Dua

105 17 0
                                    

“Gue duluan ya, Ais. Entar langsung nyusul aja ke kantin,” kata Blaze memberitahu sambil menggendong tas sekolahnya itu.

Ais hanya mengangguk singkat sembari membereskan isi tas sekolahnya dengan agak lambat dan malas seperti biasa.

“Ooh, Hali. Masuk aja, Ais masih beres-beres. Biasalah, kayak lo enggak tahu aja Ais kek gimana.”

Samar-samar Ais mendengar Blaze sedang berbicara dengan seseorang di luar kamar mereka. Namun, tanpa melihat siapa orangnya, Ais sudah tahu siapa itu.

Lagi pula, Ais mendengar nama orang itu disebut oleh Blaze.

CEKLEK!

“Cepet, keburu siang. Enggak mau sarapan lo?”

Pintu kamarnya terbuka dan memperlihatkan sosok Halilintar yang sudah rapi dengan seragam sekolah serta jaket merahnya. Tak hanya rapi, Halilintar juga wangi—Ais bahkan bisa mencium aroma khas milik pemuda itu dengan sangat jelas, aroma manis buah stroberi atau lebih tepatnya parfum.

“Berisik, ini lagi-lagi siap. Lo duluan ke kantin juga enggak papa,” kata Ais yang kemudian menutup resleting tasnya lalu menggendongnya di bahu.

“Ogah, nanti gue jadi nyamuk. Males,” kata Halilintar dengan raut wajahnya yang terlihat agak kesal.

Maksudnya jadi nyamuk di sini adalah dia tak ingin berada di antara Taufan dan Blaze sendirian tanpa Ais. Itu menyebalkan di matanya. Sudah cemburu, merasa tak dianggap pula.

Bukankah itu menyebalkan?

“Ya udah, tunggu bentar. Kayak cewek aja lo, bawel.”

Wajah Halilintar agak memerah saat Ais mengatainya begitu. Tapi, dia sendiri sudah kebal dengan semua ledekan yang Ais lontarkan. Jadi, dia memilih diam dan menunggu.

Setelah selesai mengenakan sepatunya, Ais bergegas mematikan lampu dan berjalan keluar dari kamarnya. Tak lupa juga dia mengunci pintu kamarnya agar aman dari pencuri walau mustahil sih ada pencuri di asrama tapi, siapa tahu, ‘kan?

“Bilang enggak mau jadi nyamuk, tapi tiap hari selalu jadi nyamuk. Apa bedanya coba?” celetuk Ais yang teringat dengan fakta bahwa mereka bertiga sekelas.

“Bedalah,” balas Halilintar terdengar agak tegas, “kalau di kelas ‘kan terpaksa. Kalau di sini ‘kan ada lo. Gue ada temennya. Jadi, kalau bisa enggak jadi nyamuk, kenapa enggak?”

Temen, ‘kah? Kapan jadi pacar ya? Enggak mungkin sih.

“Ais.” Panggilan dari sahabat tercintanya itu membuat Ais menoleh.

“Apa?”

“Cara tercepat buat move on, apaan ya?”

Ais menatap datar ke arah Halilintar lalu berkata, “lo bercanda ya sama gue ya? Gue suka sama orang aja kagak pernah. Gimana mau move on?”

Bohong dikit enggak ngaruh. Orang gue suka sama lo aja dah dari kecil. Gue bahkan enggak pernah kepikiran buat move on dari lo, Hali.

Halilintar mengerjapkan matanya lalu berhenti berjalan. Ais pun ikut berhenti dan menatap ke arah Halilintar.

“Lo ... beneran enggak pernah suka sama orang?”

Mendengar itu, Ais mengepalkan tangannya sambil berkata, “pertanyaan itu lagi? Astaga...”

Ais kembali melangkah. “Sudah gue bilang enggak ya enggak.”

“Beneran?”

“Beneran.”

“Enggak boong lo?”

“Enggak.”

“Seri—“

[BL] Make Me Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang