Ku memang tak sempurna. Bila dibandingkan dengan kalian yang memiliki segalanya dari keharmonisan keluarga. Aku terlahir dalam keluarga yang harmonis dulu. Itu dulu. Hanya masa lalu. Dan kini nyatanya, keluarga harmonisku telah pupus tak bersisa. Sedih? Tidak, namun menyakitkan. Aku sempat berpikir untuk mengakhiri hidupku karenanya.
Terdengar suara pintu yang terbuka. Tampak sosok wanita separuh baya berada di depan pintu dan tersenyum padaku.
"Mas Roy baru pulang?" tanya Bi Mina, pembantu di rumahku.
"Iya bi. Abis cek tambak." jawabku sambil masuk ke dalam rumah.
"Hey...!!" teriak ayahku dari ruang tengah.
"Kenapa kau pulang jam segini? Kemana saja kau?" tanya ayahku dengan nada marah dan berjalan ke arahku dengan langkah sempoyongan.
"Roy kan sudah sms ayah kalau Roy di tambak." jawabku sambil berjalan menuju tangga.
"Ayah mabuk lagi?" tanyaku sambil menangkap ayah yang hampir jatuh.
"Mabuk? Tidak... he.. he.. he.." kata ayah dengan nada yang mulai kacau dan cegukannya yang beraroma pekat.
"Ayah hanya minum 5 botol saja. He.. he.. he.." sambungnya.
Ku bopong ayahku yang sedang terhanyut dalam indahnya alkohol ke kamarnya.
Sesampainya dikamar, ku baringkan ayah di ranjang besarnya yang nyaman.
"Kenapa ayah minum lagi? Bukannya lebih baik ayah tidur saja. Ini kan sudah larut, yah." kataku sambil menyelimuti ayah dengan selimutnya yang tebal.
Ayah hanya diam. Matanya terpejam. 'Sudah tidurkah?' tanyaku dalam hati. Aku keluar kamarnya dan menuju ruang tengah. Terlihat Bi Mina yang sedang membereskan botol-botol minuman keras ayah. 'Kenapa bisa begini?' tanya hatiku.
Ayahku adalah mantan atlet sepak bola nasional. Ayah terlalu frustasi karena cidera di kakinya. Selain itu juga, saat ayah cidera ibu malah tak memberi perhatian yang lebih pada ayah. Alasannya sih karena ibu sibuk sebagai Duta Indoneaia yang berada di Turki. Itulah penyebab ayah menjadi kasar, suka mabuk, dan suka berjudi.
Ku hanya bisa bertemu dengan ibu enam bulan sekali saja. Tertebakkah pada benakmu, betapa aku tak dapat kasih sayang dari seorang ibu? Sakit rasanya memiliki keluarga seperti ini. Tapi kemana aku bisa mengadu? Kemana aku bisa melampiaskan kekecewaan hidupku ini? Dan kemana aku bisa sembunyi walau hanya sesaat saja dari kehidupan yang aneh ini?
Malam itu ayah pulang larut seperti biasanya. Suara gedoran bertubi yang kencang pun membangunkanku yang tertidur di sofa. Ku lihat Bi Mina bergegas membukakan pintu untuk ayah.
"Ayah baru pulang? Kenapa larut sekali?" tanyaku berjalan menuju ayah.
"Kenapa kau belum tidur? Cepat pergi tidur sana!" bentak ayah.
"Ayah mabuk lagi? Sini, Roy bantu ke kamar." kataku mendekati ayah.
"Tidak perlu!" jawab ayah sambil mendorongku hingga terjatuh ke lantai.
Aku berdiri sambil menghela nafas. 'Ayah kasar sekali. Tapi yasudahlah... mungkin karena pengaruh alkohol.' kataku dalam hati. Aku mencoba membopong ayah yang berjalan sempoyongan.
"Apa kau tidak dengar?" tanya ayah yang mabuk.
"Aku bilang tak perlu, bodoh!" bentak ayah sambil memukul pipi kananku hinggaku terjatuh lagi.
Aahh... ini tak terlalu sakit. Aku sudah terbiasa dengan ini semua. Sering ayah memukulku saat ia mabuk. Bukannya aku tak bisa melawan. Hanya saja, ia adalah ayahku.
Kalau pun ku melawan itu hanya akan membuat kami bertengkar dan membuat kami saling benci. Untuk menghindari itulah aku hanya diam saat ayah memukulku. Aku berusaha bangun kembali dan membantu ayah yang sedang mabuk berjalan menuju kamarnya.
"Ibu mengirim email. Ia menanyakan kabar ayah." kataku sambil menyelimuti ayah.
"Masih ingatkah dia pada kita? Bukankah dia sudah bahagia di negeri orang sana?" kata ayah dengan nada marah.
"Ibu merindukan ayah."
"Kalau dia rindu, dia bisa pulang. Tapi kenapa sampai sekarang dia tidak pulang? Aku sanggup membiayai hidup dia walau aku sudah tak menjadi atlet sepak bola." kata ayah dengan nada yang masih marah.
"Dia yang hanya mementingkan hidupnya sendiri, apa bisa mengerti orang lain? Perempuan memang susah dimengerti. Sekali berbohong, maka akan bercabang kebohongan yang lain." kata ayah dengan mata berbinar.
'Ayah menangis? Sebegitu cintanyakah ayah pada ibu? Tapi malangnya ia karena cinta yang ia terima hanyalah sesaat.' ungkap hatiku yang iba pada ayah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Home
Teen FictionKu memang tak sempurna. Bila dibandingkan dengan kalian yang memiliki segalanya dari keharmonisan keluarga. Aku terlahir dalam keluarga yang harmonis dulu. Itu dulu. Hanya masa lalu. Dan kini nyatanya, keluarga harmonisku telah pupus tak bersisa. Se...