Perjodohan.
Satu kata lucu yang tak pernah diduga terjadi diantara semua hal absurd di kehidupan Jina.
Hal yang acap kali ditayangkan pada opera sabun kini menjadi realitanya.
Sungguh menggelikan.
Dia tak menyangka, jika jauh sebelum Ayahnya meninggal setahun yang lalu, pria yang membesarkannya itu pernah bertukar janji dengan seseorang untuk menikahkan anak mereka.
Berusaha menjadi anak berbakti, Jina pun menyanggupi bertemu dengan keluarga sang calon suami ketika Pamannya menceritakan tentang perjodohan ini minggu lalu.
“Everything will be okay, trust me. Mereka pasti akan menyukaimu ”.
Jina membalas genggaman erat pamannya–Wooshik di lengannya dengan anggukan mantap.
Beberapa langkah ke depan, sepasang paman-keponakan itu memasang senyum terbaik ketika tuan rumah menyapa mereka hangat.
“Selamat datang di rumah kami, Jina”, sapa wanita berusia lima puluhan itu sambil mendekap gadis yang baru ditemuinya tanpa canggung. Jina pun membalas pelukan wanita itu erat. “Terima kasih atas undangannya, Nyonya Kang”.
“Kami yang harusnya berterima kasih karena kalian menyempatkan untuk datang”.
Ketiga pria yakni Song Wooshik dan dua orang bermarga Kang juga saling membalas sapa dengan menundukkan kepalanya satu sama lain sembari bergantian menjabat tangan.
Jina masuk ke dalam rumah yang baru saja dimasukinya dengan decak kagum. Rumah milik keluarga Kang adalah tipe kesukaannya. Tidak terlalu luas, sangat klasik dan dibangun sesuai peruntukannya. Beberapa kali Jina berdecak kagum dan melempar pujian tentang tata letak dan ornamen rumah yang disambut dengan rona merah di wajah Nyonya Kang.
Sesi perkenalan singkat pun berakhir.
Kini, kelima orang tersebut berada dalam satu meja makan yang dikelilingi oleh makanan yang sangat menggugah selera semua orang yang melihatnya.
Kecuali Jina.
Jina menggigit bibir bawahnya gugup tatkala matanya tak sengaja beradu dengan pemilik mata sipit tajam yang sangat dikenalnya.
Brian Kang.
Dia adalah pria yang akan dijodohkan dengannya.
Seorang pria tampan berwajah rubah yang merupakan Manajer Pemasaran di team yang berbeda dengannya.
Brian dikenal sebagai pria lajang dengan sangat diminati karena selain penampilannya yang menarik, dia juga selalu ramah dan sopan kepada semua orang.
Namun entah kenapa Brian sangat pendiam malam ini. Sesekali pria itu memaksakan senyum, namun Jina tahu dia tak bersikap seperti biasa.
“Kudengar kalian sudah saling mengenal di kantor”, tanya Tuan Kang sambil bergantian melihat ke arah Brian dan Jina. “Benarkah begitu, Jina?”.
“Benar, Tuan Kang”.
Jina melirik Brian terang-terangan namun pria itu seolah tak tertarik dengan percakapan itu karena dia lebih memilih sibuk memotong steak di piringnya.
“Kau tahu, Jina?”, sambung pria paruh baya itu kemudian. “Aku sudah menyuruh Brian untuk mengambil alih perusahaan berkali-kali tapi dia tetap bersikeras menolak. Anak itu lebih banyak bersenang-senang dengan band tidak jelas daripada membantu pekerjaan Ayahnya”.
“Appa!”, seru Brian tak terima.
Ini kali pertama pria itu bersuara setelah perkenalan singkat mereka di awal acara.