Menatap langit malam, hamparan bintang-bintang berkilauan tersebar seperti buih di lautan, membentuk pola acak namun memukau. Cahaya lembut yang samar-samar dipancarkannya begitu indah menghias layar kegelapan. Sementara bulan yang menggantung di bawahnya telah lama tertutup oleh lapisan awan tipis, awan itu bergerak secara perlahan mengikuti hembusan angin seolah keduanya saling terikat dan menarik satu sama lain, hingga menciptakan cahaya keperakan sedingin es dibalik keindahan yang tersembunyi.
Di dalam lingkungan istana Kekaisaran Beihe, ada sebuah tempat yang nyaris terlupakan oleh para penghuninya, tempat itu dikelilingi oleh tembok besar setinggi 15 chi yang menjulang tinggi seperti dinding penjara. Di balik tembok yang sunyi dan suram tersebut, ada sebuah bangunan tua yang telah lama terbengkalai dan ditinggalkan begitu saja. Hingga, tempat itu dipenuhi oleh semak belukar dan rumput liar yang tumbuh lebat tanpa terkendali, merajai setiap sudut halaman.
*1 chi = 33.33 cm
Namun anehnya, tak jauh dari bangunan bobrok tersebut, ada sebuah kolam berukuran cukup luas yang dipenuhi oleh bunga teratai. Pada saat ini, bunga teratai di kolam tengah bermekaran dengan indah, kelopaknya yang berwarna merah terang mengambang dengan santai dia atas permukaan air. Dan di tepi kolamnya, berdiri sebuah paviliun kecil yang masih terlihat sangat kokoh. Paviliun itu tidak memiliki dinding ataupun pembatas, hanya ditopang oleh pilar-pilar kayu sebesar ukuran lengan orang dewasa di setiap sudutnya.
Seorang wanita berjubah putih duduk dengan anggun di dalam paviliun.
Angin malam yang lembut menarik ujung jubahnya, membuat kain itu berayun pelan di tengah kegelapan. Sementara tatapannya menghadap jauh ke depan, seolah menyatu dengan keheningan.
Wanita itu tampak begitu cantik dengan mata yang bersinar terang, alis yang sedikit melengkung, serta bibir tipis yang terkesan malu-malu. Garis wajahnya halus dengan rona kemerahan di pipi, meninggalkan kesan keindahan tiada tara bagaikan giok Kekaisaran yang mulia dan berharga, membuat siapa pun yang memandangnya terpesona.
Di hadapannya ada sebuah meja batu alam berbentuk persegi yang dipahat secara kasar dan ceroboh. Setiap sudutnya runcing dan tajam, ada beberapa bagian juga yang sudah gompal dan terkikis. Jika tidak berhati-hati, seseorang mungkin akan tergores dengan mudah tanpa disadari. Di atas meja tersebut tersaji seteko teh panas yang masih mengepulkan asap tipis; asap putih itu memudar cepat saat bertemu dengan udara, dan ada juga sekendi arak kebahagiaan murni yang konon sangat terkenal di wilayah daratan tengah.
Wanita itu kemudian menuang teh yang baru saja diseduhnya ke dalam cangkir giok. Suara percikan air terdengar begitu nyaring, memecah kesunyian malam hingga mengalahkan suara katak yang sesekali menguak di sekitar kolam. Tepat ketika bibirnya hampir menyentuh tepi cangkir, angin yang tadinya tenang mendadak berhembus kencang, menggoyangkan beberapa pohon bunga plum yang tumbuh subur di halaman, menerbangkan ribuan kelopak bunga berwarna terang melayang di udara, berputar dan menari dalam pusaran angin, seolah memiliki kehidupan sendiri. Ia terhenti, perhatiannya tersita, dan tanpa sadar, sebuah senyuman tipis mengembang di wajahnya.
Wanita itu berbalik perlahan, dan seketika, sosok pria berpakaian hitam muncul tanpa suara, seolah terwujud dari kegelapan itu sendiri. Tak ada tanda kedatangan, tak ada bayangan bergerak; hanya kehadirannya yang tiba-tiba.
"Kali ini, Anda benar-benar telah gagal, dan ketua sangat kecewa. Apakah Anda paham konsekuensinya?" Pria berpakaian hitam itu melangkah perlahan, mendekat hingga berdiri beberapa meter di belakang wanita berjubah putih.
Wanita itu tersenyum tipis, suaranya terdengar lembut dan tenang tanpa meninggalkan jejak emosi yang berarti. "Tentu saja, sejak awal, hidupku hanyalah pemberian dari ketua. Namun pada akhirnya... aku, tetap mengecewakannya."
Pria berpakaian hitam itu kembali berbicara, "Kata-kata dan penyesalan Anda tidak diperlukan oleh ketua, Saya yakin Anda juga tahu itu, bukan? Ini peringatan terakhir yang diberikan kepada Anda. Saya harap Anda melaksanakannya dengan baik." Begitu kata-katanya selesai, pria itu lenyap dari pandangan, seakan-akan keberadaannya di sana hanyalah bagian dari ilusi.
‧͙⁺˚*・༓☾ ☽༓・*˚⁺‧͙
Di sebuah ruangan yang diterangi oleh kilauan remang dari lentera tua dan beberapa lilin kecil yang berderet di atas meja, terlihat seorang wanita yang tengah terbaring lemah di atas ranjang kayu berukiran motif bunga peony. Kulitnya nyaris sepucat lilin yang menyala, sementara bibirnya kering dan sedikit terkelupas, seolah menandakan jika jiwanya telah berjalan menuju huangquan.
*Huangquan (黄泉) = Alam baka / Dunia Bawah
Di meja kecil dekat ranjang, terdapat mangkuk berisi ramuan obat yang sudah hampir habis, dengan aroma pahit yang melayang-layang, menandakan usaha terakhir untuk menyelamatkan hidupnya. Namun, meskipun telah diberikan berbagai ramuan, wanita itu tampak terjebak di antara dua dunia, tak sepenuhnya hidup, namun belum mati, seperti bayangan yang tak bisa bergerak maju atau kembali ke masa lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Light that Breaks the Dusk
Fantasy⚠️BUKAN NOVEL TERJEMAHAN.⚠️ Xu Li Qiao, pendekar tak terkalahkan dari dunia bela diri, mendapati dirinya terperangkap dalam tubuh Shen Qian Ling, seorang selir yang dicurigai terlibat dalam kasus pembunuhan permaisuri. Selain terkurung dalam Istana...