Pertempuran Tanpa Pedang (3)

30 2 0
                                    

Ketika Xu Li Qiao tenggelam dalam kenangan bersama sahabat sekaligus kenalan lamanya, Xiao Yi, tiba-tiba dia merasakan sebuah perasaan ganjil mengusik pikirannya. Dengan refleks, ia menoleh ke arah jendela, tepat saat sebuah anak panah melesat masuk kedalam kamarnya.

Xu Li Qiao, yang masih duduk bersila di atas tempat tidur, tiba-tiba terpaku. Matanya membulat sempurna, menatap tajam ke arah anak panah yang kini telah tertancap di dinding kamar. Untuk sesaat, ruangan itu terasa membeku, seolah udara di sekitarnya ikut menahan napas.

Pikiran liarnya berputar sejenak. Meskipun panah itu melesat dengan cepat, tembakannya terasa terburu-buru dan kurang sempurna. Xu Li Qiao segera menyadari bahwa ini bukanlah serangan untuk menghabisi nyawanya.

Wanita itu perlahan bangkit dari tempat tidur. Langkah kakinya nyaris tanpa suara.
Jemari lentiknya bergerak perlahan, mengusap permukaan kayunya, sementara tatapan matanya yang tajam memindai setiap detail dengan cermat—mencari petunjuk tentang asal-usul darimana datangnya anak panah itu dan siapa pengirimannya, sayangnya dia tidak menemukan apapun.

Tatapan wanita itu kemudian beralih ke ujung panah. Di antara bulu-bulunya yang halus, ia melihat sebuah potongan bambu kecil yang biasanya digunakan untuk menyimpan pesan pada kaki merpati pos. Xu Li Qiao lantas menarik anak panah itu dari dinding dan mengeluarkan pesan yang tersembunyi di dalam bambu.

Pesan itu ditulis pada selembar kertas kecil yang digulung dengan rapi. Alis Xu Li Qiao tampak berkerut saat membaca isinya:

'paviliun'.

Xu Li Qiao segera memahami maksud dari pesan itu.

Ketika ia hendak pergi, pandangannya tanpa sengaja tertuju pada sebuah lubang kecil tak jauh dari tempat anak panah tadi tertancap. Ia memerhatikan lubang itu dengan seksama dan menyadari bahwa bentuknya mirip dengan bekas panah yang baru saja ia cabut. Xu Li Qiao pun menyimpulkan jika Shen Qian Ling mungkin pernah berkomunikasi dengan orang luar menggunakan cara yang sama sebelumnya.

"Mungkinkah pengirimnya pria berpakaian hitam yang diceritakan oleh Yu'er sore tadi?"

‧͙⁺˚*・༓☾ ☽༓・*˚⁺‧͙

Di dalam paviliun, Xu Li Qiao terlihat berdiri dalam diam, membiarkan pandangannya melayang jauh ke arah permukaan kolam teratai yang tenang. Keindahan bunga teratai yang bermekaran membuatnya begitu terpesona, sementara pantulan cahaya bulan sabit berkilauan di atas air, tampak berayun perlahan. Saat ini, waktu telah menunjukkan akhir dari pukul Zishi, namun sosok yang dijanjikan untuk bertemu di paviliun tak kunjung juga menampakkan batang hidungnya.

*Zishi (子时) = 11.00 malam - 1.00 dini hari.

Xu Li Qiao merasa dirinya sedikit bosan. Dan, tepat saat kebosanan itu hampir mencapai puncak, ia merasakan kehadiran seseorang yang mendekat menuju ke arahnya.

Meskipun sekarang ilmu spiritualnya tidak lagi sekuat dulu karena jiwanya terperangkap dalam tubuh orang lain yang memiliki kesadaran spiritual rendah, berkat pelatihan Qi yang dilakukannya pada waktu-waktu luang, ia masih dapat merasakan gerakan kecil di sekitarnya. Hanya saja, tubuhnya belum sepenuhnya merespons dengan sempurna.

Saat pria berpakaian hitam itu semakin mendekat, Xu Li Qiao berbalik perlahan. Ia menyaksikan pria itu melangkah menuju arahnya dengan gerakan seringan bulu angsa yang terbang dibawa angin, hampir tanpa suara, bahkan tubuhnya sendiri seolah menyatu dalam kegelapan malam.

Ketika pria berpakaian hitam itu akhirnya berdiri beberapa langkah di depannya, pandangan mereka saling bertautan-menciptakan ketegangan pekat yang seakan mengalir di udara.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Light that Breaks the DuskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang