Halte nampak senggang tanpa adanya kendaraan umum yang melintas, terik matahari yang semula menantang manusia berlahan tenggelam dibalik awan kelabu buat Calvin merengut kecut.Satu jam berlalu sejak bel sekolah berkumandang, sekolah yang masih memasuki minggu tenang ujian buat tempat Calvin menuntut ilmu total sepi seutuhnya.
Kebanyakan murid sudah kembali kerumah masing masing menggunakan supir pribadi yang mengantri di lorong utama sekolah, sedangkan para guru masih terjebak diruangan mereka guna memeriksa jawaban soal.
Dan Calvin masih setia menghela nafas kesal karna supir pribadinya tak bisa menjemput karna ulah ibunya sendiri, lalu secara terpaksa harus menunggu lebih lama lagi untuk kakak sulungnya datang menjemputnya pulang.
"Semuanya salah mamih! Ck harusnya jam segini gue bisa ngegame malah apaan ini disini kaya orang tolol." maki Calvin masih setia berdendang, mengisi hening karna memang hanya ada dirinya seorang di bawah halte tunggu depan sekolahnya.
Sepasang kaki berlapis sepatu brand terkenal Calvin mainkan menendang udara dan sesekali kerikil yang tertangkap oleh matanya.
"Ck abang, lama banget sih!" amukan Calvin kembali mengalun, kali ini korbannya adalah si sulung yang baru datang menjemput.
"Sabar dong ucil, kamu kaya ngga tau Jakarta aja. Macet." tak terima diprotes, Johnny balas marahi si bungsu yang masih merengut kecut.
"Masuk buru, panas nih."
"Eh kamu di belakang dulu cil, di depan aja kembaran kamu."
"Ck, ngapain sih." decak Calvin, dan total abai dengan perintah sang kakak.
Tangan Calvin dengan cepat membuka pintu samping kemudi, menatap tak kalah datarnya dari wajah Jehian yang membuatnya seperti berkaca.
"Pindah, gue ngga biasa duduk di belakang." dan Jehian tak punya hak untuk melawan, selain membawa figurnya berpindah ke kursi belakang bersama koper dan tas ransel kesayangannya.
"Bisakan mintanya baik baik? Kamu tuh diajarin sopan santun bukannya dipake malah seenaknya gini."
"Udahlah aku capek, abang kalo mau marah marah nanti aja."
"Sorry Je, anak ini keseringan dimanja jadi besar kepala." dari kursi kemudinya Johnny tatap Jehian dari kaca dashcam, ekspresi si sulung Suh kentara menyesali semua sikap Calvin yang semaunya sendiri.
Pun Johnny tak bisa bertindak banyak karna dirinya adalah salah satu orang yang terlalu memanjakan Calvin sejak kecil.
"Dia bakal tinggal dimana bang?"
"Ya dirumah lah kamu pikir?"
"Mau ditaro mana coba dia, udah ngga ada kamar kosongkan, ya kali sama aku males banget." ketus Calvin, matanya sekilas melirik Jehian yang diam menatap jalan lewat jendela. Telinga yang tersumpal earphone meyakinkan Calvin bahwa kembarannya itu tak mendengar ucapannya barusan.
"Sewa" belum sempat Calvin menyelesaikan ucapannya, Johnny lebih dulu menyela.
"Jehian bisa di kamar abang, kamu ngga usah khawatir." final Johnny tegas, dan Calvin memilih diam setelahnya.
Cukup sadar diri dengan emosi si sulung yang baru saja dirinya pancing, dan enggan berakhir dengan perang dingin tak berkesudahaan karna papinya sedang tak ada dirumah untuk mendamaikan dua kepala dengan satu watak yang sama.
Sedangkan Jehian dibalik earphone yang menutupi daun telinganya hanya tersenyum tipis dibalik matanya yang terpejam rapat, lagu Drugs & The Internet milik Lauv yang baru Jehian putar mengalun tenang, mengganti suara Calvin dan Johnny yang sebelumnya saling melempar pendapatnya masing masing tentang dimana Jehian akan berakhir malam ini, di negara yang bahkan di sepanjang hidupnya baru kali pertama Jehian datangi.
TO BE CONTIUNED
KAMU SEDANG MEMBACA
HOME
Fiksi Penggemar⠀ Harapannya setinggi langit namun takdirnya sekencang badai yang menghempaskan tubuhnya ke dasar jurang. ⸂ © 𝗲𝗮𝗿𝗵𝘂𝘆𝗻, 𝟮𝟬𝟮𝟰. ⸃