Hari Senin pertama setelah menjadi calon istri dari seorang Brian Kang.
Jina tetap bekerja seperti biasanya. Tak ada perubahan yang mencolok apalagi Jina dan Brian–her fiancee punya perjanjian bahwa hubungan mereka harus dirahasiakan.
Apalagi, sehari-hari, meskipun Jina dan Brian menempati ruangan yang hanya terhalang sekat, mereka tak pernah sekalipun berinteraksi kecuali sapaan formal tatkala mereka berpapasan.
Sialnya, semesta sepertinya menginginkan mereka untuk selalu bersama.
Dari mulai tak sengaja memakai printer yang sama di ruangan persediaan, mengecek barang di gudang yang hanya ditempati mereka berdua, serta yang sekarang terjadi adalah mereka menyeduh kopi di pantry dalam waktu bersamaan.
Tak mau saling menghindar lagi, keduanya sepakat untuk duduk berseberangan di meja yang sama.
Tampilan Brian dengan kemeja putih yang digulung sampai siku dengan vest abu yang senada dengan warna dasinya membuat pria itu beribu kali lipat lebih menawan.
Being a gentleman he is, jantung gadis itu berdebar tatkala Brian dengan cekatan menaruh cangkir kopinya di nampan dan membawa cangkir mereka berdua di meja terdekat.
"How's life?", kata Brian memulai.
Jina terkekeh mendengar pertanyaan Brian yang sangat bule–menurutnya.
"Baik. Untuk pertama kalinya aku optimis melewati hari senin dengan baik. No deadlines. Just perfect". Jina menyesap kopinya sebentar lalu bergantian bertanya. "Bagaimana denganmu?", tanya gadis itu basa-basi.
"Selain telingaku pengang karena orang tuaku selalu cerewet menyuruhku untuk segera mencicil persiapan pernikahan, hidupku sangat baik".
Brian menekankan kata sangat sehingga kalimatnya terdengar hiperbola. Keduanya tertawa serempak.
"Ibumu mengirimkan link padaku setiap jam", tukas Jina. "Dimulai dari pemilihan dekor, catering, hingga gaun pernikahan. Padahal kita sudah sepakat untuk menyerahkan semuanya pada Ibumu tapi sepertinya beliau tetap ingin kita terlibat".
Karena mereka sedang membicarakan Ibunya, Brian teringat atas pesan beliau saat sarapan pagi. Sepertinya sekarang waktu yang tepat untuk membicarakannya dengan Jina. "By the way, malam ini Eomma menyuruhku untuk mengajakmu food testing. Kau bisa?"
Jina mengangguk cepat.
"Aku tunggu nanti sore di lobi bawah".
Jina berpikir sebentar lalu menyadari jika Brian mengajaknya berangkat berduaan. Ini terlalu riskan untuk keberlangsungan kerahasiaan hubungan mereka, jadi Jina dengan sopan menolak.
"Akan ada rumor jika ada pegawai kantor yang melihat kita pergi berduaan".
"Kita bertemu di taman dekat sini saja kalau begitu. Kita bisa berangkat bersama dari sana".
"Baiklah".
Percakapan mereka selesai setelah Hana–teman terdekat Jina– memasuki pantry dengan tatapan menyelidik. Brian dengan segera pamit meninggalkan Jina yang terjebak dengan Hana yang menyipitkan mata seolah curiga akan sesuatu.
"Aku tidak pernah melihatmu akrab dengan Brian Manajer-nim", tanya Hana penasaran.
Jina mengedikkan bahu. "Kami hanya bertukar sapa. That's it".