Kalau ditanya pelajaran apa yang Ais paling benci, jawabannya sudah jelas olah raga. Kalau ditanya alasannya apa?
Ya jelas karena Ais itu pemalas.
“Hah ... sudah, Pak. Saya nyerah, capek...,” kata Ais yang kemudian duduk dengan wajahnya penuh keringat.
Api—si guru olah raga itu agak tertawa kecil sambil berkacak pinggang menatap anak muridnya yang pemalas itu.
“Baru dua putaran loh ... masa udah capek?”
Ais mencoba untuk mengatur napasnya sembari berkata, “panas itu, Pak. Mau enggak capek gimana?”
“Apa hubungannya panas sama capek?”
“Ya ada dong, udah kaki saya capek karena dibuat lari. Ditambah sama panas matahari yang bikin saya tambah capek karena panas. Sumuk nih saya...,” kata Ais memberitahu sambil mengibas-ngibaskan bajunya itu.
“Sumuk? Sumuk tuh apa?”
“Haa? Ooh ... gerah, Pak. Panas juga bisa sih. Sama aja,” kata Ais memberitahu.
“Hm? Bahasa apa itu? Jawa ya?”
“Betul sekali, seratus juta untuk Pak Api. Jangan lupa dipotong pajak seratus persen ya,” kata Ais dengan wajah datarnya sambil mengacungkan jempol ke arah gurunya itu.
Api langsung tertawa lalu berkata, “kalau dipotong seratus persen sama aja enggak dapet apa-apa dong.”
“Ya siapa juga yang mau kasih Pak Api hadiah beneran? Punya uang seratus juta aja enggak. Kalau pun punya, buat apa saya kasih ke Bapak coba?”
Api terdiam seribu bahasa lalu tertawa garing ke arah anak muridnya itu. “Bener kata Pak Haya, kamu terlalu santai sama guru.”
Ais mengerjapkan matanya lalu meluruskan kedua kakinya dan menatap ke arah teman-teman sekelasnya yang masih berlari.
“Lihat dulu sih, Pak. Kalau gurunya kayak Pak Otok sih, saya sendiri juga enggak bakal berani,” kata Ais memberitahu.
“Ternyata bisa takut juga ya kamu.”
“Bisa atuh, Pak. Orang saya manusia kok. Masa ya enggak bisa takut?”
Api tertawa lagi. “Iyain. Omong-omong, ini kamu beneran enggak mau lanjut lari?”
“Enggak ahh, Pak. Mending saya ngerjain tes tertulis aja deh ketimbang disuruh lari.”
“Itu beda ya ... udah beda penilaian itu,” kata Api menatap Ais tak habis pikir.
“Halah ... disamain aja, Pak. Saya udah males ini...”
“Udah, lanjut lari sana. Saya kasih potongan deh buat kamu. Harusnya kan kurang tiga kali tah? Saya kasih potongan jadi satu kali putaran lagi,” kata Api memberitahu.
“Eeh? Dalam rangka apa nih Pak Api kasih saya potongan gini?”
“Bukan dalam rangka apa-apa. Saya cuman enggak mau ada anak yang dapet nilainya di bawah KKM. Makanya, sana lari. Nanti saya kasih nilai pas KKM. Setidaknya ‘kan lulus.”
Mendengar itu, Ais segera menatap Api agak menyelidik. “Seriusan, Pak? Dilulusin?”
“Iya, tapi pas KKM loh.”
Ais segera berdiri dan agak bersemangat. “Yang penting lulus. Ya udah, Pak. Saya lari dulu. Makasih ya, Pak.”
Lumayan, pas KKM. Ha. Ha. ha.
[]
“Ais, Hali sakit. Dia di UKS.”
Tepat setelah Blaze menghubunginya, Ais yang baru saja selesai mandi dan ganti pakaian karena habis kelas olah raga segera buru-buru pergi ke UKS untuk mengunjungi Halilintar—si Gledek kesayangannya, walau tak pernah jadi miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Make Me Love You
FanfictionIceHali [BL] (Ship lain akan muncul seiring berjalannya cerita) "Lo ken-" Halilintar berbalik dan menatap ke bawah. Ekspresi pemuda itu terlihat agak sedih. Ais memiringkan kepalanya sedikit untuk melihat apa yang sempat Halilintar lihat di dalam ka...