Hari ini, Jina bangun dengan keadaan mengenaskan.
Kepalanya berputar hebat sampai badannya limbung ditambah sisa makanan kemarin mendesak untuk dikeluarkan dari mulutnya.
Jina bersiap dengan matanya yang dikerjapkan paksa beberapa kali. Dia bergidik ngeri melihat tampilannya di cermin. Wajahnya pucat dan lingkaran matanya yang menghitam terpantul disana. Untunglah, dia masih bisa menutupinya dengan concealer dan riasan wajah yang lebih mencolok.
Tok Tok
Jina terkesiap mendengar pintunya diketuk. Ini masih pagi dan dia tak merasa punya janji dengan siapapun.
Jina segera membuka pintu sesaat setelah melihat sosok Brian di balik layar intercom nya.
Gadis itu mengulum senyum saat Brian menunduk saat masuk ke apartemennya karena tinggi pintunya yang lebih pendek.
“It’s cute”, komentar Brian setelah berkeliling.
“Kau datang kesini hanya untuk menginspeksi apartemenku?”
Brian meletakkan tiffin set yang dibawanya di meja makan kemudian menatanya satu-persatu. “Mengingat yang terjadi semalam, kutebak kondisimu pagi ini masih kurang lebih sama jadi aku meminta Ibuku memasak hangover soup”.
“Ibumu tahu semalam aku…..”
“Aku hanya bilang semalam kita ada acara makan malam dan kau sedikit mabuk”.
Jina menelungkupkan tangannya di wajahnya sendiri. “Kau seharusnya tak melakukannya. Kau membuatku malu”.
“Aku menceritakan sedikit detail kalau kau tidak bisa minum”. Brian mengernyitkan dahi karena teringat sesuatu. “Oh ya, sejak acara dimulai kau sama sekali tak menyentuh alkohol bahkan ketika Kepala Divisi menyuruhmu minum kau berhasil menolaknya halus. Kenapa kau tiba-tiba minum?”.
Jina membatu di tempatnya. Bagaimana mungkin dia akan memberitahu Brian kalau dia minum karena terganggu dengan interaksi pria itu dengan Naeun? Itu bunuh diri namanya!
“Hanya penasaran dengan rasanya”, celetuk Jina asal.
Brian yang tidak peka itu hanya mengangguk seolah alasan Jina masuk akal. Sebetulnya, Brian tak begitu peduli alasan Jina minum semalam.
Karena dia suka efek yang diberikan alkohol pada Jina.
Jina yang mabuk berubah menjadi clingy dan tak mau jauh darinya. Tadi malam, Brian menghabiskan waktu berjam-jam menunggu gadis itu terbangun dengan senyum yang tak lepas dari wajahnya.
“Apa ada yang aneh dari wajahku?”, pertanyaan Jina menghentikan lamunan Brian.
“Tidak”, katanya sambil merubah postur duduknya. “Kenapa?”.
“Kau melihatku sambil tersenyum sejak tadi”.