Happy reading 🥰
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Malam festival seni berlanjut dengan keceriaan dan kebisingan. Rora berusaha menikmati suasana sambil sesekali mencuri pandang ke arah Asa. Perasaannya campur aduk antara senang dan cemas.
Seiring musik mengalun, ia merasakan getaran yang tak bisa dijelaskan, seolah ada jembatan yang mulai terbentuk antara mereka.
Setelah sesi menari yang penuh semangat, mereka semua berkumpul di area makan.
Rora duduk di antara Hailey dan Ayesha, sementara Asa berada di dekat Ruka dan Canny.
Tak jauh dari tempat mereka duduk, Raka dan Pharita berbagi cerita lucu, mengundang tawa semua orang.
“Eh, Rora, apa kamu mau mencoba makanan itu?” Hailey menunjuk ke arah stand makanan yang ramai.
“Kata orang, itu adalah hidangan paling terkenal di festival ini!” Lanjut Hailey
Rora mengangguk, “Tentu, aku ingin mencoba!” Dia merasa bersemangat dengan semua hal baru di sekelilingnya.
“Bagaimana kalau kita pergi bersama?” Asa tiba-tiba menyela, menatap Rora dengan harapan.
Rora terkejut, tapi kemudian tersenyum.
“Oke, ayo!” jawabnya, berusaha menutupi rasa gugupnya.
Mereka berdua berjalan beriringan menuju stand makanan, dikelilingi oleh kerumunan yang riuh.
Rora bisa merasakan ketegangan di udara, dan meski Asa bersikap tenang, dia bisa melihat cahaya harapan di mata sahabatnya itu.
Di tengah perjalanan, Rora mulai berbicara, “Jadi, Asa… apa yang kamu suka dari seni?”
Asa terlihat berpikir sejenak sebelum menjawab, “Aku merasa seni bisa mengekspresikan perasaan yang sering sulit diungkapkan. Kadang, melihat karya seni bisa membuatku memahami diri sendiri lebih baik.”
Rora terkesan dengan jawaban Asa. “Kamu benar. Kadang, ketika aku melihat lukisan atau patung, aku bisa merasakan apa yang ingin disampaikan si seniman.”
Mereka berhenti di depan stand makanan, dan Asa melihat ke arah berbagai hidangan yang ditawarkan.
“Mau yang mana? Semua terlihat enak,” katanya, mencoba membuat suasana lebih santai.
“Bagaimana kalau kita coba semuanya?” Rora menjawab dengan senyum lebar, dan Asa ikut tertawa.
Setelah memilih beberapa hidangan, mereka kembali ke tempat berkumpul.
Saat mereka duduk dan mulai makan, Rora merasa suasana menjadi lebih akrab. Dia melihat wajah-wajah bahagia dari sahabat-sahabatnya dan merasakan kehangatan di sekelilingnya.
Pharita tiba-tiba bertanya, “Jadi, Rora, apakah kamu sudah berani mengungkapkan perasaanmu pada Asa?” Dia tampak serius, tetapi ada senyuman nakal di wajahnya.
Rora terkejut dan hampir tersedak makanan.
“Eh, aku… belum siap,” jawabnya, berusaha menyembunyikan rasa malu.
Asa menatap Rora, dengan ketidakpastian di matanya.
“Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Yang penting kita saling mengenal lebih baik,” ucap Asa, mencoba untuk memberi semangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love In Silence
Roman pour AdolescentsPenasaran??, Yuk baca!! (☞ ಠ_ಠ)☞Update kalo ada waktu