Happy reading 🥰
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Hari-hari berlalu, dan Rora semakin terbiasa dengan rutinitas barunya di sekolah.
Meskipun ia masih menjaga jarak dengan Asa, perasaannya mulai rumit.
Setiap kali mereka bertemu, Rora merasa ada ketegangan yang tidak terucapkan di antara mereka.
Ia sering kali merenungkan, "Apakah dia juga merasakan hal yang sama?"
Suatu sore setelah pelajaran, Rora duduk di perpustakaan. Ia menemukan sudut yang tenang di antara rak-rak buku. Dengan buku di pangkuan, ia berusaha tenggelam dalam bacaan, tetapi pikirannya melayang kepada Asa. Kenangan-kenangan manis saat mereka berbincang kembali terlintas di pikirannya.
Tiba-tiba, suara pintu perpustakaan terbuka dan Rora menoleh.
Asa masuk, tampak sedikit ragu, tetapi segera beranjak ke arah meja di dekatnya.
Jantung Rora berdegup kencang saat melihat Asa. Tanpa sadar, ia menyipitkan mata, berusaha memperhatikan setiap gerakan Asa.
Asa menyadari keberadaan Rora dan menghampirinya.
“Hai, Rora. Apa kamu sedang membaca?” tanyanya sambil menunjukkan buku yang ada di tangan Rora.
“Hmm, ya. Aku sedang mencari beberapa informasi untuk tugas,” jawab Rora sambil mencoba terlihat santai.
Asa menarik kursi dan duduk di sebelahnya.
“Boleh aku ikut membantu? Aku bisa mencari beberapa referensi juga,” ucap Asa, dan Rora merasakan kehangatan saat Asa berbicara.
“Kalau mau,” jawab Rora, berusaha menahan senyum. Ia tidak bisa mengabaikan rasa senang yang mulai tumbuh di dalam hatinya.
Mereka mulai bekerja sama mencari buku dan informasi, menciptakan suasana yang hangat.
Rora melihat Asa dengan lebih jelas; ketulusan dan keseriusan di wajahnya membuat Rora merasa nyaman. Meski begitu, rasa ragu masih ada di dalam hatinya.
Saat mereka asyik berbincang, Hailey, sahabat Rora, tiba-tiba masuk ke perpustakaan.
“Kalian berdua asyik sekali! Apa kalian sedang membuat rencana untuk tugas?” tanyanya sambil menggoda, melihat betapa dekatnya Rora dan Asa.
Rora merasa wajahnya memanas. “Kami hanya mencari referensi,” jawab Rora cepat.
Hailey tersenyum lebar.
“Aku senang melihat kalian berdua bersama! Kalian harus lebih sering menghabiskan waktu bersama,” serunya, membuat Rora merasa canggung.
Asa tampak tersenyum sambil menatap Rora.
“Iya, kita harus melakukan ini lebih sering,” katanya, dan Rora merasakan hatinya bergetar.
Ketika Hailey pergi, Rora dan Asa melanjutkan tugas mereka. Namun, Rora merasakan ketegangan semakin meningkat. Setiap kali Asa tersenyum, ada rasa ingin tahu yang terus membara di dalam hati Rora.
Satu minggu berlalu, dan mereka semakin sering menghabiskan waktu bersama.
Rora mulai merasa nyaman dengan Asa, tetapi ia tetap berusaha menyembunyikan perasaannya. Sementara Asa semakin berani dalam menunjukkan ketertarikan, meskipun dengan cara yang halus.
Suatu hari, saat mereka berjalan pulang bersama, Asa tiba-tiba berhenti.
“Rora, aku ingin tahu tentang kamu. Apa hobi yang kamu sukai?” tanyanya, tampak penasaran.
Rora terkejut. Selama ini, ia tidak pernah berpikir tentang hobinya secara mendalam.
“Hmm, aku suka menggambar dan membaca. Itu membuatku merasa tenang,” jawab Rora dengan ragu.
Asa tersenyum, “Aku suka menggambar juga! Kita bisa berbagi tips dan trik. Mungkin suatu hari kita bisa menggambar bersama,” usul Asa.
Rora tidak bisa menahan senyumnya.
“Tentu, itu ide yang bagus,” balasnya, merasa sedikit lebih terbuka.
Ketika mereka mendekati rumah Rora, suasana menjadi canggung. Rora merasa ada sesuatu yang ingin diungkapkan Asa.
“Rora…” Asa memulai kalimat, tetapi suara di sekeliling membuatnya ragu.
“Aku… aku hanya ingin bilang, senang bisa mengenalmu lebih dekat,” akhirnya Asa mengucapkan kalimatnya, membuat Rora terdiam.
“Terima kasih, Asa. Aku juga merasa senang,” Rora balas, tetapi hatinya bergetar. Dia merasakan getaran aneh di antara mereka.
Setelah momen itu, Rora merasa bingung dengan perasaannya. Dia semakin menyadari bahwa ketertarikan Asa padanya lebih dari sekadar teman. Namun, dia masih ragu untuk mengakui perasaan yang mulai tumbuh di dalam hatinya.
Hari-hari berikutnya di sekolah, Rora merasakan tekanan yang tidak biasa.
Setiap kali Asa berada di dekatnya, dia merasa gugup.
Teman-teman mereka juga mulai menyadari ada sesuatu yang berbeda antara mereka.
Suatu sore, saat Rora dan Asa berolahraga di lapangan, Canny mendekati mereka.
“Eh, Rora, Asa! Kapan kalian berdua akan mengakui bahwa kalian saling suka?” ucap Canny, sambil tersenyum nakal.
Rora merasa wajahnya memerah.
“Tidak ada yang seperti itu,” jawab Rora cepat, meskipun di dalam hatinya, ia mulai meragukan kata-katanya sendiri.
Asa tersenyum, tetapi ada sedikit keraguan di wajahnya.
“Kami hanya berteman, kan?” jawab Asa, berusaha terdengar santai meskipun hatinya berdebar.
Canny mengangkat alisnya. “Ah, kalian berdua bisa saja saling menyukai tanpa menyadarinya. Mungkin kalian harus lebih jujur pada diri sendiri!” serunya, membuat Rora semakin canggung.
Setelah Canny pergi, Rora dan Asa saling berpandangan. Rora bisa melihat keraguan di mata Asa, dan hatinya semakin bergetar.
Mungkinkah ini saatnya untuk mengakui perasaan yang sudah mulai menggelora
Namun, rasa takut untuk mengambil langkah itu masih menghantuinya. Dia tahu bahwa jika mengakui perasaannya, banyak hal bisa berubah. Dan Rora tidak yakin siap untuk itu.Kembali ke rumah, Rora terbaring di ranjang, memikirkan semua yang terjadi. Di satu sisi, ia merasa ingin berjuang untuk Asa, tetapi di sisi lain, rasa ragu dan takut menyelimuti hatinya.
Malam itu, Rora berjanji pada diri sendiri untuk lebih terbuka. Dia tidak bisa terus bersembunyi dari perasaannya. Apakah saatnya untuk melangkah maju
Tbc
•••••••••••••••••••••
KAMU SEDANG MEMBACA
Love In Silence
Genç KurguPenasaran??, Yuk baca!! (☞ ಠ_ಠ)☞Update kalo ada waktu