dingin sehingga nyaris tak ada orang yang mau berlama-lama di luar ruangan, termasuk Julian Eriston. Lelaki itu berjalan sendirian di sepanjang trotoar yang sepi dan hanya diterangi lampu jalan, melewati gedung-gedung pemukiman menuju apartemennya di ujung blok.

Dia mempercepat langkah kakinya, sambil sesekali mendengus kesal karena terus teringat pada perbuatan gila Hugo. Sungguh, Julian langsung mengikuti kata hatinya untuk melarikan diri dari klub malam itu, bahkan sampai tidak sadar kalau dia sudah meninggalkan Lucy sendirian di sana. Untunglah temannya itu bukan tipe orang yang gemar menghakimi, Julian hanya perlu meminta maaf besok.

Sesampainya Julian di depan apartemen, sebuah mobil hitam datang dan berhenti di pinggir jalan. Julian berpaling, menemukan sosok Roman yang keluar dari mobil tersebut bersama tatapan penuh kekhawatiran. Namun, senyuman hangat terlukis di bibir pria itu setelahnya.

"Kau tidak menjawab panggilanku karena sedang berada di luar?" tanya Roman seraya berjalan mendekat. "Aku sempat ragu untuk datang ke sini karena kukira kau sudah tidur."

Julian masih bergeming, menatap wajah tampan Roman yang berhasil meluluhkan hatinya. Rasa frustrasi dan amarah yang tadi mencekiknya kini hilang entah ke mana. Tepat ketika Roman berhenti di depannya, Julian tersenyum lega dan langsung menghamburkan diri ke pelukan sang kekasih.

Roman sedikit terkejut, tetapi ia langsung merengkuh pinggang Julian dan mengusapnya dengan penuh kelembutan. Mungkin ini adalah pelukan yang dijanjikan oleh Julian tadi pagi, meskipun rasanya seperti ada yang janggal. Julian tampak sangat pasrah, menenggelamkan wajahnya pada leher Roman seakan-akan dirinyalah yang lebih membutuhkan belas kasihan. Roman merasa terdorong untuk menanyakan keadaannya.

"Kau baik-baik saja, Julie?"

Lelaki manis itu akhirnya menarik diri sambil tersenyum kikuk. "Ehm, kurasa aku sedikit mabuk. Aku baru saja pulang dari klub dan tidak sempat mengecek handphone, maafkan aku. Tapi, aku pergi ke sana dengan temanku, jangan cemburu."

"Aku bahkan tidak mengatakan apa pun," sahut Roman seraya terkekeh-kekeh ringan.

Julian pun hanya cengar-cengir, kemudian menggandeng tangan Roman untuk ia bawa masuk ke dalam apartemennya. Sesekali mereka saling melirik ketika berjalan, lengkap dengan senyuman malu-malu yang tak luput dari wajah dua sejoli itu.

Setelah tiba di dalam apartemen, Julian menyuruh Roman untuk duduk terlebih dahulu, sementara ia mulai memindahkan beberapa kantong belanjaan yang sore tadi sempat ia simpan di dekat pintu—sebelum Lucy menariknya pergi lagi. Awalnya, Julian berniat menunda pekerjaan menata barang itu, tetapi karena Roman menawarkan bantuan, tentu ia menerimanya dengan senang hati.

Mereka berdua akhirnya berkutat di dapur. Julian mulai mengeluarkan barang-barang belanjaannya—roti, daging, buah-buahan dan sayuran, serta beberapa produk kebersihan, minuman dan makanan ringan. Ia kemudian memberi arahan kepada Roman untuk menyusun semuanya di pantri dan lemari pendingin.

Kegiatan itu menyibukkan mereka selama beberapa saat. Namun, dari kursi meja makan, Julian sempat-sempatnya memperhatikan punggung Roman dengan mata berbinar. Selama bertahun-tahun, Julian nyaris tidak pernah didampingi oleh siapa pun dan semuanya selalu ia kerjakan sendirian, sehingga kehadiran Roman dan segala afeksinya terasa seperti angin segar.

"Ini membuatku teringat pada masa kecil." Roman berbicara tanpa mengalihkan perhatian dari aktivitasnya. "Aku sering disuruh menata barang di lemari seperti ini oleh Ibu, sementara dia mulai memasak. Tapi aku masih sangat pendek sehingga harus naik ke kursi untuk menjangkau lemari atas, dan pada akhirnya aku terpeleset sampai tanganku patah."

The Greatest | SungJakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang