Satu

129 14 0
                                    

“Ais Sharon Seraphine, ini sudah ke berapa kalinya kamu ketiduran di kelas, ‘ha?” tanya guru muda berparas tampan itu sambil menatap agak tegas pada Ais.

Guru ini namanya Pak Tan. Nama aslinya Tanah. Makanya, dipanggil Pak Tan. Biar simpel dan lagi ‘Pak Tan’ lebih terdengar keren dari pada ‘Pak Tanah’. Iya, ‘kan?

Oke, lupakan soal itu.

Kita urusi dulu soal kebiasaan Ais yang tertidur di kelasnya.

“Maaf, Pak Tan. Saya enggak inget,” jawab Ais membuat Tanah menghela napas kasar.

Guru muda lainnya yang berdiri di samping Tanah hanya tertawa dan berkata, “udahlah, Tan. Percuma kamu nasihatin Ais berkali-kali. Enggak bakal dia dengerin.”

“Saya dengerin kok, Pak,” kata Ais dengan wajah datarnya, “cuman ya gitu, masuk telinga kanan, keluar telinga kiri.”

“BWAHAHA! Jujur banget, anjir.”

Kalau guru berwajah agak tengil ini, namanya Pak An. Nama aslinya Angin. Tapi, biar simpel karena harus dipanggil Pak walau orangnya sendiri tidak mau karena merasa terlalu muda untuk dipanggil Pak. Maka dari itu, dia dipanggil Pak An. Keren, ‘kan?

“Pak An, omongannya tolong dijaga,” tegur Tanah membuat Angin langsung kicep dan diam. Walau begitu, dia tetap tersenyum.

“Tapi, Tan. Beneran deh ... lain kali, kalau ada yang ngelapor Ais ketiduran di kelas. Mending enggak usah didengerin. Mereka cuman guru kuno yang enggak bisa santai waktu ngajar. Ais ketiduran pun juga tetep bisa jawab kok waktu ditanya.”

“Enggak bisa gitu dong. Enggak semua guru kayak kamu, Pak An. Hah...” Tanah menghela napas dan menatap anak didiknya yang terlihat mengantuk di depannya itu.

Sebenarnya, tak salah apa yang Angin katakan. Tapi, bedanya dengan Angin, Tanah bukannya berpikir Ais tak harus dinasihati karena sudah pintar. Melainkan karena Ais terlihat sudah kebal dengan semua nasihat darinya.

“Ais, saya panggil kamu ke sini bukan buat nasihati kamu karena saya tahu kamu sudah kebal sama yang kayak gitu. Saya cuman mau kasih tahu kalau enggak semua guru bisa santai kayak Pak An atau saya. Jadi, tolong ya ... dijaga sikapnya. Saya enggak mau kamu terkena masalah sama guru di sini,” kata Tanah memberitahu.

Tanah itu tidak seperti definisi guru BK di buku-buku novel fisik remaja yang biasa Ais baca saat sedang gabut. Setahunya, guru BK itu guru paling killer di sekolah. Tapi menurut Ais, Tanah adalah guru paling kalem dan baik di sini. Namun, dia bisa tegas kok. Apa lagi sama murid nakal pembuat onar yang suka nongkrong di warung belakang sekolah sambil merokok.

“Iya, Pak. Saya usahakan.”

Tanah kembali menghela napas lalu berkata, “ya sudah, kamu boleh keluar. Saya harap kamu enggak balik ke sini lagi dengan masalah yang sama.”

“Ooh ... berarti kalau masalahnya beda, enggak papa, Pak?”

Mendengar pertanyaan itu, Tanah langsung mematung. Sedangkan, Angin langsung tertawa.

“Aduh ... bukan gitu maksud saya,” kata Tanah yang terlihat begitu lelah dan tak habis pikir dengan apa yang baru saja Ais katakan.

“Sumpah, saya enggak habis pikir sama kamu. Kamu ini jadi murid berani banget sih? Enggak heran Pak Haya stres lihat kelakuanmu,” kata Angin yang kembali tertawa karena merasa tingkah laku Ais sangat ajaib.

“Maaf, Pak. Saya cuman bercanda,” kata Ais dengan wajah datarnya.

“Bercandanya enggak lucu, dasar ... kamu ini!”

“Ya sudah, Pak. Saya pamit undur diri ya. Mau istirahat dulu,” kata Ais yang hanya diberikan anggukan oleh Tanah.

“Dadah, Ais. Sampai ketemu di pelajaran saya ya.”

[BL] Make Me Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang